Ustaz Yahya Waloni dan Wajah Islam yang Kaku

 Ustaz Yahya Waloni dan Wajah Islam yang Kaku

Ilustrasi/Hidayatuna

HIDAYATUNA.COM – Akhir-akhir ini, dunia Islam khususnya di Media Sosial, kembali digemparkan oleh satu berita yang viral dari ceramah seorang Ustaz. Mendengarnya saja cukup membuatku ngelus dodo, ialah Ustaz Yahya Waloni.

Dengan lanyah, ustaz Yahya Waloni dalam ceramahnya menyampaikan pesan kepada orang yang hendak masuk Islam. Ia memberikan penekanan yang menunjukkan sebuah larangan bahwa orang miskin dilarang masuk Islam.

Melansir dari Suarabogor.id (Selasa, 16/02/21) Ustaz Yahya mengatakan, “Saya bilang ke jemaah agar selalu kritis. Kalau mau coba-coba masuk Islam, jangan masuk Islam kalau otak tumpul dan hidupnya miskin.”

Ustaz Yahya Waloni juga menyebut bahwa Islam bukan agama sebagai pelarian orang-orang yang tidak pintar dan miskin. Hal itu ia sampaikan dalam saluran Youtube Termometer Indonesia (09/02/21).

Tidak hanya itu. Beberapa ceramahnya yang lain juga mendapatkan perhatian, seperti ia mengakui dengan sengaja menabrak seekor Anjing. “Kutabrak juga seekor Anjing, enggak tahu punya siapa. Dia lari pincang kakinya. Kalau kambing masih saya rem, tapi kulihat Anjing, najis, kutembak satu yang depan,” tutur Ustaz Yahya.

Inilah yang kemudian membuat saya sedih dan mengelus dada seraya beristighfar. Sebab dari Ustaz Yahya saya melihat seolah-olah agama Islam itu menjadi agama yang berwajah kaku, tidak lues. Sama sekali tidak mengajarkan sikap kasih sayang kepada siapa pun termasuk kepada binatang.

Islam adalah Agama Rahmatan Lil’alamin

Berbicara agama, apa pun itu pasti memberikan ajaran-ajaran luhur yang teramat luar biasa. Apalagi agama Islam yang jelas-jelas turun dengan membawa ajaran ­rahmatan lil’alamin. Semestinya dari seorang ustaz kita bisa temukan ciri khas tersebut.

Dari persoalan teologis maupun persoalan muamalah, Islam selalu menyodorkan ajaran yang begitu seimbang. Ajaran-ajarannya yang menurut saya selalu pas dengan fitrah kemanusiaan sendiri.

Islam bukan agama yang hanya diturunkan untuk dianut oleh segelintir atau bahkan orang-orang tertentu saja. Tidak harus kaya atau yang miskin, seperti yang telah dituturkan oleh Ustaz Yahya Waloni. Semua orang dengan bebas dapat memeluknya tanpa terkecuali.

Hal ini, mengindikasikan bahwa Islam membawa kemaslahatan, perdamaian, sampai kepada kasih sayang terhadap siapa pun termasuk alam dan hewan. Itulah representasi dari ajaran agama Islam yaitu rahmatan lil’alamin.

Tindakan Ustaz Yahya Waloni tersebut cukup disayangkan sekaligus menciderai ajaran kasih sayang Islam, serta tidak sesuai dengan teladan Nabi.

Penilaian Allah Bukan pada Harta, Jabatan atau Ketampanan

Nabi Muhammad Saw memiliki salah seorang sahabat bernama Julaibib ra. yang terkesan asing, tidak memiliki banyak harta, dan fisiknya yang bagi banyak orang tidak indah. Apalagi Julaibib ra tidak memiliki nasab yang jelas dari mana ayah dan ibunya.

Bagi penduduk Madinah, tidak bernasab dan tidak bersuku merupakan aib besar yang dinilai memalukan. Hingga ia dijauhi orang-orang kala itu, belum lagi keseharian Julaibib yang serampangan, lusuh, dan jorok.

Meski di mata manusia Julaibib orang yang tak layak, karunia Allah tidak akan pernah salah alamat. Julaibib pun mendapat hidayah dari Allah dan bertekad untuk berada di barisan terdepan ketika salat maupun dalam jihad.

Dengan demikian, ketika kita merasa menjadi seorang yang beragama Islam, seharusnya kita senantiasa istiqomah mengimplementasikan apa yang telah diajarkan oleh agama Islam sendiri. Islam sendiri telah mengajarkan kepada kita untuk tidak menghukumi sesuatu dengan seenaknya.

Kita tidak berhak memberikan hukum haram, bidah, sesat, kafir. Apalagi sampai memberikan larangan bagi orang-orang yang ingin masuk Islam meskipun ia tidak mempunyai harta atau miskin sekalipun.

Ketidakluesan atau kekakuan-kekakuan yang ditunjukkan ustaz Yahya itulah yang kini menjadi bukti sekaligus menunjukkan bahwa pola pikirnya yang sempit. Seperti sedang memakai kacamata kuda yang hanya bisa melihat ke arah depan. Padahal sisi-sisi lain juga perlu diperhatikan.

Semoga kita jauh dari sikap-sikap demikian dan mari kita senantiasa menebar kasih sayang kepada siapa pun.

Tabik.

 

Rojif Mualim

https://hidayatuna.com

Alumni Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, Pengajar dan Peneliti, Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *