Kisah tentang Sahabat Nabi, Zaid bin Muhammad
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta –Tidak terbalik, memang namanya Zaid bin Muhammad. Kalau nama jalan tol memang Muhammad bin Zaid alias MBZ.
Sedangkan Zaid bin Muhammad ini adalah nama salah seorang shahabat nabi radhiyallahuanhu.
Zaid ini punya keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh seluruh shahabat yang lain, yaitu Beliau adalah satu-satunya shahabat yang namanya tercantum dalam Al-Quran.
فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا
Artinya:
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia.” (Q.S. Al-Ahzab ayat 37)
Keistimewaan lainnya bahwa beliau satu-satunya shahabat laki-laki yang berkuniyah kepada nama Nabi SAW. Zaib bin Muhammad itu artinya putera Nabi Muhammad SAW.
Selain Zaid memang ada beberapa wanita shahabiyah yang berkuniyah dengan Nabi Muhammad SAW, misalnya Zaenab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum dan Fatimah. Keempat wanita mulia itu memang anak kandung Nabi SAW.
Sayangnya Nabi SAW tidak punya anak laki-laki yang hidup sampai besar. Qasim, Abdullah dan Ibrahim memang pernah dilahirkan sebagai putera Nabi SAW, namun ketiganya wafat sejak masih kecil.
Maka diangkatlah Zaid yang awalnya budak kecil hadiah dari Khadijah menjadi anak angkat. Pengangkatannya dilakukan secara resmi di depan Ka’bah di hadapan penduduk Mekkah.
Sejak itu resmilah Zaid bernama : Zaid bin Muhammad. Tidak ada putera kandung, putera angkat pun jadilah.
Maka Zaid boleh dibilang ‘anak emas’ karena jadi putera tunggal Nabi SAW yang laki-laki di luar anak-anak perempuan.
Memang kita harus pahami bahwa ‘urf yang berlaku di masa itu, posisi anak laki-laki itu jauh berbeda statusnya dari pada anak perempuan.
Beberapa dekade sebelumnya bahkan bangsa Arab masih mengubur hidup-hidup setiap bayi perempuan mereka, sebagaimana yang tertuang dalam Al-Quran.
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْبِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ
Artinya:
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (Q.S. At-Takwir : 8-9)
Ketika tiga kali nabi kehilangan putera sejak masih kecil, orang-orang kafir yang benci kepada Nabi pun memanfaatkan momentum itu dengan mengatakan bahwa dakwah Nabi SAW tidak akan lama.
Sebab Nabi SAW dianggap tidak punya generasi penerus secara nasab yang akan melanjutkan warisan ayahnya. Abu Lahab yang sebenarnya masih pamannya pun dengan teganya mengatakan bahwa nasab Nabi Muhammad SAW ke bawah itu sudah terputus.
Maka Allah SWT membalas ejekannya dengan membalik keadaan, yaitu bahwa mereka yang menyakiti hati Nabi SAW itulah yang terputus.
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. (QS. Al-Kautsar : 3)
Maka keberadaan Zaid sebagai anak laki-laki bagi Nabi SAW sedikit banyak bisa mengisi kekosongan hati. Zaid memang bukan darah daging Nabi SAW. Nasabnya tidak sampai kepada NAbi SAW.
Tetapi di masa itu secara de facto dan de jure saat itu, Zaid adalah anak laki-laki Nabi Muhammad SAW.
Pengangkatan anak sekaligus mengubah nasab itu masih legal secara hukum dan dibenarkan.
Sebelum nantinya Allah SWT berkehendak mengharamkan penggantian nasab lewat mengangkat anak.
Dan proses pengharamannya memang lewat drama yang cukup unik, dimana Allah SWT memerintahkan Nabi SAW menikahi Zaenab yang mantan istri Zaid.
Padahal seharusnya mantan menantu itu menjadi mahram selamanya. Tetapi karena Zaid bukan anak kandung, maka status Zaenah pun bukan mantan menantu.
Lalu nama Zaid pun diubah lagi secara resmi, tidak lagi bin Muhammad tetapi bin ayahnya yang bernama Haritsah, sehingga kita tidak lagi menyebutnya Zaid bin Muhammad tetapi Zaid bin Haritsah.
Lantas bagaimana kisah awal mula Zaid sampai jadi budak yang dihadiahkan oleh Kjadijah kepada suaminya sendiri? Dan bagaimana kisah Haritsah sebagai ayah kandung yang asli menemukan Zaid puteranya yang sudah jadi budak milik Nabi SAW?
Ikuti kisahnya di buku saya Fiquh Sirah An-Nabawiyah. Link pembeliannya disini : rumahfiqih.com/buku/1/38. []