Tradisi Mbalah Alquran bil Ma’na oleh Kiai Abdul Fattah Hasyim di Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Setiap pesantren memiliki tradisi pengkajian agama Islam yang khas dan berbeda-beda. Seperti Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur yang memiliki tradisi mbalah Alquran bil ma’na.
Tradisi mbalah Alquran bil ma’na tersebut merupakan salah satu manifestasi kecintaan atau mahabbah Kiai Abdul Fattah Hasyim terhadap Alquran.
Berdasarkan kisah yang disampaikan oleh KH. Salim Azhar Paciran, seorang santri Bahrul Ulum tahun 1970-an, jadwal pengajian tahunan mbalah Alquran bil ma’na tersebut belum pernah kosong.
Adapun pengajian tahunan (bukan pengajian Ramadhanan) yang diasuh oleh Kiai Abdul Fattah Hasyim berupa pengajian Alquran bil ma’na dilaksanakan setiap usai jamaah salat asar.
Sistem dari mbalah Alquran bil ma’na bersama Kiai Adul Fattah adalah, beliau membacakan ayat-ayat Alquran yang akan diberi makna. Mbalah sendiri artinya adalah mengkaji.
Kemudian mulai dibaca per kalimat dan diberi makna sesuai dengan tafsir yang masyhur. Beliau juga turut menjelaskan asbabun nuzul setiap bertemu ayat-ayat yang berkaitan dengan asbabun nuzul.
Para santri diam mendengarkan dan ada pula yang turut mencatat ringkasan serta poin-poin penting dari penjelasan Kiai Abdul Fattah.
Cara pengajaran Alquran beliau sangat menarik bagi para santri. Ketika menceritakan pertempuran antara para sahabat dengan orang-orang kafir, beliau dapat membawakan cerita tersebut seolah-olah terasa nyata dan para santri bisa membayangkan setiap Langkah dan gerak mereka.
Setiap kali beliau membacakan cerita penafsirannya, para santri yang mendengarkan sukses dibuat terkesima. Biasanya pengajian mbalah Alquran bil ma’na tersebut diakhiri dengan membaca Selawat Badar yang dipimpin oleh Kang Ali Masri, santri senior dari Winong, Pati, Jawa Tengah.
Kiai Abdul Fattah dikenal sebagai sosok kiai yang benar-benar mendalami dan menghayati makna, arti serta sebab musabab turunnya ayat Alquran (asbabun nuzul).
Apabila kebetulan ayat yang dibacakan adalah ayat-ayat tentang nikmat, maka beliau menjelaskan dengan wajah yang berseri-seri. Para santri yang mendengarkan pun turut bahagia.
Jika kebetulan menerangkan ayat Alquran tentang azab dan siksaan, beliau terlihat sedih dan meneteskan air mata.
Sehingga suasana pengajian menjadi sunyi dan mengharukan, yang terdengar hanyalah suara Kiai Abdul Fattah Hasyim.
Walau tanpa pengeras speaker namun masih terdengar jelas oleh para santri yang duduk di serambi masjid.
Bukan hanya saat mengaji bersama para santri saja Kiai Abdul Fattah meneteskan air mata ketika menjelaskan ayat-ayat tentang siksaan, tetapi juga ketika beliau berkhutbah dan membaca ayat-ayat azab.
Bahkan saat berkhutbah dan membacakan ayat-ayat mengenai pedihnya azab, beliau tidak pernah tidak menangis.
Sungguh sebuah suri teladan yang nyata bagi para santri untuk lebih mendalami dan menghayati ayat-ayat Alquran dengan lebih bersungguh-sungguh.
[Referensi: Buku Tambakberas: Menelisik Sejarah, Memetik Uswah]