Bangunan Masjid di Rusia Menjamur Pasca Runtuhnya Uni Soviet
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Pasca runtuhnya Uni Soviet pada tanggal 26 Desember 1991 silam di Rusia membawa babak baru bagi kawasan tersebut, termasuk Islam.
Bagaimana tidak, sejak di bawah kekuasaan Uni Soviet banyak komunitas muslim di negara tersebut yang mengalami kesulitan untuk sekedar menjalankan ibadah. Apalagi mendirikan masjid sebagai rumah ibadah.
Namun setelah runtuh dan berganti menjadi Rusia, secara berlahan komunitas muslim di negara tersebut mulai merasakan kebebasannya dalam memeluk agama.
Saat ini bangunan masjid di Rusia terus menjamur seiring meningkatnya jumlah pemeluk Islam di negara tersebut. Bahkan dalam laporan Republika sebagaimana dilansir Hidayatuna.com, Kamis (26/11/2020) menyebutkan bahwa jumlah tempat ibadah umat muslim semakin banyak.
“Hasil penelitian Marlene Laruelle dan Sophie Hohmann berjudul Polar Islam: Muslim Communities in Rusia’s Arctic Cities menemukan bahwa Khanty-Mansi-Yugra merupakan negara bagian dengan jumlah tempat ibadah Muslim terbanyak, yakni 22 unit,” tulis laporan tersebut.
Selain itu di daerah Yamalo-Nenets terdapat 13 unit tempat ibadah. Kemudian di Republik Komi ada delapan unit masjid. Sementara di Yakutia terdapat delapan unit tempat ibadah umat Islam.
“Secara keseluruhan, ada sebanyak 59 tempat ibadah Muslim yang tersebar di berbagai kota seluruh Utara Jauh, Rusia,” sambung laporan tersebut.
Negara Turut Andil dalam Pendirian Masjid
Menariknya lagi, puluhan tempat ibadah umat muslim ini, baik masjid, mushala, maupun ruang shalat, berdiri dengan izin resmi otoritas setempat.
“Artinya, ada keberpihakan negara terhadap kebebasan masyarakat untuk menjalankan ibadah sesuai kepercayaan masing-masing,” jelasnya.
Mengapa kasus di Rusia ini berbeda dengan di negara negara Eropa lainnya seperti Inggris atau Prancis? Padahal mereka juga sama sama menganut paham sekuler?
Hal ini dikarenakan, tingkat islamofobia di Rusia terbilang sangat rendah. Berbeda dengan di Prancis ataupun di Inggris. Dimana tingkat islamofobia di dunia negara ini sangat tinggi.
Seperti yang baru-baru ini ramai diberitakan, penghinaan terhadap Islam kembali mencuat dan menyeret nama Presiden Prancis karena turut membela pembuat karikatur Nabi Muhammad. Hal itu dilakukan dengan mengatasnamakan kebebasan berpendapat. Belum lagi soal tindakan kriminal terhadap guru sejarah.