Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Pemimpin yang Bersih
HIDAYATUNA.COM – Setiap manusia adalah pemimpin, yakni memimpin diri sendiri, memimpin (melindungi, memenuhi) anak dan istri (suami), dan pemimpin bagi masyarakat (Negara). Menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah, namun bisa diusahakan dengan perbuatan yang baik.
Seorang pemimpin merupakan jembatan dari harapan-harapan agar terwujud. Islam yang rahmatan lil ‘alamin memosisikan pemimpin sebagai sesuatu yang sangat urgen dalam kelompok atau organisasi, mulai dari organisasi kecil seperti keluarga hingga kelompok besar seperti Negara.
Good governance sebenarnya merupakan prinsip kepemimpinan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Pada masa kepemimpinan Rasulullah, beliau telah berhasil memajukan Islam di Madinah sehingga prinsip ini seyogyanya dipegang dan diterapkan oleh pemimpin berikutnya.
Keberhasilan suatu kelompok atau Negara sangat erat kaitannya dengan siapa yang menjadi pemimpin dari Negara tersebut. Good governance dapat dipahami sebagai pemimpin yang baik dalam menjalankan tanggung jawabnya sehingga tercapai harapan masyarakatnya.
Landasan Good Governance
Pertama, syura atau musyawarah. Prinsip musyawarah menekankan pada selama proses kepemimpinan dilakukan secara terbuka. Dalam arti, masyarakat dapat berpatisipasi dalam memberikan pendapatnya disetiap pengambilan keputusan. Hal ini telah tercantum dalam Alquran surah As-Syura ayat 38.
Kedua, al-‘adlah atau keadilan. Sebagai pemimpin harus adil dalam setiap tindakan yang dilakukan. Norma-norma yang telah ditetapkan harus dijunjung tinggi dan hukuman berlaku bagi siapa pun yang melanggarnya.
Prinsip ini juga memberikan pemahaman agar tidak ada praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Adil dapat ditemui dalam Alquran Surah An-Nahl ayat 90.
Ketiga, al-musawah atau persamaan. Pada prinsip ini seorang pemimpin memosisikan semua elemen masyarakat memiliki hak yang sama sebagai warga negara dan mendapatkan perlakuan yang sama dalam hak-haknya untuk hidup. Pemimpin ada sebagai jembatan mewujudkan harapan masyarakat sehingga tidak ada hirarki antara pemimpin dengan masyarakat.
Keempat, Al-Masuliyyah atau tanggung jawab. Menjadi pemimpin bukan untuk dipuji atau disanjung, melainkan suatu amanah yang memiliki tanggungjawab kepada manusia yang dipimpinnya dan kelak akan dimintai pertanggung jawabannya.
Sehingga, dari keempat prinsip tersebut satu sama lain harus tertanam dalam jiwa seorang pemimpin. Pemimpin hanya amanah yang limited pada beberapa waktu saja, tetapi pertanggungjawabannya akan bersifat abadi di akhirat kelak.
Cara Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz
Sangat Takut kepada Allah
Sudah menjadi keniscayaan bahwa dalam mengemban amanah sebagai pemimpin akan mengalami banyak godaan. Diantaranya seperti godaan kekuasaan, popularitas, materi dan nafsu yang sekilas dirasakan sangat menyenangkan.
Akan tetapi, Umar bin Abdul Aziz menahan untuk tidak terjerumus dalam godaan tersebut. Umar menyadari bahwa akhirat bagi seorang muslim lebih penting dari urusan dunia sehingga rasa yang teramat takutnya kepada Allah, Umar cepat menangis dan mengeluarkan air mata.
Tegas, Adil dan Sabar
Umar bin Abdul Aziz memiliki sifat yang tegas, sabar dan adil dalam keseriusannya dan kebijaksanaannya dalam menangani berbagai persoalan masyarakat. Sifat tersebut akhirnya mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat muslim.
Lemah Lembut dan Pemaaf
Diriwayatkan ada laki-laki yang mencela Umar namun dia tidak membalasnya dan berperilaku lemah lembut.
Zuhud (Sederhana)
Umar bin Abdul Aziz meninggalkan segala sesuatu yang bersifat duniawi dengan segala keindahannya dan lebih mementingkan kehidupan akhirat. Baginya, dunia hanya tempat yang penuh dengan cobaan dan ujian untuk kehidupan akhirat.
Rendah hati dan Wara’
Umar bin Abdul Aziz merupakan seorang khalifah yang tidak suka apabila dipanggil dengan sebutan “wahai khalifah Allah di bumi”. Sebab sebutan tersebut bersinggungan dengan jabatannya. Umar juga bersifat hati-hati dalam segala perbuatan yang haram dan subhat.
***
Kepemimpinan Umar dengan prinsip good governance telah mengalami kemajuan dalam bidang agama, politik, ekonomi, dan dakwah Islamiyah. Umar menghidupkan kembali ajaranAlquran dan sunah, menjalin kerja sama dengan beberapa ulama besar, dan menerapkan syariah Islam dengan serius.
Selain itu, Umar mengirim utusan ke berbagai negeri untuk melihat secara langsung cara kerja gubernur dalam rangka menegakkan kebenaran. Ia juga akan memecatnya apabila tidak sesuai dengan perintah agama dan zhalim terhadap masyarakat.
Umar juga mengurangi beban pajak, membangun tanah pertanian, irigasi, pengairan sumur, pembuatan sumur-sumur, pembangungan jalan raya. Tidak ketinggalan menyantuni fakir miskin dan anak yatim, membangun masjid sebagai syiar Islam, menyediakan dana khusus untuk menolong orang miskin.