Batas Istita’ah Ekonomi Calon Jemaah Haji

 Batas Istita’ah Ekonomi Calon Jemaah Haji

Skema Petugas Haji Hadapi Puncak Haji (Ilust/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Haji adalah ibadah yang menjadi keutamaan bagi umat muslim, yakni menjadi rukun islam kelima. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S. Ali-Imran ayat 97. Ibadah ini diwajibkan bagi muslim yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah.

Allah Swt. berfirman yang artinya:

“Dan diantara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana”. Dalam pemaknaannya, kata mampu diartikan menjadi mampu secara ekonomi dan fisik.” (Q.S. Ali-Imran ayat 97)

Meninjau perihal istita’ah atau kemampuan calon jemaah secara ekonomi, Indonesia menetapkan besaran biaya pendaftaran ibadah haji sebesar Rp 25.000.000,-. Biaya tersebut kemudian dilunasi calon jemaah haji reguler sebelum keberangkatan. Adapun besarannya kurang lebih Rp 10.000.000,-.

Dilansir dari kumparan, Kementerian Agama berbicara kemungkinan biaya haji dan umrah naik tahun 2021. Diketahui biaya haji tahun 2020 rata-rata sebesar Rp 35.235.602 per jemaah. Dengan besaran tersebut, wajar apabila terdapat kemungkinan banyaknya umat muslim yang mampu secara finansial untuk berangkat menuju Baitullah.

Rasionalisasi Besaran Biaya Haji

Muhammad Akhyar Adnan (2020) dalam Menuju Rasionalisasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji menyebutkan bahwa sangat banyak masyarakat yang tidak tahu. Biaya sesungguhnya (real cost) per jemaah haji untuk tahun 2019 adalah Rp 70-72juta. Artinya, kalau jemaah haji hanya menyetor sebesar Rp 35juta, ada subsidi sebesar 100% (seratus persen).

Lalu, dari manakah dana subsidi tersebut berasal? Dana tersebut berasal dari pengelolaan investasi oleh Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) yang dibentuk berdasarkan UU No. 34 tahun 2014.

Dalam pengelolaannya, BPKH membuat sistem Dana Abadi Umat (DAU). DAU ini dihasilkan dari sisa operasional biaya haji serta sumber-sumber lain yang halal untuk kemudian diinvestasikan.

Nilai manfaat dari hasil investasi inilah yang kemudian digunakan untuk menyubsidi kebutuhan jemaah haji. Adanya bantuan pengelolaan dari pemerintah ini ternyata memberikan kemaslahatan bagi umat.

Namun, akan begitu menarik apabila hal ini diperbincangkan secara lebih mendalam. Bahwa subsidi tersebut sesungguhnya merupakan hasil dari perolehan biaya pendaftaran.

Calon jemaah haji di masa tunggu yang akan datang telah membayar sehingga bukan hanya dimiliki oleh calon jemaah yang akan berangkat. Kemudian, besaran subsidi yang berkisar 100% itu, bukan merupakan jumlah yang sedikit. Keberlangsungan dari sistem ini pun ternilai cukup riskan.

Subsidi Dana Haji Pemerintah

Bukan hanya itu, masih ada problem lain. Masyarakat awam tidak mengetahui bahwa sebenarnya besaran biaya haji itu dibantu oleh pemerintah.

Jika ada yang merasa mampu untuk membayar biaya haji yang kurang lebih Rp 35.000.000,- itu. Mereka akan berbondong-bondong untuk mendaftar. Padahal, biasa asli dari ibadah haji per jemaah adalah 2 (dua) kali lipatnya.

Oleh sebab itu, diperlukan adanya pendalaman pengetahuan mengenai besaran biaya haji sebenarnya. Penyelenggara haji melalui pemerintah dengan asas keterbukaannya berkewajiban memberikan informasi untuk calon jemaah.

Ternyata besaran biaya haji yang dibayarkan calon jemaah tersebut telah disubsidi oleh pemerintah.

Umat yang hendak mendaftar haji juga mampu mempertimbangkan keputusannya. Apakah sudah benar-benar memenuhi batas istitaah jika ternyata dalam kurun waktu kedepan subsidi pemerintah tidak lagi sebesar saat ini.

Ashari Mujamil

https://hidayatuna.com

Mahasiswa Manajemen Dakwah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *