Fenomena Ikhtilaf Dalam FIkih di Era Disrupsi

 Fenomena Ikhtilaf Dalam FIkih di Era Disrupsi

HIDAYATUNA.COM, Semarang – Calon Guru Besar pada Fakutas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Prof Dr H Musahadi MAg menyatakan bahwa Hampir seluruh detail fikih ibadah haji adalah ikhtilaf, kecuali tentang Wukuf sebagai Rukun Haji.

Menurut Musahadi, di era disrupsi ini, siapapun yang bersentuhan dengan discourse mengenai fikih akan lebih mudah bertemu dengan fenomena ikhtilaf. Itulah sebabnya, literasi mengenai perbedaan pendapat dalam hukum Islam (fiqh al-ikhtilaf) menjadi sangat penting.

“Sikap yang diharapkan muncul adalah sikap menerima realitas yang berbeda dengan kita atau dalam istilah Milad Hanna disebut sebagai qabul al-akhar (menerima pihak lain yang berbeda) sebagai modal sosial membangun atmosfir hukum Islam yang lebih fungsional dan produktif di masa mendatang,” kata Musahadi kepada wartawan, Senin (6/1/2010).

Musahadi berharap, kelompok-kelompok moderat dan lembaga-lembaga fatwa yang otoritatif seperti NU, Muhammadiyah dan MUI perlu secara aktif memberi referensi kepada masyarakat mengenai situs-situs yang layak dikonsumsi dan yang tidak layak dikonsumsi oleh masyarakat berdasarkan prinsip al-maslahat al-ammah (kemaslahatan umum).

Menyangkut dunia pendidikan, lanjutnya, lebih khusus lagi adalah dunia pendidikan yang bersentuhan dengan ilmu hukum Islam, baik madrasah, pesantren atau ma’had aly dan fakultas-fakultas syari’ah atau prodi-prodi syari’ah di berbagai perguruan tinggi.

“Perubahan di era disrupsi ini kejam. Dia bisa menggilas lembaga, industri dan profesi tanpa ampun. Perubahan di era ini tidak lagi bersifat gradual mengikuti titian anak tangga, melainkan seperti ledakan gunung berapi yang membunuh ekosistem dan menggantinya dengan ekosistem yang baru sama sekali,” katanya.

Dia mengungkapkan, pada Maret 2017, sebuah lembaga riset internasional Pricewaterhouse Coopers (PwC) membuat sebuah prediski yang mencengangkan, bahwa disrupsi akan berdampak pada hilangnya 38% pekerjaan di Amerika, 35% pekerjaan di Jerman, 30% pekerjaan di Inggris, dan 21% pekerjaan di Jepang.

Pendidikan hukum Islam menurut Musahadi diletakkan dalam skema perubahan tersebut tentu akan mendatangkan bencana.

“Jangan sampai dunia pendidikan misleading sehingga menghasilkan lulusan-lulusan yang kehilangan fungsi dan relevansi terhadap perubahan disruptif tersebut. Adagium yang berlaku adalah: Berubah atau Punah!”, tegas mantan aktivis kampus UKM Koran Amanat itu.

Salah satu yang sangat penting untuk menghadapi perubahan ini adalah soal kurikulum yang harus selalu update dan kompatibel dengan perubahan-perubahan tersebut. Mencermati arah perubahan tersebut, maka salah satu kompetensi yang harus diperhatikan dalam kurikulum pendidikan hukum Islam adalah, selain yang selama ini menjadi konten tradisional di bidang fikih, ushul al-fiqh dan falsafah al-tasyri’, adalah soal literasi digital media, mengingat hampir tidak ada dimensi kehidupan dan hubungan sosial sekarang ini yang tidak diinstrumentasi oleh internet.

Menghadapi era AI, Big Data, dan Internet of Things, maka kurikulum pendidikan hukum Islam tidak bisa hanya dirancang untuk membekali pengetahuan kognitif dan penguasaan materi hukum Islam, karena orientasi ini telah diambil alih oleh AI dan mesin-mesin pencarian (searching engine).

“Kurikulum harus diarahkan untuk mencetak peserta didik memiliki skills tidak hanya yang terkait dengan penerapan hukum (rechtstoepassing), tetapi jauh lebih penting lagi yang terkait dengan keterampilan penemuan hukum (rehctsvinding). Lebih dari itu, kurikulum harus berorientasi pada pembentukan karakter yang relevan dengan tantangan hukum Islam di era disrupsi, yakni memiliki literasi digital yang baik, wawasan lintas disiplin agar mampu memahami alwaqa’I’ secara lebih komprehensip, memiliki kreatifitas dan daya berinovasi serta karakter keramahan terhadap perbedaan pendapat (ramah ikhtilaf),” tandas Musahadi.

Sekadar diketahui, Prof Dr H Musahadi MAg akan dikukuhkan sebagai guru besar oleh Rektor UIN Walisongo Prof Dr H Imam Taufiq MAg di auditorium II Kampus III Jalan Prof Dr Hamka, Ngalian Semarangpada Rabu, 8 Januari 2020. Adapaun materi pidato yang akan disampaikan berjudul “Fikih Prasmanan, Mencermati Disrupsi di Bidang Hukum Islam”. (AS/HIDAYATUNA.COM)

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *