Kumpul-kumpul Bersama untuk Berdoa

 Kumpul-kumpul Bersama untuk Berdoa

Kumpul-kumpul Bersama untuk Berdoa (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Nahdliyyin kulturan ketika berkumpul akan saling mengajak dan saling bersambut untuk doa bersama atau tahlilan bagi keluarga yang sudah wafat. Tidak memandang tempat apakah di kampung atau perkotaan.
Semalam, di sebuah kawasan perumahan bergengsi di Sidoarjo, saya menyertai bapak-bapak dan ibu-ibu yang mengamalkan tahlilan.
Mereka dari berbagai unsur, suku, profesi dan keragaman lainnya. Tapi mereka disatukan untuk gemar Yasinan bersama, bersedekah makanan bersama dan sebagainya.
Dalil-dalil kirim Fatihah, baca Yasin, pahala kalimat Thayyibah yang dihadiahkan untuk almarhum telah saya sampaikan.
Dan saya memastikan bahwa kebiasaan semacam ini bukan tradisi agama sebelum Islam di tanah Jawa, melainkan juga telah diamalkan di banyak negara, contohnya adalah Yaman, seperti disampaikan oleh Syekh Asy-Syaukani:
الْعَادَةُ الْجَارِيَةُ فِي بَعْضِ الْبُلْدَانِ مِنَ اْلاِجْتِمَاعِ فِي الْمَسْجِدِ لِتِلاَوَةِ الْقُرْآنِ عَلَى اْلأَمْوَاتِ وَكَذَلِكَ فِي الْبُيُوْتِ وَسَائِرِ اْلاِجْتِمَاعَاتِ الَّتِي لَمْ تَرِدْ فِي الشَّرِيْعَةِ لاَ شَكَّ إِنْ كَانَتْ خَالِيَةُ عَنْ مَعْصِيَةٍ سَالِمَةً مِنَ الْمُنْكَرَاتِ فَهِيَ جَائِزَةٌ ِلأَنَّ اْلاِجْتِمَاعَ لَيْسَ بِمُحَرَّمٍ بِنَفْسِهِ لاَ سِيَّمَا إِذَا كَانَ لِتَحْصِيْلِ طَاعَةٍ كَالتِّلاَوَةِ وَنَحْوِهَا
Artinya:
“Tradisi yang berlaku di sebagian negara dengan berkumpul di masjid untuk membaca al-Quran dan dihadiahkan kepada orang-orang yang telah meninggal, begitu pula perkumpulan di rumah-rumah,
Maupun perkumpulan lainnya yang tidak ada dalam syariah, tidak diragukan lagi apabila perkumpulan tersebut tidak mengandung maksiat dan kemungkaran, hukumnya adalah boleh.” Sebab pada dasarnya perkumpulannya sendiri tidak diharamkan, apalagi dilakukan untuk ibadah seperti membaca Al-Qur’an dan sebagainya.
وَلاَ يُقْدَحُ فِي َذَلِكَ كَوْنُ تِلْكَ التِّلاَوَةِ مَجْعُوْلَةً لِلْمَيِّتِ فَقَدْ وَرَدَ جِنْسُ التِّلاَوَةِ مِنَ الْجَمَاعَةِ الْمُجْتَمِعِيْنَ كَمَا فِي حَدِيْثِ اقْرَأُوْا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ وَهُوَ حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ وَلاَ فَرْقَ بَيْنَ تِلاَوَةِ يس مِنَ الْجَمَاعَةِ الْحَاضِرِيْنَ عِنْدَ الْمَيِّتِ أَوْ عَلَى قَبْرِهِ وَبَيْنَ تِلاَوَةِ جَمِيْعِ الْقُرْآنِ أَوْ بَعْضِهِ لِمَيِّتٍ فِي مَسْجِدِهِ أَوْ بَيْتِهِ اهـ (الرسائل السلفية للشيخ علي بن محمد الشوكاني ص : 46)
Artinya:
“Dan tidaklah dilarang menjadikan bacaan Al-Qur’an itu untuk orang yang meninggal. Sebab membaca Al-Qur’an secara berjamaah ada dasarnya seperti dalam hadis: “Bacalah Yasin pada orang-orang yang meninggal”.
Ini adalah hadis sahih. Dan tidak ada bedanya antara membaca Yasin berjamaah di depan mayit atau di kuburannya, membaca seluruh Al-Qur’an atau sebagiannya, untuk mayit di masjid atau di rumahnya.” (Rasail al-Salafiyah, Syaikh Ali bin Muhammad as Syaukani, 46)
[]

Ma'ruf Khozin

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *