Sakinah Berumah Tangga
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Belakangan ini kabar tidak mengenakkan datang dari rumah tangga Lesty Kejora dan Rizky Billar.
Pasalnya Lesty melaporkan kepada pihak berwajib bahwa ia telah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Sekian tindakan lantas dilakukan guna mengusut kasus ini. Pun begitu, media ramai menulis kasus tersebut dari berbagai sudut pandang mulai dari laporan Lesty ke pihak berwajib, respon sahabat dekat dan tentu saja pihak yang memiliki perhatian pada perempuan dan keluarga.
Secara garis besar, narasi yang muncul dari kasus ini memang memberikan dukungan kepada Lesty.
Pernyataan dengan nada sedih dan geram bermunculan lantas dialamatkan kepada Billar, suami Lesty.
Di samping memang keputusan Lesty yang dinilai oleh aktivis pemberdaya perempuan sebagai langkah yang tepat dalam rangka mengurangi angka KDRT di negeri ini.
KDRT sendiri menjadi kasus yang paling rentan terjadi dalam keluarga. Pada UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) pasal 1 ayat 1 memberi definisi terang ihwal KDRT.
Keterangan di UU tersebut berbunyi:
“Setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
Keterangan ini pada dasarnya dapat menimpa siapa saja. Hanya saja memang mesti diakui bahwa masyarakat kita sampai hari ini, di banyak tempat masih melanggengkan budaya patriarki, tidak terkecuali dari kalangan elite sekalipun.
Maka jamak dijumpai bila korban dari KDRT ini kebanyakan dialami oleh perempuan atau istri dalam kehidupan berumah tangga.
Dalam buku Fondasi Keluarga Sakinah (2017) yang diterbitkan Subdit Bina Keluarga Sakinah, Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah, Ditjen Bimas Islam Kemenag RI memberi sekian solusi yang dapat diambil oleh korban KDRT.
Di situ tertulis bila KDRT masih dilakukan dalam sekali kejadian, upaya komunikasi perlu didahulukan.
Suami istri mesti duduk bersama mencari jalan keluar dengan tetap mengedepankan harmonisasi keluarga.
Barangkali KDRT terjadi karena ketidaksengajaan atau emosi pribadi yang saat itu tidak bisa dikendalikan oleh pelaku.
Langkah ini saya rasa cukup persuasif. Lantaran di dalamnya masih ada rasa ‘saling’ antara suami dan istri.
Tetapi apabila KDRT ini terus berulang terjadi, maka korban dianjurkan untuk melapor kepada pihak terkait.
Bila perlu, korban juga bergerak ke psiokolog untuk menekan rasa khawatir, cemas dan mungkin trauma.
Saya rasa di titik ini, rumah tangga sudah sulit untuk dipertahankan lebih lama lagi.
Belajar dari Kanjeng Nabi dan Siti Aisyah
Tentu saja dalam konteks Islam, KDRT tidak direkomendasikan. Barangkali kita masih mengingat riwayat kemesraan Kanjeng Nabi Muhammad bersama Siti Aisyah dalam membina rumah tangganya.
Dalam sebuah riwayat, Kanjeng Nabi pernah pulang ke rumah agak larut malam.
Alih-alih mengetuk pintu supaya bisa terlelap di dalam kamar, Kanjeng Nabi malah memilih menunggu di depan pintu sampai tertidur.
Sedangkan di dalam rumah, Siti Aisyah khawatir menunggu kepulangan Kanjeng Nabi.
Bahkan sampai ia terbangun saat menjelang subuh, ia tidak menemukan Kanjeng Nabi berada di sebelahnya.
Ia pun mencoba membuka pintu rumah. Siti Aisyah tentu saja kaget melihat Kanjeng Nabi yang tertidur di depan pintu.
Di situ Kanjeng Nabi tidak marah, masam, apalagi sampai melakukan kekerasan fisik. Sebab keputusan Kanjeng Nabi untuk tidur di depan pintu karena khawatir akan mengganggu waktu istirahat istrinya, Siti Aisyah.
Riwayat tersebut adalah simbol. Simbol dari apa? Simbol dari rasa berumah tangga yang diliputi cinta, bukan egoisme.
Maka dari itu, saya rasa membina rumah tangga layaknya Kanjeng Nabi mesti diupayakan.
Kendati kita tentu menyadari, sekeras apapun upayanya, kita tidak bisa sama persis dengan perlakuan Kanjeng Nabi kepada istri-istrinya.
Minimal dengan tidak melakukan KDRT, maka satu upaya membina rumah tangga yang paripurna telah ditunaikan. []