Mengerjakan Shalat Tahiyyatul Masjid Diwaktu Terlarang
HIDAYATUNA.COM – Shalat tahiyyatul masjid merupakan shalat sunnah yang dikerjakan ketika memasuki masjid. Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan mengerjakan shalat ini sebagai wujud penghormatan terhadap masjid, sebagaimana hadits berikut:
إذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
Artinya: “Jika salah seorang dari kalian memasuki masjid, maka janganlah dia duduk sampai dia mengerjakan shalat sunnah dua raka’at (shalat sunnah tahiyatul masjid).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika demikian bagaimana hukum shalat tahiyyatul masjid diwaktu-waktu yang dilarang, seperti sesudah subuh sebelum terbitnya matahari, saat matahari terbit, matahari di atas kepala sehingga tergelincir, sesudah shalat ashar hingga terbenamnya matahari dan ketika terbenamnya matahari.
Dalam menjawab mengenai hal ini ulama berebeda pendapat. Imam Syafi’i memperbolehkan shalat tahiyyatul masjid ketika waktu terlarang. Sementara itu Imam Ahmad, Imam Maliki dan Imam Abu Hanifah tidak membolehkan shalat sunnah diwaktu terlarang di atas.
Nabi pernah bersabda dalam sebuah haits yang diyakini sebagai hadits shahih bahwa tetap dianjurkan untuk shalat tahiyyatul masjid meskipun sedang khutbah. Padahal kita ketahui bahwa shalat ketika khutbah Jum’at adalah suatu yang terlarang.
إذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ وَالْخَطِيبُ عَلَى الْمِنْبَرِ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
Artinya: “Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid dan khotib sedang berkhutbah di mimbar, maka janganlah kalian duduk sampai kalian menunaikan shalat sunnah dua raka’at.”
Dalam hadits lain, Jabir bin Abdillah berkata:
جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ, فَجَلَسَ. فَقَالَ لَهُ: يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا! ثُمَّ قَالَ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
Artinya: “Sulaik Al-Ghathafani datang pada hari Jum’at, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berkhutbah, dia pun duduk. Maka beliau langsung bertanya padanya, “Wahai Sulaik, bangun dan shalatlah dua raka’at, kerjakanlah dengan ringan.” Kemudian beliau bersabda, “Jika salah seorang dari kalian datang pada hari Jum’at, sedangkan imam sedang berkhutbah, maka hendaklah dia shalat dua raka’at, dan hendaknya dia mengerjakannya dengan ringan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Waktu khutbah saja tetap dianjurkan untuk sahlat tahiyyatul masjid, maka dapat ditarik sebuah pengertian bahwa waktu-waktu lain yang dilarang tetap dianjurkan melakukannya. Dalam hadits riwayat Muslim dari Ibnu Abbas disebutkan sebagai berikut:
كُنَّا نُصَلِّي رَكْعَتَيْ قَبْلَ غُرُوبِ الشَّمْسِ وَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرَانَا فَلَمْ يَأْمُرْنَا وَلَمْ يَنْهَنَا
Artinya: “Kami shalat dua rakaat sebelum matahari tenggelam dan diketahui oleh Nabi saw, sedangkan Nabi saw tidak memerintah juga tidak melarang kami.” (HR. Muslim dan Ibnu Abbas)
Tidak adanya perintah atau larangan menunjukkan bolehnya melaksanakan shalat tahiyyatul masjid meskipun diwaktu terlarang. al-Hafiz dalam kitabnya “al-Fath” menyimpulkan bahwa kalau tahiyyatul masjid atau qabliyah Magrib dilakukan supaya dikerjakan dengan cepat (khafif).
Berdasarkan uraian di atas, menurut pendapat yang dianggap lebih kuat shalat tahiyatul masjid boleh dilakukan dalam waktu-waktu terlarang dan demikian juga shalat jenazah karena termasuk shalat yang memiliki sebab khusus dan tertentu. Wallahu a’lam.