Mimpi Apa Malam Tadi?

 Mimpi Apa Malam Tadi?

Berbicara Mengenai Mimpi (Bagian 2) (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Kemarin dalam mata kuliah Fiqih Ibadah di STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, saya menyampaikan bahwa diantara adab seorang imam adalah setelah salam ia menghadap kepada makmum, tidak tetap membelakangi mereka.

Ada seorang mahasiswi bertanya, “Apa gunanya itu, Ustadz?”

Saya jawab, “Agar imam tidak merasa lebih dari makmum kalau ia tak perlu bertatap muka dengan mereka.

Sebenarnya, hikmah dari hal itu tidak hanya untuk menghindari perasaan sombong dan sejenisnya, tapi juga agar imam bisa berinteraksi dengan makmumnya.

Dengan melihat ke arah mereka setelah salam, ia tahu siapa yang biasanya datang berjamaah tapi kali ini tidak. Ia bisa bertanya pada jamaah yang hadir kenapa ia tidak datang.

Jika ia sakit, imam bisa mengajak jamaah untuk menjenguknya. Dengan begini, hubungan antara imam dengan makmum akan lebih erat dan harmonis, tidak sebatas dalam shalat berjamaah saja.

Artinya:

“Rasulullah saw biasa berdialog dengan para sahabat setelah shalat. Menariknya, di antara yang biasa ditanyakan Rasulullah saw adalah: “Adakah diantara kalian yang mimpi malam tadi?” Kalau ada, beliau dengan senang hati akan mendengar mimpi para sahabatnya. Beliau akan berkata, “Masya Allah… masya Allah…” (Shahih Bukhari nomor 1386 dan Muslim nomor 2275)

Kenapa Rasul begitu perhatian pada mimpi? Karena beliau pernah bersabda:

الرُّؤْيَا الحَسَنَةُ، مِنَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ، جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ

Artinya:

“Mimpi yang baik, dari orang yang shaleh, adalah satu bagian dari empat puluh enam bagian dari kenabian.” (Shahih Bukhari nomor 6983)

Jadi mimpi adalah media komunikasi antara hamba dengan alam malakut. Mimpi menjadi salah satu indikasi kualitas keimanan dan ketakwaan.

Mimpi adalah terjemahan yang jujur dari alam bawah sadar seseorang. Apa yang tidak terekspresikan ketika bangun akan terungkap ketika mimpi.

Walaupun demikian tidak semua mimpi yang kita anggap buruk buruk juga artinya. Mimpi menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa kita di alam jaga. Karena itu jangan buru-buru menafsirkan mimpi.

Namun begitu, patut kita bertanya, dari sekian mimpi yang pernah kita alami, berapa persen yang benar-benar bisa disebut ‘mimpi yang baik.’

Pernahkah kita bermimpi bertemu Rasulullah Saw? Bertemu para sahabatnya? Bertemu para wali dan orang-orang shaleh?

Kita perlu belajar dari sirah para ulama dan orang-orang shaleh terdahulu. Mimpi mereka tidak sekedar bertemu Rasul, tapi sampai ke tahap mereka dipuji oleh Rasul dalam mimpi orang lain.

Suatu ketika Imam Nawawi tengah menyampaikan pelajaran pada murid-muridnya. Diantara mereka ada seorang murid yang sangat disayanginya. Murid ini tertidur. Imam Nawawi tidak memarahinya karena ia tahu kenapa ia tertidur.

Sejurus kemudian murid ini terbangun. Ia segera berteriak histeris bahagia. Ia baru saja mengalami mimpi yang sangat luar biasa. Saking bahagianya ia berlari ke luar majlis dan berteriak seperti orang gila.

Melihat hal itu Imam Nawawi segera mengejar sang murid. Ia langsung memegang tangan muridnya ini, lalu berbisik padanya:

“Ananda, mimpi yang baru saja kau alami, sesuatu yang berkenaan dengan diriku jangan engkau ceritakan pada siapapun selama aku masih hidup.”

Begitulah seorang wali. Karamah yang diberikan Allah padanya ia tidak mau orang lain mengetahuinya. Cukuplah itu menjadi rahasia antara ia dengan Sang Pencipta.

Setiap pagi kita perlu bertanya pada diri sendiri, “Mimpi apa saya semalam?”

والله تعالى أعلم وأحكم

[]

 

Yendri Junaidi

Pengajar STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang. Pernah belajar di Al Azhar University, Cairo.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *