Khutbah Jumat: Adil dalam Perilaku Merupakan Keindahan Ajaran Islam

 Khutbah Jumat: Adil dalam Perilaku Merupakan Keindahan Ajaran Islam

الْحَمْدُ للَّهِ اللَّطِيْفِ المَنَّانِ الْمُتَفَضِّلِ عَلَى عِبَادِهِ بِأَنْوَاعِ الْإِحْسَانِ عَلِمَ حَالَ الْإِنْسَانِ فَرَحِمَهُ وَشَرَعَ الشَّرْعَ فَيَسَّرَهُ وَلَمْ يُكَلِّفِ الْإِنْسَانَ إِلاَّ مَا وَهذَا غَايَةث الْفَضْلِ وَالْإِمْتِنَانِ .

أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه إِلَهُ الأَوَّلِيْنَ وَالْآخِرِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ. صلى الله عليه، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْد:

Ma’asyirol muslimin, rohimakumulluh

Bertakwalah kepada Allah. Kenalilah nikmat yang dikaruniakan Allah kepada kita, dengan ibadah-ibadah yang disyariatkan-Nya sebagai sarana kita menggapai derajat tinggi dan maqom sempurna di Sisi Allah. Allah telah mensyariatkan bagi kita ibadah-ibadah yang mudah, yang bisa memperbaiki hati dan badan serta dunia dan akhirat, sedangkan Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya.

Bila kita memperhatikan ibadah-ibadah fisik, kita mendapati bahwa ibadah-ibadah tersebut hanya memakan sedikit waktu dan aktivitas. Bila kita memperhatikan ibadah-ibadah yang menyangkut dengan harta, kita mendapati ibadah-ibadah tersebut hanya meminta sedikit saja dari harta kita. Meski demikian, hasil yang diraih dari sedikit aktivitas dan sedikit harta ini, banyak dan sungguh besar, karena hasil semua ibadah tersebut adalah kebaikan di dunia dan akhirat.

Meskipun demikian, kalau kita berpikir tentang keadaan diri kita, ternyata kita masih saja menyia-nyiakan ibadah-ibadah tersebut seraya bekerja keras untuk meraih kesenangan-kesenangan nafsu. Kita begitu bersemangat dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas keduniaan, begitu berhati-hati dan cermat dalam mengembangkan dan menyempurnakannya. Padahal kita tahu bahwa kita tidak akan hidup kekal di dunia ini, dan dunia tidak akan kekal menjadi milik kita. Sedangkan amal-amal kita yang sholih akan abadi dan kita akan terus merasakan ganjarannya.

Kita mendapati banyak orang yang begitu ogah-ogahan berangkat melaksanakan sholat. Ketika melaksanakan pun, ia melaksanakannya dengan sangat cepat sehingga mengurangi kesempurnaannya, tidak thuma’ninah, tidak berhati-hati, tidak cermat, dan tidak merenungkan apa yang dia ucapkan dalam salatnya. Mungkin badannya ada di tempat sholat, akan tetapi hatinya melayang, berkelana dalam kehidupan dunianya. la pun merampungkan sholat tanpa sedikit pun bagian sholat tersebut yang terlintas dalam pikirannya.

Tetapi, andaikata ia diminta melaksanakan aktivitas untuk dunianya, niscaya ia berhati-hati dan cermat dalam melaksanakannya serta sangat terobsesi untuk menyempurnakannya. la benar-benar mengkonsentrasikan pikiran dan badan untuk melaksanakannya, sekalipun hal itu menghabiskan banyak waktu. Adil dan logiskah bila seseorang hanya sekedarnya saja dalam melaksanakan amalan akhirat, sedangkan ia melaksana kan aktivitas dunia dengan sesempurna mungkin, padahal aktivitas dunia akan musnah, sedangkan amalan akhirat kekal abadi?

اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Al-Kahf [18] : 46)

Seseorang diperintah menunaikan zakat mal, tapi ia kikir dan bakhil, tidak mau menunaikannya. Andaikata ia mengeluarkan zakat mal, maka zakat yang dikeluarkannya itu kurang dari semestinya, tidak bisa membebaskannya dari kewajiban. Sebaliknya, dengan sangat mudahnya ia mengeluarkan harta untuk urusan-urusan dunia, yang mungkin akan menjadi bencana baginya dan mengurangi kesempurnaan agamanya. Alangkah banyaknya harta yang dikeluarkannya untuk sekedar berfoya-foya dan bermewah-mewah, sebaliknya alangkah sedikitnya harta yang dikeluarkannya untuk menunaikan kewajiban zakat, kafarat, serta menafkahi keluarga dan sanak kerabat. Apakah ini sesuatu yang adil dan fair?

Banyak orang yang keberatan menggunakan harta dan badannya untuk melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, akan tetapi dengan mudahnya ia menggunakan harta, tenaga, fisiknya untuk berwisata ke berbagai penjuru negeri. Mungkin, dalam wisatanya itu ia meninggalkan istri dan anak-anaknya, sehingga hilanglah kesempatannya untuk berada di tengah mereka, mendidik mereka, dan seterusnya.

Demikianlah, semakin sering kita berpikir tentang keadaan diri kita, kita mendapati diri kita atau kebanyakan kita mengabaikan dan melalaikan amalan-amalan akhirat, tetapi berlebih-lebihan dalam aktivitas-aktivitas dunia. Ini bukan merupakan sikap yang adil. Allah berfirman :

فَاَمَّا مَنْ طَغٰىۖ .وَاٰثَرَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۙ. فَاِنَّ الْجَحِيْمَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ. وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰىۙ . فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ.

Maka adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sungguh, nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya)  (An-Nazi’at [79] : 37-41)

بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۖ .وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّاَبْقٰىۗ   

Sedangkan kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (Al-Ala [87] : 16-17)

Ma’asyirol muslimin, rohimakumulluh

Allah tidak memerintahkan kalian untuk meninggalkan seluruh aktivitas dunia. Dan tidak mungkin Allah memerintah demikian, karena kelestarian hidup manusia di dunia menuntut mereka beraktivitas untuk dunia mereka.

Tetapi, yang diperintahkan kepada kita adalah jangan sampai kita lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, jangan menjadikan dunia sebagai obsesi terbesar kita, seakan-akan kita merasa diciptakan untuk dunia ini, seakan-akan dunia adalah tempat tinggal abadi. Tetapi, ambillah jatah dunia kita dan laksanakan amalan-amalan akhirat kita sesuai dengan yang diperintahkan.

Jika kita melaksanakan amalan akhirat, laksanakan amalan tersebut dengan sebaik-baiknya, sebagaimana kita melaksanakan aktivitas dunia dengan sebaik dan sesempurna mungkin. Jika kita tidak berlaku demikian, berarti kita telah mengutamakan dunia daripada akhirat, dan kita akan kembali ke kehidupan akhirat dengan membawa beban dosa dan kerugian besar. Ya Allah, limpahkan taufik kepada kami untuk menjalankan apa yang Engkau cintai dan Engkau ridhoi. Karuniakanlah petunjuk kepada kami dalam melaksanakan urusan kami. Ampuni kami dan kaum muslimin, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *