Rektor UIN : Toleransi dan Kebhinekaan Dibangun Lewat Kerendahan Hati
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Watak toleransi, damai, dan kebhinekaan bukan barang gratis, melainkan harus diusahakan dan membutuhkan kerendahan hati. Hal itu disampaikan Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Phil. Al Makin dalam Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB).
“Untuk menjadi orang yang memiliki toleransi, damai, berbhineka, butuh perjuangan, tidak gratis. Sebaliknya, jika ingin menjadi orang fanatik, radikal, fundamentalis, menolak keragaman, syaratnya cuma satu tidak perlu belajar dan melupakan semua kebajikan. Tutuplah hati rapat-rapat dan turuti ego sendiri,” kata Prof Al Makin dalam sambutan kuncinya, Senin (8/11/2021).
Prof Al Makin menyatakan keragaman dan toleransi bukan teori, melainkan harus diterapkan secara konkret dalam persahabatan sehari-hari dengan orang yang berbeda. Menurut guru besar filsafat itu, mempelajari agama dan keyakinan orang lain harus dari orang yang mengimaninya sehingga tidak muncul ‘syak wasangka’.
“Saya sudah 7 tahun mempraktikannya (pertemanan lintas agama), alhamdullilah hasilnya luar biasa. Orang-orang yang menjalin pertemanan dengan orang yang imannya berbeda, maka hatinya lebih lapang, lebih rendah hati, lebih ikhlas, dan terbuka,” katanya.
Prof Al Makin menyebut toleransi bukan hanya menerima umat yang berbeda. Akan tetapi adanya komitmen untuk memahami, menjaga hak-hak, bahkan melindungi mereka saat dalam ancaman. Artinya, toleransi pada dasarnya bersifat resiprokal (saling).
“Baik perdamaian atau perang ada harga yang harus dibayar. Ketika rumah ibadah dilarang dan kelompok minoritas dipersekusi, harganya di belakang, Indonesia akan runtuh. Jika ingin damai, harganya di depan. Apa harganya? Kurangilah ego, bersikaplah lebih rendah hati dan jangan hanya bicara, tapi mendengar,” lanjut Prof Al Makin.
Diketahui, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta bersama Institut Leimena bermitra mengadakan LKLB. LKLB kali ini mengusung program internasional peningkatan kapasitas guru madrasah dan pesantren. Program yang digelar secara virtual pada 8-12 November 2021 tersebut diikuti oleh 201 guru dari 25 provinsi. (rel/IL/Chr)