Bukti Historis Turunnya Al-Quran Bertahap dan Dampaknya

 Bukti Historis Turunnya Al-Quran Bertahap dan Dampaknya

Al-Qur’an turun dalam masa sekitar 22 tahun atau lebih tepatnya dalam masa 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari. Setidaknya ada beberapa faktor yang menjadi bukti historis turunnya AlQur’an secara bertahap, diantaranya;

Pertama, kondisi masyarakat Arab yang hidup pada masa turunnya AlQur’an adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis (ummi). Bahkan Nabi Muhammad sendiri juga termasuk dalam golongan masyarakat tersebut, ia juga tidak hidup dan bermukim di tengah-tengah masyarakat yang relatif telah mengenal peradaban seperti Mesir, Persia atau Romawi.

Dan satusatunya andalan mereka adalah melalui hafalan. Hal ini mengindikasikan bahwa Al-Qur’an tidak diturunkan secara sekaligus, mengapa? Karena Al-Qur’an diturunkan kepada seorang Nabi yang tidak kenal baca-tulis (ummi) dan dari proses turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur tentu akan lebih mempermudah beliau dalam menghafalkannya. (Subhi As-Shalih, 1999: 61-62). Selain itu, jika Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus di dalam masyarakat baru yang mulai berkembang, tentu akan mengejutkan mereka dengan perundang-undangan, kebiasaan-kebiasaan dan etika yang belum biasa mereka hayati sebelumnya.

Kedua, ayat Al-Qur’an turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebagaimana ketika Al-Qur’an menegaskan bahwa wahyu turun secara terpisah dan berangsur-angsur.

“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (Q.s. Al-Isra’ [17]: 106).

Dilihat dari ungkapan-ungkapan ayat-ayat tersebut, untuk arti menurunkan, semuanya menggunakan kata tanzil bukan inzal. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an diturunkan secara bertahap atau berangsur-angsur. Berbeda dengan kitab-kitab samawi sebelumnya, yakni Taurat, Injil, dan Zabur yang turun sekaligus.

Rupa-rupanya keterangan tersebut membangkitkan reaksi kaum musyrikin yang biasa menerima sya’ir dalam jumlah banyak dan sekaligus, bahkan ada yang mendengar dari kaum Yahudi bahwa Taurat diturunkan secara sekaligus. Mereka mempertanyakan perihal kenapa Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur, malah mereka ingin Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus. (Subhi As-Shalih, 1999: 56).

Reaksi mereka disebut dan dijawab dalam Al-Qur’an:

Orang-orang kafir mempertanyakan: ‘Kenapa AlQur’an tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) sekaligus’? Demikianlah, (Al-Qur’an Kami turunkan secara berangsur-angsur) untuk memperteguh hatimu (hai Muhammad) dan Kami membacakannya secara tartil(perlahan-lahan, jelas dan sebagian demi sebagian). Tiap mereka datang kepadamu membawa suatu permasalahan, Kami selalu datangkan kepadamu kebenaran dan penafsiran yang sebaik-baiknya (Al Furqon: 32-33). 

Pertanyaan orang kafir itulah yang dijadikan landasan beberapa ahli tafsir. Bahwasanya orang kafir merasa heran dengan turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur karena mereka mengetahui bahwa kitab-kitab sebelumnya diturunkan secara sekaligus. Bukanlah kitab itu benda kemudian diturunkan secara sekaligus begitu saja, tetapi diturunkan (dibacakan) sekaligus oleh malaikat Jibril. (Nur Kholis, 2008: 66-67).

Dampak dari proses turunnya AlQur’an secara berangsur-angsur sesungguhnya membuat dakwah Nabi dan ajaran Al-Qur’an lebih mudah dan leluasa untuk diterima dikalangan

masyarakat saat itu. Karena proses turunnya ayat-ayat Al-Qur’an tersebut sangat disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat saat itu, bahkan sejarah yang diungkapkan adalah sejarah bangsa-bangsa yang hidup di sekitar Jazirah Arab, peristiwa-peristiwa yang dibawakan adalah peristiwaperistiwa mereka, adat-istiadat dan ciriciri masyarakat yang dikecam adalah yang timbul dan yang terdapat dalam masyarakat tersebut. (Quraish Shihab, 2006: 39).

Kendatipun begitu, bukan berarti bahwa ajaran-ajaran Al-Qur’an hanya dapat diterapkan dalam masyarakat pada waktu itu saja. Karena yang demikian itu hanya untuk dijadikan argumentasi dakwah dan peristiwa dari sejarah umat-umat diungkapkan sebagai pelajaran atau peringatan bagaimana perlakuan Tuhan terhadap orang-orang yang mengikuti jejak mereka.  (*)

Sumber: Jurnal Cahaya Khaeroni, Sejarah AlQuran.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *