Bagaimana Bisa Kekayaan Disebut Sebagai Ujian?
HIDAYATUNA.COM – Mayoritas dari kita sering menganggap bahwa naik jabatan, mendapat kekayaan itu adalah sebuah keberuntungan. Namun sebaliknya jika terjadi pada seseorang yang sedang kena tipu, usaha bangkrut, tertimpa musibah kita menganggapnya adalah sebuah ujian dari Tuhan.
Padahal jika kita amati bersama, bahwa hakikat dari keduanya adalah sama, yaitu jabatan dan kekayaan sama-sama ujian. Mungkin sederhananya kita bisa membaca kisah berikut ini :
Diterangkan dalam sebuah riwayat bahwa sehabis salat berjemaah, Rasulullah Saw melihat Tsa’labah tampak tergesa-gesa keluar dari masjid tanpa berdoa terlebih dahulu.
Kemudian Rasulullah Saw menegurnya, “ Apa yang menyebabkan kamu terburu-buru seperti itu, wahai Tsa’labah?”
“Hal ini kulakukan karena istri saya telah menanti di rumah. Pakaian yang kupakai ini selalu kupakai secara bergantian dengannya. Seandainya kami punya lebih dari satu potong pakaian, tentu aku tidak akan tergesa-gesa seperti ini, wahai Rasulullah,” jawab Tsa’labah.
Kemudian Rasulullah Saw menghiburnya dengan berkata, “Wahai Tsa’labah, pemberian yang sedikit namun jika kau syukuri, jauh lebih baik daripada rezeki banyak (kekayaan) namun kamu tidak bisa mensyukuri. Apakah engkau tidak ridha menjadi manusia seperti Nabi Allah? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya aku menghendaki gunung-gunung ini menjadi emas dan menjadi milikku, pasti terjadi.”
Ujian Kekayaan Tsa’labah
Tsa’labah kemudian berucap, “Demi Allah, seandainya engkau mau memohonkan kepada Allah, kemudian dia memberiku rezeki harta benda, sungguh aku akan bersedekah.” Akhirnya Rasulullah berdoa agar Allah memberikan rezeki yang melimpah (kekayaan) kepada Tsa’labah.
Pada mulanya Tsa’labah memiliki seekor biri-biri betina. Setiap hari Tsa’labah mengurusnya dengan tekun sehingga biri-biri itu pun beranak-pinak, hingga menjadi semakin banyak. Semakin kaya-lah ia.
Tsa’labah pun bahagia. Digembalakannya biri-biri itu hingga ke bukit-bukit di luar kota Madinah. Semakin lama ia disibukkan dengan pekerjaannya sehingga tak lagi sempat mengikuti salat berjemaah di masjid Nabi Saw. Ketika peternakannya menjadi sangat berkembang, Tsa’labah pun tidak sempat ikut salat jumat.
Suatu waktu, Rasulullah Saw menemui para pedagang yang biasa ke luar kota Madinah untuk menanyakan keadaan Tsa’labah. “Apakah yang dikerjakan Tsa’labah selama ini?” tanya Rasulullah.
Para pedagang itu menceritakan kesibukan Tsa’labah yang sebenarnya. Rasulullah terkejut, “Ketika dalam keadaan sulit, Tsa’labah sangat rajin beribadah. Namun setelah kekayaannya melimpah, dia malas beribadah.”
Orang Kaya Diwajibkan Zakat
Bersamaan dengan itu turunlah firman Allah yang intinya mewajibkan kepada setiap umat muslim yang kaya untuk membayar zakat atas harta yang mereka miliki.
خُذۡ مِنۡ اَمۡوَالِهِمۡ صَدَقَةً
“Ambillah Zakat dari Sebagian Harta Mereka.” (QS At-Taubah : 103)
Rasulullah Saw mengutus dua orang dari Bani Jahniyah dan Bani Salim untuk memungut sedekah dari setiap kaum muslimin. Rasulullah Saw berpesan kepada mereka berdua, “Datangilah Tsa’labah dan setiap orang dari Bani Salim, lalu pungutlah sedekah dari mereka!”
Berangkatlah kedua utusan itu menemui Tsa’labah. Mereka menyampaikan pesan Rasulullah tersebut. Namun Tsa’labah menyambutnya dengan kata-kata yang kurang menyenangkan, “Bukankah ini hanyalah semacam upeti? Pergilah dulu kepada orang lain, setelah itu barulah engkau kemari.”
Demikianlah sikap Tsa’labah, akhirnya Allah memberikan teguran kepadanya. Peternakan miliknya perlahan-lahan mengalami kebangkrutan dan akhirnya ia jatuh miskin.
Di dalam hati Tsa’labah terdapat benih-benih kemunafikan. Penyakit munafik adalah penyakit hati yang berbahaya. Tsa’labah telah mengingkari janji yang pernah diucapkannya. Ia menjadi sangat kikir untuk mengeluarkan harta kekayaannya di jalan Allah.
Bersedekahlah
Ketika masih miskin, dia berjanji dan berniat untuk memberikan sedekah. Namun setelah harta kekayaannya melimpah ruah, justru ia lupa beribadah.
Tsa’labah adalah sosok manusia yang tidak menyadari bahwa harta yang dimilikinya itu hanyalah sebuah ujian. Dari kisah di atas, bisa menjadi renungan bagi kita semua. Sebanyak apa pun harta yang kita miliki, tidak lantas menjadikan kita untuk melupa terhadap yang memberi rezeki itu.
Telah ditegaskan pula bahwa harta kekayaan yang kita miliki hanyalah sebuah titipan. Artinya yang namanya titipan, sang penitip berhak mengambil atau menarik harta atau barang yang dititipkan kapan pun ia mau. Maka dari itu, sudah sepatutnya kita sadar untuk selalu menyikapi bahwa kekayaan juga termasuk ujian.