Ramadan Bagi Para Ibu Rumah Tangga
Oleh: Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA*
Pada tulisan ini penulis ingin sedikit menjelaskan peran perempuan di bulan Ramadhan. Mengawalinya, penulis teringat salah satu ayat al-Qur’an yang menjelaskan posisi perempuan pasca adanya pertanyaan bernada protes dari salah satu shahabiyah (sahabat perempuan) tentang bagaimana sebetulnya kedudukan ideal ibadah bagi perempuan.
Dalam berbagai riwayat disebutkan, anggota shahabiyah penanya itu adalah Asma’ binti Umays, istri dari Ja’far bin Abi Thalib. Sedang ayat al-Qur’an yang turun terkait pertanyaan itu adalah QS. Al-Ahzab ayat 35:
اِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذّٰكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا
“Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”
Ayat di atas turun sekaligus menjadi jawaban Rasulullah SAW atas pertanyaan yang disampaikan shahabiyah tentang posisi perempuan yang beribadah. Apakah pahala-pahala ibadah yang dijanjikan Allah itu hanya untuk laki-laki, tidak untuk perempuan?
Dan, apakah perempuan tidak bisa ikut serta berlomba-lomba meraih pahala ibadah, apalagi di bulan Ramadhan yang penuh limpahan rahmat dan banyak bonus pahala dari Allah SWT?
Jika diperhatikan, ayat di atas menggunakan identitas mudzakar-muannats sekaligus, seperti al–muslimin wa al-muslimat, al-mu’minin wa al-mu’minat, dan seterusnya. Artinya, orang-orang Islam laki-laki dan perempuan, orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, sampai pada orang-orang yang puasa laki-laki dan perempuan.
Dengan redaksi mudzakar-muannats, Allah SWT dalam ayat ini menyeru seluruh orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan kerasulan Muhammad SAW, baik laki-laki maupun perempuan. Tidak ada pembedaan khusus pada kelompok tertentu.
Bentuk Ibadah tidak terbatas
Lebih jauh, Allah SWT melalui ayat di atas ingin menegaskan bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama atas pahala yang dijanjikan-Nya, seperti halnya yang bisa didapat laki-laki. Dengan begitu, para ibu atau perempuan punya kesempatan untuk beribadah sebaik-baiknya di semua bulan, termasuk bulan Ramadhan.
Dalam hal ini, ibadah di bulan Ramadhan, tidak terbatas pada bentuk-bentuk ibadah seperti shalat, rukuk, sujud, serta berpuasa dengan menahan diri untuk tidak makan minum sejak terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari.
Perlu diketahui bahwa, sebuah rumah akan kelihatan sepi, jika tidak ada peran perempuan –terutama peran sang ibu– di dalamnya. Dan, aktivitas yang begitu dekat dengan perempuan di rumah, salah satunya adalah pekerjaan di dapur.
Bekerja di Dapur juga merupakan Ibadah
Bekerja di dapur, memungkinkan perempuan memikul tanggung jawab menyiapkan makanan dan minuman bagi seluruh anggota keluarga di rumah.
Dengan aktivitasnya di dapur, seorang perempuan dituntut menghabiskan energi yang tidak kalah banyak. Di saat anggota keluarga yang lain masih terlelap misalnya, ia sudah harus bangun dan bersegera menyiapkan makanan sahur mereka.
Bahkan, seorang perempuan atau ibu belum bisa tidur sebelum memastikan kondisi dapur sudah dalam keadaan bersih, kendati seluruh penghuni rumah sudah terlelap. Dan pekerjaan ini, tidak dilakukannya dalam waktu sehari dua hari, seminggu-dua minggu, atau sebulan-dua bulan.
Jika segala aktivitas di dapur (rumah) seluruhnya dilihat semata-mata kegiatan rumah tangga tanpa ada apresiasi atau penilaian lebih, maka wajar jika perempuan akan banyak mengeluhkan pekerjaannya.
Dengan redaksi lain, Jika ibadah dimaknai sempit di mana ibadah hanya sebatas ritual yang sudah ditentukan, tidak memasukkan kesibukan perempuan di dapur sebagai bagian ibadah, maka perempuan atau ibu-ibu rumah tangga akan menjerit karena tidak mendapatkan apa-apa dari apa yang dikerjakannya itu.
Untuk itu, ayat di atas seperti juga ditegaskan di sejumlah ayat lain seperti QS al-Mu’minūn/23: 5-7 dan berbagai hadis Nabi menyatakan bahwa ibadah tidak hanya diartikan dengan melaksanakan rukuk, sujud, dan berpuasa, melainkan juga beraktivitas di dapur bagi kaum perempuan. Kemudian, ayat di atas juga menegaskan jaminan-Nya bahwa Dia tidak membedakan amal ibadah laki-laki dan amal ibadah perempuan.
Memang, acapkali kita mendengar sebagian perempuan bertanya mengapa perempuan pekerjaannya hanya di dapur saja? Mengapa perempuan hanya bertugas menyediakan makanan hingga tak jarang alami kelelahan dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi?
Penutup
Merujuk pada keterangan yang disampaikan Allah SWT melalui ayat di atas, seharusnya mulai dipahami bahwa pekerjaan perempuan untuk menyiapkan makanan untuk sahur dan buka itu adalah pekerjaan yang paling mulia.
Dan ini harus diapresiasi dengan baik dan ekspresif oleh kaum laki-laki untuk membuat perempuan (istri)nya itu senang dan merasa dihargai. Kendati begitu, perempuan juga bisa memiliki kesempatan yang sama untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam berbagai ibadah seperti salat (malam), puasa, zikir, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya.
Namun, tentu saja para laki-laki juga harus memberikan ruang jika sang perempuan ingin beribadah lainnya. Para pasangan suami-istri seharusnya bisa kerja sama dengan baik. Kecuali pekerjaan khusus laki-laki atau khusus perempuan, suami-istri bisa saling bekerja sama mengerjakan sebuah pekerjaan.
Dan, jika seluruhnya diniatkan sebagai ibadah, Insya Allah semua ibadah akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT, terutama pada bulan suci Ramadhan.
Demikian sedikit penjelasan yang bisa penulis sampaikan. Semoga penjelasan ini bisa menjawab beberapa suara hati perempuan yang sering mengeluhkan hari-harinya habis berkutat di dapur. Insya Allah, jika semua aktivitas di dapur diniatkan untuk ibadah apalagi menghormati keluarga yang berpuasa, maka seluruh aktivitasnya akan bernilai dan berharga di sisi Allah. Tapi jangan lupa, ibu-ibu juga tetap dianjurkan untuk ikut salat tahajud, membaca al-Qur’an, dan amal kebaikan lainnya. Wallahu A’lam!
Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Saat ini menjabat Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sekaligus sebagai Pengasuh Padepokan Ngasah Roso “Ayatirrahman” Parung Bogor