101 Mahasiswa Katolik Belajar Keberagaman dan Toleransi di Tebu Ireng

 101 Mahasiswa Katolik Belajar Keberagaman dan Toleransi di Tebu Ireng

HIDAYATUNA.COM, Jombang – Pondok Pesantren (PP) Tebu Ireng Jombang, Jombang, kedatangan tamu mahasiswa-mahasiswi sebanyak 101 dari 22 kampus di Indonesia, Jumat (1/11/2019).

Selaku tuan rumah Batch V, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) ini memang sengaja mengajak para peserta Intercultural Student Camp (ISC) ke Tebu Ireng untuk belajar, mengetahui keberagamanan dan toleransi, sesuai dengan tema dari ISC kali ini ‘Tantangan Kaum Milenial dalam Mewujudkan Peradaban Kasih’.

Novianto dari Asosiasi Perguruan tinggu Katolik (Aptik) mengatakan, di depan pengurus pondok pesantren, ISC adalah agenda tahunan dan tuan rumah yang bergilir.

“Di tahun ini, kami ingin mahasiswa sebagai penerus generasi, bisa saling mengenal dan memahami keberagaman di Indonesia, ya suku, agama, bahasa dan budaya,” papar Novianto.

Di sisi lain, pada kesempatan kali itu, Kepala Pondok Putra Tebu Ireng, Iskandar memperkenalkan Tebu Ireng kepada para mahasiswa yang datang. Seperti pendiri Ponpes Tebu Ireng, KH Hasyim Asy’ari yang juga kakek dari Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

“Usianya sudah 120 tahun Agustus lalu. Ini salah satu pondok tertua di Indonesia. Memang, Tebu Ireng sangat terbuka bagi semua orang yang ingin datang berkunjung. Bahkan untuk tamu-tamu yang berbeda iman,” ungkap Kepala Pondok Putra Tebu Ireng itu.

“Jadi, Anda sekalian bukan hanya yang pertama datang ke Tebu Ireng. Bahkan, calon pastor se-Asia Tenggara pernah mondok 15 hari di sini. Kita terima dengan baik, kami perlakukan dengan baik. Dan semoga itu bisa menjadi kesan yang baik pula. Kami berharap dengan cara itu, stigma miring tentang Islam, tentang pondok pesantren bisa ditepis. Mau beda agama, duku dan semuanya bisa datang ke Tebu Ireng dan kita berdiskusi” imbuhnya.

Selain itu, Iskandar menegaskan minitur Indonesia dalam masalah agama, suku dan budaya ada di Tebu Ireng. Dan bagaimana tantangan generasi muda di era milenial seperti sekarang ini.

Lebih lanjut, Kepala Madrasah Aliyah Tebu Ireng, Roziki mengatakan bahwa di era serba terbuka ini, penyebaran berita yang tidak benar menjadi sebuah tantangan. Bagaimana berita yang tidak jelas sumbernya itu tidak lagi beredar luas.

“Tantangannya bagaimana jari-jari kita tidak ikut menyebarkan, bahkan tidak ikut nge-like informasi itu,” ungkap Kepala Madrasah Aliyah Tebu Ireng.

Bagaimana sebuah perbedaan itu sudah dikehendaki, Roziki melanjutkan, bahkan Gus Dur sendiri sangat terbuka terhadap perbedaan walau dia sendiri sangat taat terhadap agamanya.

“Nahdlatul Ulama yang didirikan pertama kali oleh KH Hasyim Asy’ari, menerima Pancasila sebagai asas negara kita untuk pertama kalinya. Bangsa ini dibangun dari keberagaman dan perbedaan,” pungkas Roziki.

Usai melakukan diskusi, rombongan mahasiswa-mahasiswi itu juga melakukan ziarah ke makan Gus Dur yang berada dalam satu komplek dengan pondok pesantren. Selanjutnya rombongan menuju Gereja Pohsarang Kediri.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *