Bisakah Mengganti Nama Setelah Haji?
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sejak berangkat haji saya sudah berniat melakukan kebiasaan yang diamalkan oleh kiai-kiai Pesantren saat melakukan haji ke Makah.
Seperti sowan-sowan ke ulama Makah, istifadah ilmu, termasuk mengganti nama. Kenapa ada ganti nama?
Saya belum tahu sejarahnya diawali oleh siapa. Yang jelas kiai-kiai Pesantren banyak yang melakukannya. Pendiri Pondok Lirboyo bernama Mbah Yai Manaf.
Setelah ibadah haji lebih dikenal dengan nama KH Abdul Karim. Pendiri Pondok Ploso memiliki nama di masa kecil sebagai Kiai Mas’ud.
Setelah ibadah haji dikenal dengan nama KH Ahmad Jazuli. Boleh dibilang cukup banyak kiai-kiai yang melakukannya.
Apa motif mengganti nama? Saya dapat penjelasan tentang Pendiri Muhammadiyah nama aslinya adalah Muhammad Darwis diganti nama KH Ahmad Dahlan oleh Syekh Abu Bakar Syatho.
Tujuannya agar seperti ulama besar zaman itu, yakni Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan, Mufti Syafi’iyah di Hijaz.
Jadi sedikit menemukan titik terang ke mana istinbathnya, yaitu mengharap kebaikan dan keteladanan di antara hamba-hamba Allah yang saleh.
ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻗﺎﻝ: ” ﻛﺎﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻳﺘﻔﺎءﻝ ﻭﻻ ﻳﺘﻄﻴﺮ، ﻭﻳﻌﺠﺒﻪ اﻻﺳﻢ اﻟﺤﺴﻦ “
Artinya:
“Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melakukan tafaaul (mengharap kebaikan) dan tidak suka merasa sial. Nabi senang dengan nama yang bagus.” (HR. Ahmad)
(ﺣﺴﻦ اﻻﺳﻢ) ﻷﺟﻞ اﻟﺘﻔﺎﺅﻝ ﻓﺈﻥ اﻟﻔﺄﻝ اﻟﺤﺴﻦ ﺣﺴﻦ ﻭﺑﻴﻦ اﻻﺳﻢ ﻭاﻟﻤﺴﻤﻰ ﻋﻼﻗﺔ ﻭﺭاﺑﻄﺔ ﺗﻨﺎﺳﺒﻪ
Artinya:
“Redaksi hadis “nama yang bagus” adalah untuk mengharap kebaikan. Karena mengharap kebaikan adalah sebuah kebaikan. Antara nama dan orangnya memiliki hubungan yang sesuai.” (Faidh Al-Qadir, 1/311)
Bagaimana fatwa Ulama Saudi? Rupanya masalah ini pernah ditanyakan kepada Syekh Bin Baz selaku Ketua Fatwa Arab Saudi. Beliau menjawab:
ﻛﺎﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻐﻴﺮ اﻷﺳﻤﺎء اﻟﺴﻴﺌﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﺳﻤﺎء ﺣﺴﻨﺔ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺗﻐﻴﻴﺮ ﺣﺠﺎﺝ ﺃﻧﺪﻭﻧﻴﺴﻴﺎ ﺃﺳﻤﺎءﻫﻢ ﻣﻦ ﺃﺟﻞ ﺫﻟﻚ ﻻ ﻣﻦ ﺃﺟﻞ اﻧﺘﻬﺎﺋﻬﻢ ﻣﻦ اﻟﺤﺞ ﺃﻭ اﻟﺰﻳﺎﺭﺓ ﻟﻠﻤﺴﺠﺪ اﻟﻨﺒﻮﻱ ﻟﻠﺼﻼﺓ ﻓﻴﻪ ﻓﻬﻮ ﺟﺎﺋﺰ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺃﺟﻞ ﻛﻮﻧﻬﻢ ﺑﻤﻜﺔ ﺃﻭ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﺃﻭ اﻧﺘﻬﺎﺋﻬﻢ ﻣﻦ اﻟﺤﺞ ﻣﺜﻼ ﻓﻬﻮ ﺑﺪﻋﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﺑﺴﻨﺔ.
Artinya:
“Nabi shalallahu alaihi wasallam mengubah nama yang buruk ke nama yang baik. Jika jemaah haji Indonesia mengubah namanya karena hal itu -bukan karena selesai haji atau ziarah ke Masjid Nabi- maka boleh. Jika mengubah nama karena di Makah atau Madinah atau selesai dari haji maka ini adalah bidah.” (Fatawa Lajnah Ad-Daimah, 1/519)
Alhamdulillah sore kemarin saya sowan kepada Sayid Zakariya Al Halabi, Penerus Pengajian yang diasuh Musnid Dunya Maulana Syekh Yasin Al-Fadani.
Saat saya bertabaruk nama setelah haji beliau menetapkan nama saya dengan Tafaaul kepada Syekh Maruf Al-Karkhi (199 H). Beliau mengatakan,
“Namamu adalah nama Sayidus Shufiyah” dan beliau mendoakan keberkahan.
Tiba-tiba saya ingat saat dulu pertama diajak sowan oleh Abah ke KH Nurul Huda Jazuli di tahun 1994.
Beliau bertanya siapa nama anaknya yang akan mondok?
Abah menjawab: “Ma’ruf”. Yai Huda menambahkan intisabnya: “Ma’ruf Al-Karkhi”. Karkhi nama sebuah tempat di Baghdad, Iraq. []