Wajah Pendidikan Indonesia: Bukan Hanya Siswa, Guru Harus Beretika
HIDAYATUNA.COM – Kita semua sepakat bahwa pendidikan adalah salah satu pilar penting dalam kehidupan seseorang. Tanpa pendidikan sulit bagi seseorang untuk mengikuti perkembangan zaman.
Tetapi, apa yang kita lihat hari ini, dunia pendidikan Indonesia tampaknya kian memprihatinkan bukan. Bukan hanya tidak meratanya fasilitas sekolah, tetapi belakangan malah marak terjadi pelecehan seksual di dunia pendidikan itu sendiri.
Di zaman yang serba digital ini, kita sadari betul, bahwa kerap disuguhi oleh berita-berita yang kurang mengenakkan, bahkan cenderung menjijikkan. Bagaimana tidak, tidak hanya tawuran, hamil di luar nikah atau perilaku menyimpang lainnya yang dilakukan oleh peserta didik.
Akan tetapi, yang lebih menjijikkan adalah belakangan marak terjadi juga ketika seorang dosen mencabuli mahasiswanya sendiri.
Bahkan yang terbaru yakni seorang guru sekaligus pengasuh pondok pesantren (yang belakangan diketahui ternyata Boarding School) di Kabupaten Tasikmalaya tega mencabuli sejumlah santriwatinya. Sungguh menjijikkan.
Lunturnya Moral
Dunia kampus yang seharusnya menjadi ruang-ruang akademik demi lahirnya manusia-manusia yang berkeadaban. Juga, Boarding School yang merupakan lembaga pendidikan berasrama sebagai tempat untuk belajar memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam.
Dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari. Justru dirusak oleh oknum-oknum yang tidak punya nalar waras.
Saya kira kasus-kasus ini membuat siapa pun yang mendengarnya bakal miris, jijik, bahkan geram. Terlebih apa yang dirasakan oleh keluarga korban. Bagaimana tidak, seorang pendidik telah merenggut masa depan korban melalui aksi bejatnya.
Cinta-cita gembira, bakal melihat anaknya sukses dalam dunia pendidikan pun menjadi pupus, malah melahirkan kepiluan yang luarbiasa. Sebuah pendidikan hakikatnya merupakan bekal atau modal utama dalam menjalani kehidupan.
Seorang manusia dapat mebedakan suatu hal yang baik atau yang buruk, mana yang boleh dikerjakan dan mana yang tidak boleh, semuanya melalui sebuah proses pendidikan. Akan tetapi, kita tidak dapat memungkiri bahwa memang kondisi pendidikan kita hari ini sangat memprihatinkan.
Moral peserta didik pun kini sangat rendah. Tidak hanya peserta didik, tetapi hari ini justru yang membuat semakin miris adalah pendidiknya, tampak jauh dari sifat-sifat pendidik yang semestinya.
Pendidik memang tidak terlihat ikut dalam tawuran, Guru pun juga memang tidak terlihat saling bergandengan tangan dengan lawan jenis yang bukan makhrom-nya di temapat umum. Tetapi, kini pendidik itu kerap dikabarkan di berbagai media, bahwa telah melakukan pencabulan, pemerkosaan, bahkan menghamili peserta didiknya di luar pernikahan.
Bagaimana Pendidikan Menurut Islam?
Pendidik atau guru adalah orang tua kedua bagi para peserta didik, maka guru harus bisa berperan ganda menjadi seorang guru dan orangtua bagi anak didiknya. Guru tidak hanya memiliki tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tetapi seorang guru juga harus mampu menciptakan siswa-siswi memiliki karakter yang kuat.
Guru harus menanamkan moral serta etika yang baik terhadap anak didiknya. Dalam proses pengajaran, Islam pun, tidak mengajarkan pola pendidikan dengan cara kekerasan.
Justru sebaliknya, Islam sangat menekankan pola pendidikan yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Bahkan, dalam urusan dakwah pun juga diperhatikan oleh Islam.
Setiap dai diperintahkan untuk menyeru kepada seluruh umat manusia dengan kelembutan, kebijaksanaan, serta memberikan nasihat yang baik. Ini sesuai dengan apa yang tertuang di dalam QS. An-Nahl [16]: 125.
Dalam sebuah Hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Hendaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap kekerasan dan keji” (HR Bukhori).
Lewat hadis ini, saya kira, Rasulullah SAW memberikan ketegasan. Sebagai orangtua atau pun seorang pendidik dilarang untuk melakukan pendekatan dengan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak. Ini saya kira juga termasuk dalam hal-hal yang sifatnya pemaksaan.
Guru sebagai Teladan
Sebagian orang ada yang berpandangan bahwa antara pendidik dan yang dididik haruslah ada sekat pemisah dan jarak (keras). Agar berhasilnya proses pendidikan itu.
Tetapi, saya kira mereka lupa, bahwa kalau pendidikan yang dilakukan dengan penuh ancaman bahkan kerasan. Mereka sebenarnya hanya mencegah sifat-sifat amoral secara temporal saja.
Maka tak heran, ketika sebab ketakutan dan ancaman telah hilang, sifat-sifat jelek tersebut akan kembali tampak dalam perilaku anak didik itu. Apakah penindasan, juga kekerasan di dunia pendidikan sulit berakhir. Sebagaimana kita lihat begitu marah munculnya berbagai problem pendidikan yang kerap tampak tidak terselesaikan?
Sebagai pungkasan, saya hanya mengajak kepada saudara sekalian, bahwa seorang guru harus menjadi teladan yang baik bagi seluruh peserta didik. Maka dalam hal ini, bukan hanya siswa saja yang dituntut untuk memiliki etika dan moral yang baik.
Seseorang guru juga dituntut untuk memiliki etika maupun moral yang baik juga sehingga siswa dapat mengambil contoh dari seorang Guru tersebut. Pasalnya, rekaman otak siswa sangat kuat atas perilaku gurunya.
Seperti pepatah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Di dalam pepatah ini mengajarkan bahwa apabila kita meberikan hal yang buruk. Maka tidak mustahil akan dipraktikkan oleh mereka di kemudian hari dengan lebih buruk lagi.
Oleh sebab itu, guru harus mencontohkan hal-hal yang baik kepada mereka. Baik atau buruknya seorang pendidik merupakan representasi setiap perbuatan dan cerminan bagi anak didik.
Maka berikanlah contoh yang baik. Murid yang berkarakter adalah hasil dari didikan guru yang baik dan hebat. Semoga.