Bagaimana Etos Kerja Menurut Al-Qur’an?
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Agama Islam adalah agama yang sangat lengkap. Islam telah mengatur setiap lini kehidupan manusia, baik kehidupan spiritual maupun kehidupan sosialnya. Termasuk di dalamnya mengatur perihal etos kerja atau dalam bekerja.
Banyak ayat Al-Qur’an yang secara implisit menganjurkan umatnya untuk bekerja keras, yang berkaitan dengan etos kerja, di antaranya dalam Al-Qur’an surat al-Insyirah ayat 7-8:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَٱنصَبْ ٧
وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرْغَب ٨
Artinya:
“(7) Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (8) Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Q.S. Al-Insyirah ayat 7-8)
Al-Qur’an dan hadis tersebut menyerukan kepada manusia, khususnya umat Islam agar memacu diri untuk bekerja keras dan berusaha seoptimal mungkin.
Bekerja keras dalam artian bahwa seorang muslim harus memiliki etos kerja tinggi supaya bisa mendulang kesuksesan dan keberhasilan dalam hidup selain perihal ukhrawi.
Karena ketika manusia sudah cukup dan berhasil dalam hidupnya ia akan bisa lebih fokus pada urusan ibadahnya.
Akan tetapi pada realitanya, masih banyak dijumpai umat muslim di Indonesia khususnya, yang masih mengedepankan sifat malas, mager (malas gerak), enggan bekerja keras dan tidak disiplin. Salah satu budaya yang malah sudah menjadi “dimaklumi” adalah kebiasaan tidak tepat waktu yang disebut kebiasaan ”jam karet.”
Kebiasaan ngaret atau “jam karet” tersebur maksudnya yaitu jika mengerjakan sesuatu sering tidak tepat waktu, sering terlambat dan lain sebagainya.
Hal tersebut menandakan bahwa bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya umat Islam masih memiliki etos kerja rendah.
Terdapat asumsi dalam masyarakat bahwa bangsa Indonesia etos kerja bangsa Indonesia yang notabene mayoritas masyarakatnya muslim, justru memiliki etos kerja yang rendah.
Penyebab etos kerja yang rendah tersebut diasumsikan disebabkan oleh cukup banyaknya umat Islam yang menempuh kehidupan tasawuf.
Sebenarnya hal tersebut tidak tepat karena bisa jadi letak kesalahan ada pada penafsiran atau penerimaan pelaku alias umat muslimnya, bukan pada ajaran tasawufnya.
Asumsi semacam itu tentu berbahaya karena dapat menjauhkan umat muslim dari ajaran tasawuf yang sesungguhnya sangat bermanfaat bagi umat muslim sendiri.
Dampak lebih buruknya lagi, dikhawatirkan jika ke depannya muncul anggapan di kalangan muslim awam bahwa dalam tasawuf ada ajaran yang melemahkan etos kerja seseorang.
Ditambah lagi dengan kebiasaan membaca dhikr, wiriddan do‘a yang amat menyita waktu, sehingga mengurangi kesempatan untuk berkarya guna memenuhi kebutuhan material (duniawi).
Definisi Etos kerja
Kata etos berasal dari bahasa Yunani, artinya yaitu sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu.
Sikap etos ini tidak hanya dipunyai oleh individu namun juga dimiliki oleh tatanan kelompok masyarakat yang ada.
Bermacam-macam kebiasaan, determinasi sosial dan budaya hingga nilai hidup yang diyakini adalah beberapa komponen yang turut andil dalam pembentukan etos itu sendiri.
Menurut. Nurcholis Majid, etos memiliki arti watak, karakter, sikap, kebiasaan dan kepercayaan yang bersifat khusus tentang seseorang induvidu atau sekelompok manusia.
Sedangkan menurut Clifford Greertz, etos merupakan sebuah sikap mendasar manusia terhadap diri dan dunia yang dipancarkan dalam hidup, dan etos berkaitan erat dengan aspek moral maupun etika yang dihasilkan oleh budaya.
Ayat-ayat dalam Al-Qur’an tentang Etos Kerja
Simak Surat At-Taubah ayat 105 berikut ini:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Dan katakanlah: “bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. At-Taubah: 5)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah memerintahkan Rasulullah untuk mengatakan kepada umatnya untuk bekerja.
Al-Maraghi menjelaskan bahwa tafsiran dari ayat ini adalah, Allah Swt menyuruh manusia (umat Muhammad Saw) agar bekerja untuk dunia dan akhirat, untuk urusan pribadi maupun untuk urusan kolektif.
Ayat di atas menegaskan bahwa Islam merupakan agama yang cukup berfokus pada achievement oriented.
Islam juga menganjurkan pemeluknya untuk bekerja keras dan dijanjikan oleh Allah Swt imbalan yang setimpal.
Etos Ihsan
Ihsan sendiri merupakan salah satu etos kerja yang harus dimiliki oleh umat muslim. Al-Qur’an juga menyinggungnya dalam Surat As-Sajdah ayat 7:
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنسَانِ مِن طِينٍ
Artinya:
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.” (Q.S. As-Sajdah ayat 7)
Dari ayat diatas dapat kita pahami bahwa dalam melakukan suatu amal, atau pekerjaan harus dengan ihsan, yang berarti baik, apik, indah.
Hal merupakan salah satu etos kerja Qur’ani dan di contohkan oleh Allah Swt dalam penciptaan manusia. Artinya manusia harus bekerja sebaik mungkin sehingga menghasilkan kualitas yang prima.
Etos Berorientasi Mada Masa Depan
Mengenai orientasi kerja yang melihat ke depan dan optimis, terdapat ayat Quran yang menyinggung hal tersebut yakni Surat Al-Hasyr ayat 18:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hasyr ayat 18)
Sebuah pekerjaan jika diorientasikan pada masa depan akan memberikan stimulus untuk melakukannya dengan sebaik mungkin.
Oleh karena itu, ayat ini memberikan pandangan bahwa setiap pekerjaan hendaknya selalu diorientasikan ke masa depan, baik masa depan di akhirat ataupun masa depan di hari esok di dunia.
Hal ini ditunjukan dengan لِغَدٍyang artinya untuk hari esok di sisi lain, ayat ini juga memiliki maksud untuk menjadikan umat mukmin sebagai orang yang visioner, yang memiliki pandangan jauh ke depan, sehingga selalu berusaha memperbaiki kerja dan kinerjanya. []