Apakah Nasab Harus Tertulis?
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Pertanyaan apakah nasab harus tertulis sering kali muncul di tengah masyarakat, apakah jawabannya? Jawabannya adalah nasab tidak harus tertulis.
Di kitab-kitab Fikih 4 Mazhab, kabar yang sudah menyebar dan tidak ada bantahan sudah sah dalam penetapan nasab. Misalnya dalam kitab Syafi’iyah:
ﻓﺈﻥ اﺳﺘﻔﺎﺽ ﻓﻲ اﻟﻨﺎﺱ ﺃﻥ ﻓﻼﻧﺎ اﺑﻦ ﻓﻼﻥ، ﺃﻭ ﺃﻥ ﻓﻼﻧﺎ ﻫﺎﺷﻤﻰ ﺃﻭ ﺃﻣﻮﻯ ﺟﺎﺯ ﺃﻥ ﻳﺸﻬﺪ ﺑﻪ، ﻻﻥ ﺳﺒﺐ اﻟﻨﺴﺐ ﻻ ﻳﺪﺭﻙ ﺑﺎﻟﻤﺸﺎﻫﺪﺓ
Artinya:
“Jika sudah tersebar di kalangan manusia bahwa Fulan adalah anaknya si Fulan, ataukah si Fulan adalah keturunan BANI HASYIM atau Umayyah, maka boleh menjadi saksi atasnya. Sebab nasab tidak diketahui dengan kesaksian.” (Al Majmuk, 20/262)
Beberapa tahun lalu ada seorang ustadz Salafi yang mengatakan Sunan-sunan di Jawa tidak ada, mereka adalah tokoh fiktif.
Alasannya karena para sunan tidak memiliki karya tulis! Aneh ini. Dari mana dan sejak kapan karya tulis menjadi persyaratan keberadaan seseorang?
Rupanya cara berpikir tersebut tanpa terasa menjangkiti kita yang mempertanyakan keberadaan Sayid Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa.
Alasannya tidak ada di kitab-kitab nasab terdahulu. Jawabannya, secara Fikih sudah sah.
Imam As-Subki mengutip imam Mazhab kita:
ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻗﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ {ﻭﻻ ﺗﻘﻒ ﻣﺎ ﻟﻴﺲ ﻟﻚ ﺑﻪ ﻋﻠﻢ}
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﺰ ﻣﻦ ﻗﺎﺋﻞ {ﺇﻻ ﻣﻦ ﺷﻬﺪ ﺑﺎﻟﺤﻖ ﻭﻫﻢ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ}
Artinya:
“Allah berfirman: “janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (Al-Isra’ 36). Dan Allah berfirman: ” … akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya).” (Q.S. Az-Zukhruf ayat 86)
Dari ayat ini Asy-Syafii berkata:
ﻭاﻟﻌﻠﻢ اﻟﺬﻱ ﺗﺜﺒﺖ ﺑﻪ اﻟﺸﻬﺎﺩﺓ ﻣﻦ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻭﺟﻪ ﺃﺣﺪﻫﺎ اﻟﺮﺅﻳﺔ اﻟﻤﺠﺮﺩﺓ ﻭﻫﻮ ﺑﺄﻥ ﺷﻬﺪ ﺑﺄﻧﻪ ﺳﺮﻕ ﺃﻭ ﺯﻧﻰ ﺃﻭ ﻓﻌﻞ
Artinya:
“Ilmu yang bisa dijadikan ketetapan dalam kesaksian ada 3. Pertama penglihatan semata, seperti menyaksikan pencurian, zina atau melakukan perbuatan.”
ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ اﻟﺴﻤﻊ اﻟﻤﺠﺮﺩ ﻭاﻟﺜﺒﻮﺕ ﻓﻲ اﻟﻘﻠﺐ ﻭﻫﻮ ﺗﻈﺎﻫﺮ اﻷﺧﺒﺎﺭ ﺃﻥ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﻭﺳﺎﺋﺮ اﻷﻧﺴﺎﺏ
Artinya:
“Kedua, pendengaran semata dan ketetapan dalam hati. Yaitu kabar yang tampak jelas sekali, seperti Zaid adalah putra Abdullah dan nasab-nasab lainnya.” (Thabaqat Asy-Syafiiyah Al-Kubra, 5/224)
Gambar di atas adalah makam Sayid Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa. Makam ini telah disaksikan oleh para ulama Yaman dan sudah mutawatir dari masa ke masa.
Salah satu jawaban kepada pengingkar Sunan Ampel adalah meyakini makam di Ampel sebagai keberadaan Sunan Ampel, demikian pula makam Sayid Ubaidillah ini. []