Etika Dalam Bermedia Sosial

 Etika Dalam Bermedia Sosial

Dalam Islam sendiri, sesungguhnya memberikan informasi adalah hal yang mutlak diperlukan. Sebab melalui tulisan atau media maka masyarakat dapat memperoleh berbagai pengetahuan untuk meningkatkan motivasi, inovasi dan kreasi sebagai salah satu bentuk dukungannya atas apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah.

Dalam surat al-Hujurat ayat 6, disebutkan bahwa:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat : 6).

Yang kemudian dilanjutkan dalam surat al-Hujurat ayat 11 tentang larangan menyebarkan informasi yang tidak benar (menggunjing) dan berprasangka buruk.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)

Setiap bentuk komunikasi membutuhkan etika termasuk dalam bermedia sosial. Beberapa alasan pentingnya etika dalam bermedia sosial adalah sebagai berikut:

  • Bahwa pengguna media sosial berasal dari berbagai negara yang memiliki budaya dan bahasa yang berbeda.
  • Pengguna media sosial merupakan orang-orang yang hidup di dunia anonymous, yang tidak mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi.
  • Harus diperhatikan bahwa pengguna media sosial akan selalu bertambah setiap saat.
  • Berbagai macam fasilitas yang diberikan dalam media sosial memungkinkan seseorang untuk bertindak tidak etis, seperti melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan.

Beberapa aturan yang harus diperhatikan dalam penggunaan internet atau lebih khusus dalam hal bermedia sosial adalah sebagai berikut:

  • Dalam hal menggunakan media pesan pribadi, misalnya dalam suatu mailing list atau group, maka seharusnya menggunakan pesan pribadi.
  • Sebelum bertanya tentang sesuatu hal, maka yang ada dalam daftar harus dibaca terlebih dahulu supaya tidak ditanyakan lagi sehingga mengganggu yang lain.
  • Tidak mengirim broadcast yang isinya tidak terkait dengan tujuan dibuatnya group.
  • Tidak mengintimidasi sesame anggota.
  • Hindari perang kata-kata dengan orang lain dan tidak menggunakan kata-kata kasar.
  • Tidak memforward konten atau foto yang berbau pornografi.

Adapun untuk chat, yang merupakan one to one comunication, maka etika yang harus diterapkan adalah:

  • Menggunakan kata-kata yang menyenangkan agar terbina hubungan yang baik melalui komunikasi ini
  • Hindari kata-kata atau perbincangan berbau SARA dan pornografi.
  • Tidak mengirim filebervirus atau hal lain yang isinya tidak berhubungan dengan topik pembicaraan.

Dalam hal kaitannya dengan etika bermedia sosial ini dilandaskan kepada fikih jurnalistik, maka ajaran Islam telah memberikan aturan mengenai penyampaian informasi bahwa dalam fikih jurnalistik dijelaskan bahwa penyampai informasi tidak boleh menginformasikan hal-hal yang berbau fitnah, sebab hal itu menimbulkan kemadharatan dan kerusakan tatanan masyarakat.

Hal ini selaras dengan aturan dalam berinternet bahwa penggunaan kata-kata kasar dan mengadu domba dalam berkomunikasi jelas dilarang oleh agama sebagaimana tertera dalam al-Qur’an maupun hadits. Demikian pula hal ini melanggar etika pergaulan dan salah satu tujuan media sosial sebagai personal branding menjadi tereduksi.

Bermedia sosial hendaknya digunakan oleh para penggunanya untuk melakukan kegiatan positif seperti belajar bersama, berbagi ilmu pengetahuan, dan kegiatan bermanfaat lainnya. Tidak melakukan ghibah dalam bermedia sosial. Dan tidak melakukan pembunuhan karakter baik terhadap seseorang tertentu yang terhubung dengan akun media sosialnya atau mengintimidasi orang lain yang tidak terhubung dengan akun media sosialnya. Tidak boleh mempertontonkan hal-hal yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi. Tentu saja, bagi pengguna media sosial yang beragama Islam dilarang mempromosikan hal-hal yang diharamkan oleh agama Islam.

Kesimpulan bermedia sosial adalah kegiatan yang nyaris dilakukan oleh setiap orang, baik tua maupun muda. Walaupun bukan bagian dari kebutuhan pokok, tetapi pola komunikasi yang demikian sudah mengarahkan masyarakat untuk “melek” secara virtual.

Dikarenakan kurangnya persiapan atas perubahan tatanan dunia yang terdiri dari dunia nyata dan dunia maya, maka banyak terjadi kekecauan di dunia nyata yang ditimbulkan oleh kekacauan di dunia maya. Sehingga, hal-hal di dunia maya yang menguras emosi yang seharusnya tidak terjadi justru menyita waktu dan pikiran di dunia nyata secara lebih banyak.

Bahkan dalam beberapa kasus kekacauan itu justru dikriminalkan. Tafsiran-tafsiran yang muncul dari sesuatu yang diunggah di media sosial menjadi semakin bebas sehingga meniscayakan penilaian-penilain lain. Yang bisa menjadi sangat berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh informan. Oleh karenanya, perlu adanya aturan etika untuk dipedomani sebagai kode etik berinteraksi di media sosial. Karena, bagaimanapun, orang-orang di dunia maya, pada dasarnya adalah orang-orang yang hidup di dunia nyata. Maka, interaksi yang baik berlandaskan etika dan budaya juga harus dilakukan oleh masyarakat dunia maya, netizen. Fiqih jurnalistik, sebagai landasan etika yang ditawarkan Islam mengusung nilai-nilai universal yaitu keadilan, demokrasi, toleransi, dan juga konsistensi. Selayaknya, umat Islam dalam bermedi sosial hendaknya menjaga etika dengan tidak menyebarkan fitnah, bersikap sopan, tidak mempomosikan pornoaksi maupun pornografi, tidak bergosip dan tidak memanfaatkan media sosial untuk menjual barang-barang yang diharamkan.

Sumber:

  • Al-Muwafaqat Fii Ushul al-Syari’ah Karya Abu Ishaq al-Syathibi
  • Etika Berkomunikasi di Dunia Maya Karya Nur Hadi W,
  • Kajian Fikih : Fikih Jurnalistik, Karya Muhammad Habibi Siregar,

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *