Wanita Bersuami Berzina Hingga Melahirkan, Bagaimana Nasab Anak Hasil Zina?
HIDAYATUNA.COM – Santer beredar di media sosial kabar seorang wanita bersuami berzina dengan ASN di Sumatera Selatan hingga melahirkan anak. Lantas, bagaimana nasab anak yang dilahirkan tersebut, bagaimana pula hubungannya dengan anak dari suami sah wanita itu?
Para ulama telah berijma’ mengenai nasab sang anak dari wanita yang telah bersuami namun berzina kemudian melahirkan anak hasil hubungan gelapnya. Menurut para ulama, jika suaminya tidak menolaknya dengan li’an (fiqih melaknat), maka anak tersebut dinisbahkan kepadanya.
Anak tersebut tanggungannya tidak dijatuhkan kepada laki-laki yang berzina dengan perempuan tersebut. Sebagaimana ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- berkata: Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
( الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ ) رواه البخاري ( 1948 ) ومسلم ( 1457(
“Anak seorang ibu (hasil zina dengan laki-laki lain), maka berada pada tanggungannya. Dan pezina terhalangi (dari nasabnya).” (HR. Bukhori: 1948 dan Muslim: 1457)
Ibnu Abdil Bar –rahimahullah- berkata: “Pada saat datangnya Islam, maka Rasulullah –shallallahu ‘alai wa sallam- menyatakan bahwa zina adalah bathil; karena Allah telah mengharamkannya dan beliau pun bersabda:
: ( لِلْعَاهِرِ الحَجَرُ )
“Pezina terhalangi (dari nasabnya).”
Anak Dinisbahkan kepada Suami Sah dengan Syarat
Di dalam Islam tidak ada ‘anak haram’, berdasarkan sabda Nabi Saw, semuaa ulama juga menyatakan ijma’ akan hal tersebut. Rasulullah Saw menjadikan anak yang dilahirkan dari zina dinisbahkan kepada suaminya, sampai ia tolak dengan proses li’an (fiqih melaknat).
Ibnu Abdil Bar juga berkata:
“Banyak para ulama telah berijma’ bahwa wanita merdeka adalah tempat tidur setelah berlangsungnya akad nikah; karena memungkinkan untuk digauli dan hamil. Dan jika dengan akad nikah memungkinkan untuk digauli dan hamil, maka anak yang dihasilkan adalah miliki suami sahnya. Dan tidak bisa ditolak dengan klaim orang lain kecuali dengan cara fiqih li’an”. (At Tamhid lima fil Muatha’ minal Ma’anii wal Asaniid: 8/183)
Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata: “Mereka semua melakukan ijma’ jika anak firasy (hasil jima’) itu lahir, kemudian ada yang mengklaimnya maka klaim tersebut tidak berlaku. Akan tetapi yang terjadi perbedaan di antara para ulama adalah jika dilahirkan dari wanita yang tidak berstatus sebagai istri”. (Al Mughni: 7/130)
Atas dasar itu, maka kehamilan istri yang diketahui oleh suami sah, tetap dinisbahkan kepadanya. Meskipun istri tersebut memastikan bahwa anak itu adalah anak hasil zina, kecuali jika suami tidak mengakui anak tersebut dengan cara fiqih li’an.
Lantaran tidak ada penolakan dari suami sah dengan li’an, maka anak tersebut adalah anaknya dan dinisbahkan kepadanya. Dengan begitu, anak kandung suami tersebut juga menjadi saudara senasab dengan anak hasil hubungan gelap sang istri tersebut.
Tidak Berhak Memanggil Ayah kepada Bapak Biologis
Anak yang lahir dari hubungan tidak resmi itu secara agama memang tidak dinisbahkan kepada ayah biologisnya, laki-laki yang berzina dengan wanita bersuami tersebut. Hal itu berarti, dia juga bukan bapaknya, namun tetap ada konsekuensi hukum kepadanya.
Adapun konsekuensinya, laki-laki yang telah berzina tersebut diharamkan menikah dengan anak biologis tersebut (jika perempuan). Meski begitu, anak hasil zina itu pun tidak berhak memanggilnya dengan sebutan ayah.
Lelaki itu tidak wajib menafkahi anak yang dilahirkan, juga tidak saling mewarisi satu sama lain. Maka, tidak ada perubahan dalam kehidupan anak-anak dari ayah mereka, yang suami sah wanita itu.
Sebab mereka adalah saudara, baginya semua hukum dan hak sesuai syari’at dan tidak ada kaitannya dengan pemerintahan dan masyarakat dengan apa yang telah terjadi.
Kejadian tersebut adalah urusan wanita bersuami tersebut dengan Allah. SWT. Barang siapa yang bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya.
Sumber : islamqa.info