Bolehkah Takziyah Disertai Membaca Al-Qur’an?
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sejak saya ikut acara Haul Musnidul ‘Ashr, Maulana Syekh Yasin Al-Fadani, di Makah akhir Zulhijah lalu, saya menjadi semakin mantap dengan amaliah yang diamalkan warga Nahdliyyin saat Haul dan sebagainya.
Karena amalannya sama persis, baca Al-Qur’an, Zikir dan sedekah makanan sesuai kemampuannya.
Di samping itu acara Haul Syekh Yasin dihadiri oleh banyak ulama dari Damaskus, Yaman, Turki dan lainnya.
Fikih 4 Mazhab sudah menjadi pedoman warga NU. Jadi, selama masih dijumpai pendapat dalam Mazhab Fikih sah-sah saja untuk diamalkan.
Memang dalam keseharian warga NU mengamalkan Fikih Syafiiyah namun tidak sedikit dari ketiga Mazhab lainnya juga diamalkan.
Soal tradisi umat Islam yang melakukan sedekah dijelaskan oleh Syekh Muhammad Abdullah Al-Jardani, mengutip pendapat yang membolehkan:
نعم يجوز ما جرت به العادة عند الامام مالك … وفيه فسحة
Artinya:
“Boleh selamatan kematian yang sudah menjadi tradisi, menurut Imam Malik. Di dalamnya terdapat kelonggaran.” (Fathul Allam, 3/218)
Ada pula khilafiyah dalam Mazhab Hanafi, antara yang membolehkan tradisi makanan disertai membaca Al-Qur’an, berikut uraiannya:
قَالَ فِي الْبَزَّازِيَّةِ يُكْرَهُ اِتِّخَاذُ الطَّعَامِ فِي اْليَوْمِ اْلأَوَّلِ وَالثَّالِثِ وَبَعْدَ اْلأُسْبُوْعِ وَنَقْلُ الطَّعَامِ إِلَى الْمَقْبَرَةِ فِي الْمَوَاسِمِ وَاتِّخَاذُ الدَّعْوَةِ بِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَجَمْعِ الصُّلَحَاءِ وَالْقُرَّاءِ لِلْخَتْمِ أَوْ لِقِرَاءَةِ سُوْرَةِ اْلأَنْعَامِ أَوِ اْلإِخْلاَصِ اهـ قَالَ الْبُرْهَانُ الْحَلَبِي وَلاَ يَخْلُوْ عَنْ نَظَرٍ ِلأَنَّهُ لاَ دَلِيْلَ عَلَى اْلكَرَاهَةِ (حاشية الطحطاوي على مراقي الفلاح شرح نور الإيضاح ١ / ٤٠٩)
Artinya:
“Syekh Muhammad bin Syihabuddin Al-Kurdi dalam kitab Fatawa al-Bazzaziyah menjelaskan bahwa makruh hukumnya membuat makanan di hari pertama,
Ketiga dan setelah satu minggu, juga memindah makanan ke kuburan dalam musim-musim tertentu, dan membuat undangan untuk membaca al-Quran,
Mengumpulkan orang-orang sholeh, pembaca al-Quran untuk khataman atau membaca surat al-An’am dan al-Ikhlas.
Burhan al-Halabi berkata: Masalah ini tidak lepas dari komentar, sebab TIDAK ADA DALIL untuk menghukuminya makruh.” (Hasyiyah al-Thahthawi I/409)
Jadi menurut Syekh Burhanuddin Al-Halabi tidak makruh, artinya boleh-boleh saja untuk takziyah dan baca Al-Qur’an. []