Bolehkah Petani yang Lahannya Terdampak Menentang Pembangunan Jalan Tol?
HIDAYATUNA.COM – Petani bersyukur tinggal di Indonesia karena tahanya subur dan cocok untuk ditanami apa pun. Petani juga menjadi penjaga ketahanan pangan paling depan dalam memakmurkan Indonesia.
Di kehidupan modern sekarang, sawah-sawah banyak yang telah berubah menjadi tiang-tiang penyangga bangunan berupa besi. Apalagi dengan adanya proyek pembuatan jalan tol dan sejenisnya sehingga kehidupan petani banyak pula yang beralih.
Banyak petani yang kemudian menjual sawahnya atau merelakan lahannya untuk proyek pembangunan. Misalnya saja pembuatan jalan tol yang kemudian memaksa para petani menyerahkan tanahnya untuk dibuat jalan.
Para petani ini kemudian diiming-imingi ganti rugi ber-miliaran. Ada yang mengikhlaskan karena mereka berharap dengan uang tersebut bisa mencari lahan baru untuk cocok tanam kembali.
Namun tidak jarang pula ada petani yang kemudian dengan lantang menentang proyek pembangunan jalan tol dengan alasan banyak merugikan petani yang lahannya terdampak. Bahkan mereka tidak gentar meski tawaran uang melambai-lambai di depan.
Pemerintah pun tetap melajukan rencananya membangun jalan tol dan menggerus lahan milik petani. Apakah tindakan pemerintah tersebut dapat dibenarkan? Bukankah sama saja itu berarti menzalimi rakyat cilik?
Dalam buku Gerbang Fikih, tindakan pemerintah terhadap petani tersebut diperbolehkan jika ada mashlahah ‘ammah (kemaslahatan umum). Pemerintah wajib memberikan ganti rugi terhadap petani dengan harga standar.
Jika petani tidak terima dengan proyek pembangunan jalan tol tersebut, bolehkah petani yang lahannya terdampak menentang? Bolehkan petani menjual lahannya dengan harga yang tidak bersahabat?
Jawabannya tidak diperbolehkan. Soal harga, para petani hanya dibolehkan jika mengikuti harga umumnya. Wallahu’alam bi Showab.