Viral! Eks Jubir HTI Tak Bisa Bedakan Fardhu ‘Ain dan Fardhu Kifayah
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Eks jubir (juru bicara) organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto baru baru ini kembali ramai menjadi perbincangan di media sosial. Ini menyusul pernyataan dirinya yang tidak bisa membedakan pengertian antara fardhu ‘ain dan fardhu kifayah.
Dalam potongan video hasil wawancara dengan salah satu televisi nasional, Ismail Yusanto menyinggung mengenai kedudukan kifayah. Ia menjelaskan bahwa pengertian fardhu kifayah adalah fardhu ‘ain.
Sontak, potongan video itu pun menjadi viral di media sosial. Warganet menilai pernyataan dari Ismail Yusanta yang menyebutkan fardhu kifayah adalah fardhu ‘ain adalah penjelasan ngawur.
Lantaran tak bisa membedakan fardhu kifayah dan fardhu ‘ain, video tersebut pun kemudian viral. Adapun isi potongan video dari statemen Ismail Yusanto tersebut adalah sebagai berikut.
“Hukumnya fadhu kifayah. Jadi jelas sekali, kalau kami menyampaikan materi ini, ini bagian dari sejarah, bagian dari Islam. Dan fardu kifayah itu maknanya adalah fardhu ‘ain sampai kewajiban itu tegak,” kata Ismail Yusanto, dilansir Hidayatuna.com, dari akun instagram @ala-nu, Kamis (27/8/2020).
Dalam hitungan jam, video potongan Ismail Yusanto yang salah menjelaskan antara fardhu kifayah dan fardhu ‘ain ini pun ramai menjadi pergunjingan netizen. Hingga berita ini turunkan, video tersebut telah ditonton sebanyak 49,767 kali.
Dalam unggahan @ala-nu itu menampilkan video pernyataan Ismail Yusanto dan menuliskan caption, “Anak Madrasah aja bisa bedain, ini ketua yang ngaku mau mendirikan negara khilafah kok? Menurut kalian?” tulisnya.
Sebagai informasi, secara pengertian, fardhu ‘ain dan fardhu kifayah adalah berbeda. Fardhu kifayah adalah kewajiban yang dituntut untuk dilakukan tanpa memandang siapa yang melakukannya. Contohnya tuntutan menjadi dokter. Sebuah komunitas masyarakat pasti membutuhkan dokter, namun tidak semua dituntut untuk menjadi dokter. Ketika sudah ada yang menjadi dokter, maka tuntutan tersebut hilang bagi yang lainnya.
Sedangkan fardhu ‘ain adalah kewajiban yang dituntut oleh syariat untuk dilaksanakan oleh orang per orang, seperti shalat lima waktu, yang wajib bagi tiap-tiap Muslim. Jadi dalam konteks dua fardhu tersebut, titik poinnya adalah dari sudut pandang subyek pelakunya.