Cerita Mengenai Sisi Lain Berhala
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Berhala biasanya dijadikan objek sesembahan oleh orang yang terlalu bodoh untuk sekedar berpikir sederhana bahwa ia hanya objek tidak berguna.
Tapi, ada sisi lain yang bisa dimanfaatkan masyarakat dari berhala, yaitu sisi ekonominya.
Dahulu kala di zaman jahiliah, mempunyai sebuah berhala idola berarti menjadi rujukan dan pemimpin agama. Karena itu, setiap suku besar membuat berhalanya masing-masing.
Kalau tidak punya berhala, orang gak mau ziarah ke kampungnya dong. Kalau gak diziarahi, gak ramai dong, gak keramat dong, dan pada akhirnya gak jadi tokoh dong, tentu saja gak kaya dong.
Akhirnya, semua berlomba bikin berhala. Ada berhala besar milik suku/kabilah, ada juga berhala kecil buatan tokoh tertentu. Semuanya dijajakan untuk disembah.
Kreativitas pembuat berhala berperan penting di sini untuk mengarang keahlian tertentu bagi berhalanya, misalnya ini berhala makelar urusan rezeki, ini berhala makelar jodoh, dan seterusnya.
Apabila berhalanya laku dan dikeramatkan, maka penbuatnya tentu otomatis akan menjadi tokoh penting sebagai pemimpin ritual untuk berhala makelar kebutuhan khusus itu.
Adapun soal besar seperti hidup mati, mereka gak percaya ke berhala tapi percayanya ke Allah selaku pencipta semesta.
Mereka sama-sama tahu kalau berhalanya lemah dalam hal besar yang berhubungan dengan hidup mati, jadi hanya untuk kebutuhan khusus yang kecil saja.
Tentu yang begini tidak dinamakan bertauhid sama sekali. Aneh, bisa-bisanya ada yang percaya teori absurdnya Ibnu Taymiyah yang dijajakan oleh Ibnu Abdil Wahhab (dengan harakah wahhabiyahnya) bahwa kaum jahiliah bertauhid dalam urusan rububiyah tapi hanya musyrik dalam sisi uluhiyah.
Semua yang melek literasi paham bahwa bagi orang bodoh jahiliah, berhala dianggap punya kekuatan untuk menciptakan keuntungan khusus yang tidak tergantung pada Allah.
Sehingga mereka disembah dan akhirnya membuat kita yakin bahwa orang jahiliah sama sekali tidak pernah bertauhid sedetik pun bahkan dalam kondisi genting pun.
Mereka tetap meyakini banyak Tuhan, tapi mereka meyakini masing-masing sesembahan punya peran khusus.
Keyakinan bodoh itulah yang dimanfaatkan oleh orang licik tapi cerdik yang ingin menkonversi kebodohan menjadi uang.
Maka disebarlah cerita bombastis dan aneka testimoni soal kekeramatan berhala agar laku.
Mereka diminta menyembelih kurban atau memberi koin uang sedekah untuk diberikan pada berhalanya yang tentu pada akhirnya dinikmati oleh tokoh di belakangnya.
Kalau orang bodoh sudah fanatik, maka uang mereka akan diberikan secara suka rela.
Sekarang, berhala dalam bentuk patung seperti dulu mungkin sudah tidak lumrah di dunia yang mengenal dua kalimat syahadat.
Tapi nalar ekonomi dari keberadaan berhala tetap ada sehingga berhalanya muncul dalam bentuk lain. Apa itu? Makam keramat.
Kerena itu, beberapa tahun terakhir banyak makam antah berantah yang tidak jelas siapa orang yang dimakamkan di sana tetiba disulap menjadi makam keramat.
Awal mulanya diceritakanlah sebuah mimpi atau wangsit bahwa ternyata makam tertentu adalah makam orang hebat.
Langkah kedua adalah menyebar cerita keramat. Baik mimpi atau cerita keramatnya tidak perlu dibuktikan sebab orang bodoh tidak perlu bukti atau pembuktian, yang penting gayanya meyakinkan.
Langkah ketiga diberikan gelar. Nama gelarnya bisa bermacam-macam, yang jelas pasti yang dikubur diberi gelar fantastis yang dapat membuat masyarakat yang berotak jahiliah terpesona dan mau berziarah ke sana dan tentu mau dengan suka rela mengeluarkan uangnya di sana.
Jangan dikira warga desa dan tokoh setempat semua percaya dan betul-betul mengeramatkan makam yang sejak kecil mereka anggap bukan siapa-siapa itu, tidak.
Tapi yang jelas, keberadaan makam keramat di sebuah desa akan mengangkat perekonomian warga sekitar.
Akhirnya, tokoh setempat ikut berperan sebagai tokoh penting dalam urusan makam. Warga setempat pun kompak mencari rezeki dari para peziarah yang datang.
Di tahap ini, makam baru ini sudah jadi berhala yang menguntungkan secara ekonomi. Mengganggu eksistensi makam atau mempertanyakannya akan dianggap sebagai upaya melawan hajat warga.
Saya bukan anti makam atau anti ziarah makam wali. Selama makam paling keramat di dunia, yakni makam Rasulullah Muhammad diziarahi dan diharapkan berkahnya.
Maka makam orang-orang shalih yang mengikuti jejak nabinya perlu juga diziarahi dan tentu dapat diharapkan berkahnya.
Hanya saja, saya hanya ingin memotret sisi lain dari makam tidak jelas yang kemudian diberhalakan demi keuntungan ekonomis.
Intinya, jangan mudah percaya pada makam baru, ah bukan, intinya harus memakai nalar untuk berpikir jernih pada informasi apa pun.
Semoga bermanfaat. []