Dua Sistem Kerjasama Bisnis dalam Islam
HIDAYATUNA.COM – Sistem ekonomi berbasis syariah saat ini semakin booming. Apalagi dengan tampilnya KH Ma’ruf Amin yang mendapat gelar bapak ekonomi syari’ah, menjadi wakil presiden RI. Kegiatan ekonomi berbasis syari’ah tidak hanya menjadi trend namun sudah menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Salah satu bentuk kegiatan ekonomi berbasis syari’ah adalah mengatur kerjasama bisnis antara dua pihak atau lebih. Adapun sistem kerjasama bisnis berbasis syari’ah dalam fiqh dibagi menjadi dua macam:
Musyarakah (partnership)
Musyarakah atau disebut juga dengan syirkah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi, baik dana ataupun tenaga, dengan keuntungan dan kerugian dibagi bersama sesuai kesepakatan. Salah satu dalil syirkah adalah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i. Adapun rukunnya ada tiga: pertama, pihak yang berserikat atau berkongsi. Kedua, jenis usaha dan sejumlah modal yang dijadikan objek perserikatan. Ketiga, Kesepakatan atau ijab qabul.
Dalam perspektif imam mazhab musyarakah atau syirkah ada 4 (empat) macam:
- Syirkah In’an
Syirkah In’an adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih, yang masing-masing pihak menyediakan modal dan tenaga, dengan sistem bagi hasil keuntungan. Dalam syirkan in’an modal yang ditanamkan, kerja yang dilakukan, serta hasil yang diterima masing-masing pihak tidak harus sama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai modal yang ditanamkan masing-masing pihak. Contoh Ahmad dan Saiful bersepakat membuka sebuah toko pakaian. Ahmad menyetorkan modal 60% dari jumlah modal terkumpul. Saiful menyetorkan 40 % dari jumlah modal terkumpul. Ketika toko mendapatkan keuntungan dalam periode tertentu maka Ahmad mendapatkan keuntungan 60%, sedangkan Saiful 40%. Ketika toko rugi maka Ahmad menangggung kerugian sebesar 60%, dan Saiful 40%.
- Syirkah Muwafadhah
Syirkah Muwafadhah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih, yang masing-masing pihak menyediakan modal dan tenaga yang sama, dengan sistem bagi hasil keuntungan yang sama pula. Dengan demikian dalam syirkan muwafadhah ini para pihak harus memiliki tanggungjawab yang sama, baik dalam modal, tenaga maupun beban kerugian atau hutang yang ditanggung. Contoh Ahmad dan Saiful bersepakat membuka sebuah counter HP. Mereka kemudian mengumpulkan modal dengan porsi yang sama. Lalu menentukan jadwal jaga counter (bisa diwakilkan) juga dengan porsi waktu yang sama. Hasil dari bisnis ini kemudian dibagi sama rata, jika ada kerugian juga ditanggung dengan porsi yang sama. Mazhab Hanafi dan Maliki memperbolehkan sistem ini.
- Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh adalah kerjasama antara dua pihak (atau lebih) dengan modal kepercayaan (bukan finansial) di mata pemilik barang, kemudian diperdagangkan dan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan. Contoh Ahmad dan Saiful bekerjasama dalam hal jual beli hewan ternak. Mereka mendapatkan ternak dari petani langsung dengan sistem mereka bawa dulu ternaknya ke pasar, setelah laku baru mereka bayar ke Petani. Keuntungan dari hasil jual ternak tersebut lalu mereka bagi sesuai kesepakatan. Contoh lainnya jasa penjualan properti milik orang lain dimana biasanya akan mendapat keuntungan dari presentase hasil penjualan. Sistem ini mirip makelar seperti yang dilakukan banyak orang. Sistem ini diperbolehkan oleh selain mazhab Syafi’i.
- Syirkah Abdan/A’mal
Syirkah Abdan/A’mal adalah kerjasama antara dua pihak (atau lebih) dalam mengerjakan suatu pekerjaan, tanpa ada modal, kemudian keuntungan dibagi sesuai kesepakatan. Contoh Ahmad dan Saiful bermitra mengerjakan sebuah proyek pembangunan dari seorang kontraktor, dan uang hasil pengerjaan proyek pembangunan dari kontraktor mereka bagi berdua sesuai kesepakatan. Contoh lainnya seperti event organizer, wedding, pengerjaan proyek listrik, jasa menjahit, dan seterusnya. Sistem ini juga diperbolehkan oleh selain mazhab Syafi’i.
Mudharabah (investing)
Mudharabah adalah suatu bentuk kerjasama bisnis dimana satu pihak sebagai penyedia modal (investor), dan pihak lainnya sebagai pengelola bisnis, dengan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan. Namun apabila usaha tidak untung atau rugi maka pihak pengelola tidak mendapatkan upah atas usahanya. Contoh Ahmad dan Saiful bersepakat menjadi mitra bisnis, menjalankan sebuah usaha peternakan. Ahmad sebagai investor yang menanamkan sejumlah modal. Saiful selaku pengelola dari modal yang Ahmad berikan. Mereka bersepakat keuntungan bersih dari peternakan dibagi 55% untuk Ahmad dan 45 % untuk Saiful. Ketika panen dan untung maka keuntungan dibagi sesuai kesepakatan. Namun pada masa panen setelahnya mengalami kerugian, maka Saiful tidak berhak mendapat upah dari usaha yang dikelolanya. Sedangkan Ahmad tidak juga berhak menuntut kerugian atas modal yang ia tanamkan. Namun apabila Saiful lalai sehingga mengalami kerugian maka ia mengganti kerugian tersebut sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka tentukan.
Adapun Rukun Mudharabah sebagai berikut:
- Sahibul Mal (investor)
- Mudharib (Pengelola)
- Mal (Modal)
- Amal (Jenis usaha)
- Ribh (Laba)
- Ijab qabul (kesepakatan)
Demikian macam-macam sistem kerjasama bisnis yang telah diatur dalam Islam. Kita bisa menjadikannya sebagai pedoman bisnis dalam konteks kekinian. Dengan mengaplikasikan kerjasama bisnis berbasis syari’ah sebagaimana dijelaskan diatas, seorang muslim atau muslimah bisa menjadi pribadi yang kaffah, atau tidak setengah-setengah dalam beragama. Terciptanya hubungan silturahmi yang erat. Selain itu juga mampu menghindari hal-hal bersifat syubhat dalam proses berbisnis, atau terhindar dari transaksi-transaksi ribawi. Selain itu juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan amar ma’ruf nahi munkar, serta menciptakan kemajuan ekonomi umat lewat penciptaan lapangan pekerjaan.
Heri Kurniawan
(Entrepreneur Muda)