Apakah Ibnu Katsir Seorang Asy’ari?
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Ibnu Katsir adalah salah satu murid fanatik Syaikh Ibnu Taymiyah. Ia pernah dihukum bersama teman seperjuangannya, yakni Ibnu Qayyim.
Karena menyebarkan fatwa Ibnu Taymiyah yang dianggap sesat oleh para ulama dan masyarakat umum saat itu.
Sampai akhir pun, ia berwasiat agar dimakamkan di samping maka Ibnu Taymiyah, guru tersayangnya.
Hal itu membuat banyak Wahab-Taymiy meyakini bahwa Ibnu Katsir adalah seorang Taymiy dan tidak mungkin seorang Asy’ari.
Bahkan ketika Ibnu Katsir mengaku bahwa dirinya seorang Asy’ari pada putranya Ibnu Qayyim yang belakangan berselisih dengannya, putra Ibnu Qayyim itu pun tidak percaya.
Ibnu Katsir berkata: أنت تكرهني لأنني أشعري (Kamu membenciku sebab aku seorang Asy’ari)
Putra Ibnu Qayyim berkata,
“…. Orang-orang tidak akan percaya engkau seorang Asy’ari sedangkan gurumu adalah Ibnu Taymiyah!” (Lihat: Ibnu Hajar, Ad-Durar al-Kaminah).
Sampai kini, seluruh Wahabi-Taymiy mengikuti jejak putra Ibnu Qayyim tersebut untuk tidak mempercayai siapa pun yang berkata bahwa Ibnu Katsir seorang Asy’ari.
Bahkan bila orang itu adalah Ibnu Katsir sendiri seperti dalam kisah di atas. Semua artikel mereka, video YouTube, atau media apa pun selalu menyangkal keasy’ariyahan Ibnu Katsir.
Kisah di atas mereka jadikan kisah lucu-lucuan dan ledekan bagi siapa pun yang menukilnya.
Mereka menyangka itu adalah sekedar candaan sarkas Ibnu Katsir pada putra kawan dekatnya itu.
Para penulis Wahabi-Taymiy pun biasanya mengutip panjang lebar perkataan Ibnu Katsir yang sepintas cocok dengan mazhab Ibnu Taymiyah dalam menyerang Asy’ariyah, misalnya penolakan pada takwil.
Seperti biasa, pokoknya ada yang bilang tanpa takwil, maka mereka langsung menganggap itu sebagai manhaj taymiy yang dilabeli salaf tanpa mereka peduli bahwa Asy’ariyah pun banyak yang tidak suka mentakwil dan kalaupun menyebutkan takwilnya maka itu sekedar sebagai kemungkinan makna.
Tapi ada satu fakta yang setahu saya tidak pernah disinggung oleh penulis Wahabi-Taymiy soal Ibnu Katsir, yakni fakta bahwa ia adalah seorang pengajar di Madrasah Darul Hadis al-Asyrafiyah.
Madrasah ini adalah tempat pengajaran bahkan pengkaderan Asy’ariyah di mana sang waqif madrasah itu menyaratkan agar yang boleh mengajar di sana hanyalah seorang Asy’ari.
Dan yang boleh diajarkan hanyalah akidah Asy’ari. Di tempat itu, al-Hafidh al-Mizzi yang notabene mertua Ibnu Katsir mengajar dengan sebelumnya memberikan surat pernyataan bahwa dirinya seorang Asy’ari.
Meskipun dia pernah belajar pada Ibnu Taymiyah (Lihat: Tajuddin as-Subki, Thabaqat asy-Syafi’iyah al-Kubra).
Demikian juga menantunya, Ibnu Katsir belakangan juga ikut jejak mertuanya mengajar di madrasah pengkaderan Asy’ariyah ini.
Madrasah Darul Hadis al-Asyrafiyah adalah madrasah elit di Damaskus yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman dari jalur para Asy’ariyah.
Di antara pengajarnya adalah para imam ahli hadis terkemuka seperti Ibnu Shalah, Abu Syamah, an-Nawawi, Taqiyuddin as-Subki, al-Mizzy, Tajudin as-Subki, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Bulqini, Ibnu Jamaah, az-Zamlakani dan para bintang ilmu hadis yang lain.
Begitu ketatnya aturan bahwa pengajarnya harus seorang Asy’ari, sampai-sampai Imam adz-Dzahabi ditolak untuk mengajar di sana sebab ia adalah pakar hadis ahlussunnah wal jamaah non-Asy’ari. Rahimahumullah.
Jadi, apakah Ibnu Katsir seorang Asy’ari? Jawabannya jelas: Betul, ia adalah seorang Asy’ari sebab bekerja di madrasah pengkaderan Asy’ariyah.
Yang menuduhnya bukan Asy’ari, sama saja dengan menuduhnya munafik berpura-pura Asy’ari untuk mendapat posisi guru di Madrasah khusus Asy’ariyah.
Semoga bermanfaat. []