Maqashidus Syari’ah Sebagai Penopang Kehidupan Sehari-hari

 Maqashidus Syari’ah Sebagai Penopang Kehidupan Sehari-hari

Maqashidus Syari’ah Sebagai Penopang Kehidupan Sehari-hari (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam Qur’an surat Al-Anbiya ayat 107:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Artinya:

Dan tidaklah kami mengutusmu (Nabi Muhammad), kecuali sebagai Rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya ayat 107)

Diutusnya baginda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi wa Sallam ke muka bumi dengan membawa ajaran Islam semata-mata tidak hanya sebagai agama yang dianut.

Lebih dari itu, Islam hadir sebagai petunjuk bagi kehidupan. Untuk itu, diajarkanlah rumusan maqashidus syari’ah sebagai perangkat penerapan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Penjelasan Singkat Maqashidus Syari’ah

Secara etimologi, kata maqashid dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari maqshad yang merupakan masdar dari kata qashada  (قَصَدَ – يَقْصِدُ)yang dapat diartikan dengan makna “maksud” atau “tujuan”.

Sedangkan kata syari’ah, secara kebahasaaan kata syari’ah pada dasarnya dipakai untuk sumber air yang dimaksudkan untuk diminum.

Kemudian orang Arab memakai kata syari’ah untuk pengertian “jalan yang lurus”.

Syekh Muhammad Ibn Asyhur dalam kitabnya Maqhasid Asy-Syari’ah Al-Islamiyah secara kesimpulan mendefinisikan Maqashidus Syari’ah sebagai nilai dan prinsip dasar yang melandasi hukum-hukum syariat yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, kemaslahatan yang hendak diwujudkan melalui hukum-hukum syariat tersebut.

Syekh Asy-Syatibi dalam kitab Al-Muqaffaqat menjelaskan tujuan dari maqhasidus syari’ah adaalah untuk menjaga tujuan utama kehidupan manusia.

Yakni kemaslahatan dunia dan akhirat berdasarkan landasan syari’at. Karena sesungguhnya, syari’at itu hadir sebagai sesuatu yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk kemaslahatan bersama.

Secara umum, maqashidus syariah memiliki 5 hal inti yaitu :

  1. Hifdzud Diin (حـفـظ الـديـن) yang artinya menjaga agama.
  2. Hifdzun Nafs ( حـفـظ النــفـس) atau menjaga diri.
  3. Hifdzul Aql ( حـفـظ العــقل ) atau menjaga akal.
  4. Hifdzun Nasl ( حـفـظ النـسـل ) atau menjaga keturunan.
  5. Hifdzul Maal ( حـفـظ المــال ) atau menjaga harta.

Sebagai seorang muslim yang beriman, kewajiban menjaga agama berdasarkan penerapan syari’ah yang sesuai dengan landasan.

Menerapkan 5 rukun Islam dan 6 rukun Iman serta mengikuti salah satu diantara 4 madzhab fiqh ahlussunnah wal jama’ah.

Serta mendatangi majelis-majelis ilmu kepada ulama, kyai, habaib, ustadz baik di pesantren, majelis ta’lim dll.

Selain menjaga agama, seorang muslim hendaknya memperhatikan kesehatan jasmani dan rohani yang telah Allah anugerahkan kepadanya.

Mempertahankan harga diri dengan meningkatkan kesehatan dan kualitas menjadi landasan penting bagi setiap manusia untuk melakukan interaksi dan berperan dalam setiap aspek kehidupan.

Kemudian, seorang muslim hendaknya turut memelihara kesehatan akal. Akal adalah sesuatu yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.

Akal menjadi salah satu aspek pembeda yang menyebabkan manusia menjadi makhluk dengan penciptaan terbaik dibandingkan yang lainnya.

Maka dari itu, terus belajar adalah hal paling penting dalam menjaga kesehatan akal.

Seorang muslim harus melindungi dan menjaga keturunan ataupun keluarga.

Maka hal-hal yang dapat menimbulkan keburukan kepada nasab harus kita jaga.

Jangan sampai kita sebagai seorang muslim yang merusak nasab kita sendiri.

Maka dari itu, kita diharamkan mendekati perzinahan untuk menjaga kehormatan dan keberlangsungan keturunan kita.

Serta, seorang muslim hendaknya menjaga harta yang ia miliki sebagai ikhtiar dari gangguan orang lain.

Hal ini juga dapat diartikan sebagai hak seseorang untuk mendapatkan harta dengan cara yang halal, bekerja.

Dalam arti luas, hak ini memberikan wewenang seseorang untuk membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain.

Maqhasidus Syari’ah untuk Kehidupan Sehari-Hari

Allah Ta’ala berfirman dalam Qur’an surat Al-Mumtahanah ayat 12:

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِذَا جَاۤءَكَ الْمُؤْمِنٰتُ يُبَايِعْنَكَ عَلٰٓى اَنْ لَّا يُشْرِكْنَ بِاللّٰهِ شَيْـًٔا وَّلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِيْنَ وَلَا يَقْتُلْنَ اَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِيْنَ بِبُهْتَانٍ يَّفْتَرِيْنَهُ بَيْنَ اَيْدِيْهِنَّ وَاَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِيْنَكَ فِيْ مَعْرُوْفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ.

Artinya: Wahai Nabi, apabila perempuan-perempuan mukmin datang kepadamu untuk mengadakan baiat (janji setia) bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, terimalah baiat mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Melalui ayat tersebut, hendaknya bagi kita semua dapat melibatkan maqhasidus syari’ah sebagai penopang kehidupan sehari-hari.

Kehidupan yang kita alami akan terus melewati turbulensi kehidupan secara dinamis antara masalah satu dan lainnya.

Maka dari itu, penerapan maqhasidus syari’ah bisa menjadi solusi menghadapi realita kehidupan.

Dengan hakikat sebagai seorang muslim yang melaksanakan kehidupan sebagai bagian dari beribadah kepada Allah Ta’ala, hakikat seorang manusia sebagai khalifah di muka bumi dan mengikuti ajaran baginda Rasulullah saallallahu ‘alaihi wa sallam.

Islam hadir tidak hanya menyelesaikan aspek teologis. Lebih dari itu, islam hadir sebagai solusi kehidupan kita. []

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *