Tradisi Pembuatan Cokbakal di Kabupaten Jombang

 Tradisi Pembuatan Cokbakal di Kabupaten Jombang

Salah satu dari beberapa tradisi kepercayaan itu adalah pembuatan cokbakal. Di desa Wuluh kecamatan Kesamben kabupaten Jombang masih terdapat adat pembuatan cokbakal.

Kepercayaan rakyat atau yang sering disebut takhayul adalah kepercayaan yang dianggap sederhana, dan tidak berdasarkan logika, sehingga secara ilmiah tidak dapat dipertanggung jawabkan. Takhayul bukan saja mencakup kepercayaaan (belief), melainkan juga kelakuan (behavior), pengalaman-pengalaman (experiences), ada kalanya juga alat, dan biasanya juga ungkapan serta sajak.

Dalam adat Jawa, kita masih banyak menemukan berbagai kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat khususnya masyarakat di pedesaan. Latar belakang mengapa masyarakat yang sudah modern masih percaya kepada kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh nenek moyang terdahulu sampai saat ini diantaranya dikarenakan cara berfikir mereka yang salah, kegemaran secara psikologis umat manusia untuk percaya kepada yang gaib-gaib, teori keadaan dapat hidup terus, perasaan ketidak tentuan akan tujuan-tujuan yang sangat didambakan, ketakutan akan hal-hal yang tidak normal atau penuh resiko dan takut akan kematian, pemodernisasian takhayul, serta pengaruh kepercayaan bahwa tenaga gaib dapat tetap hidup berdampingan dengan ilmu pengetahuan dan agama.

Salah satu dari beberapa tradisi kepercayaan itu adalah pembuatan cokbakal. Di desa Wuluh kecamatan Kesamben kabupaten Jombang masih terdapat adat pembuatan cokbakal. Desa tersebut terletak didekat sungai Brantas dan jauh dari pusat kota Jombang yaitu sekitar 20 km. Kota Jombang terkenal akan sebutan sebagai kota santri, hal itu dikarenakan banyaknya pondok pesantren yang berdiri di kota ini. Walaupun mayoritas mereka berasal dari latar belakang religius tetapi tradisi ini masih tetap dijadikan pegangan oleh beberapa masyarakat.

Arti dari kata cokbakal tidak diketahui secara pasti, karena secara tidak langsung masyarakat menyebut serangkaian sesaji itu dengan sebutan cokbakal. Secara garis besar, pengertian cokbakal merupakan serangkaian sesaji yang dibuat dan ditujukan kepada roh nenek moyang dalam suatu acara tertentu yang bertujuan agar roh nenek moyang tersebut tidak mengganggu terselenggaranya suatu acara. Dengan itu dapat dikatakan bahwa roh nenek moyang terdahulu meminta bagian dari adanya suatu acara dengan persembahan cokbakal yang ditujukan untuk dirinya.

Hal ini tidak jauh beda dengan pemberian tumbal yang diberikan oleh suatu kelompok masyarakat kepada roh nenek moyang, tapi bedanya cokbakal ini tidak menggunakan makhluk hidup sebagai jaminannya seperti ayam, sapi, kerbau ataupun manusia, melainkan bahan-bahan makanan seperti beras, bumbu dapur dan lain-lain.

Adanya tradisi pembuatan cokbakal ini bermula dari kisah Syekh Subakir yang kala itu sedang membuka hutan di pulau Jawa (babad tanah Jawi) guna dijadikan sebagai pemukiman. Keadaan pulau Jawa pada waktu itu sangat rawan karena banyaknya dhemit atau jin yang menghuni pulau Jawa. Makhluk gaib atau yang disebut dhemit adalah roh sakti yang mendiami tempat-tempat angker tertentu. Karena banyaknya dhemit yang mengganggu itu kemudian Syekh Subakir berinisiatif untuk membuat cokbakal. Syekh Subakir memulai membuat serangkaian sesaji itu dengan banyak macam bahan. Setelah sesaji cokbakal tersebut selesai dibuat, Syekh Subakir meletakkannya ditengah-tengah hutan dan membacakan doa yang berisikan permintaan Syekh Subakir agar beliau diberi kemudahan dalam membabat hutan. Dengan adanya cokbakal itu diharapkan dhemit yang menghuni hutan di pulau Jawa dapat pergi dan tidak mengganggu pekerjaan Syekh Subakir kembali.

Ternyata usaha beliau tersebut berhasil, berkat adanya cokbakal itu akhirnya dhemit yang menghuni pulau Jawa bisa pergi dan pindah ke tempat yang lebih luas yaitu di Segara Kidul. Untuk itu sampai saat ini Segara Kidul tidak pernah dijamah oleh manusia karena dipercaya terdapat banyak hal mistis yang dapat mengganggu keselamatan manusia.

Cokbakal dibuat tidak hanya pada satu acara, tetapi ada beberapa acara tertentu yang mewajibkan adanya pembuatan cokbakal ini. Acara tersebut diantaranya adalah wiwit (panen), acara pernikahan, acara khitanan, persembahan ke punden dan lain-lain. Acara-acara tersebut dianggap sangat sakral sehingga diperlukan adanya pembuatan cokbakal.

Dalam pembuatan cokbakal ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, tapi persyaratan dalam setiap acara tersebut terdapat beberapa perbedaan. Seperti halnya dengan pembuatan cokbakal dalam acara pernikahan dan panen. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan cokbakal pada acara pernikahan adalah bunga, segala macam bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, merica, lada, cabe, kunyit, jahe, lengkuas, ketumbar, jinten, kemiri, gula, garam, asam Jawa, dan lain-lain, nasi yang dicetak serupa dengan nasi tumpeng tapi berukuran kecil, bekatul, telur ayam kampung mentah, kelapa utuh, beras, pisang raja, takir (daun pisang yang dilipat dan dikaitkan dengan sapu lidi sehingga menyerupai mangkok), dan anyaman dari daun kelapa.

Lain halnya dengan persyaratan yang dibuat dalam acara panen. Ada sedikit perbedaan persyaratan yang harus dipenuhi, dan tidak ada dalam cokbakal pada acara pernikahan yaitu beras kuning (dicampur dengan kunyit), pisang biji (dalam bahasa Jawa disebut pisang klotok), ketupat, dan lepet (ketan yang dikukus dengan kelapa dan dibungkus dengan daun pisang). Adanya perbedaan itu karena cokbakal yang dibuat ditujukan kepada leluhur yang berbeda sehingga apa yang diminta oleh leluhur tersebut berbeda pula. Dalam acara pernikahan, cokbakal yang dibuat ditujukan kepada danyang (penunggu desa) setempat, sedangkan cokbakal pada saat panen ditujukan kepada leluhur penunggu sawah.

Cara pembuatan cokbakal dalam setiap acara juga terdapat beberapa perbedaan. Dalam acara pernikahan, cokbakal dibuat sebanyak empat rangkai dengan persyaratan lengkap. Empat rangkaian itu diletakkan di tempat yang berbeda yaitu di kamar pengantin, di atas atap teras, dapur, dan di kamar tempat penyimpanan kue. Alasan kenapa cokbakal diletakkan di dalam kamar pengantin karena jika pengantin perempuannya dirias maka diharapkan pengantin perempuan tersebut tidak terlihat jelek sehingga terlihat beda dari biasanya (dalam bahasa jawa disebut mangglingi). Diletakkan di dapur tujuannya agar orang yang memasak di dapur tidak diganggu oleh roh nenek moyang, seperti misalnya saat memasak nasi matangnya lama, orang yang masak nasi kerasukan roh leluhur dan lain-lain. Kemudian alasannya mengapa cokbakal diletakkan di atas teras rumah adalah agar orang yang memiliki hajat tersebut diberi keselamatan dan tidak ada halangan apapun, seperti misalnya orang yang memiliki hajatan jatuh sakit, dirasuki roh nenek moyang, turun hujan saat acara berlangsung dan lain-lain.

Cara membuat cokbakal dalam acara pernikahan yaitu, bunga, bumbu dapur lengkap, nasi tumpeng kecil dengan telur, kemudian bekatul tersebut diletakkan dalam empat takir yang berbeda. Setelah itu, empat takir yang sudah diisi tersebut diletakkan dalam satu takir yang ukurannya lebih besar, setelah itu diletakkan di dalam baskom yang didalamnya sudah terisi pisang raja dua sisir, beras 2,6 kg, dan satu buah kelapa utuh. Jika semua persaratan tersebut sudah terpenuhi maka cokbakal siap diletakkan di masing-masing empat tempat yang sudah ditentukan tadi.

Terdapat pengecualiaan syarat dari cokbakal yang diletakkan di atas atap teras rumah. Selain dengan membuat berbagai rangkaian cokbakal tersebut. Pemilik rumah tersebut juga harus membuat anyaman dari daun kelapa sebagai syarat tambahan dari cokbakal. Anyaman tersebut berfungsi sebagai alas cokbakal saat diletakkan di atas atap.

Berbeda halnya dengan cara pembuatan cokbakal dalam acara wiwit (panen). Selain persyaratan membuat berbagai sesaji yang dirangkai dalam satu takir seperti yang dijelaskan di atas, cokbakal juga dilengkapi dengan beberapa syarat lainnya seperti ketupat, lepet, pisang biji (klotok) sebanyak dua buah, serta satu butir telur matang dan satu butir mentah. Setelah semuanya lengkap, cokbakal tersebut diletakkan di salah satu sudut sawah. Di tempat itu cokbakal didoakan dengan beberapa orang, biasanya yang mendoakan adalah orang-orang yang bekerja di sawah tersebut, kemudian ketupat dan lepetnya dibagikan kepada orang-orang yang ikut mendoakan di sawah, tetapi ketupat dan lepet itu harus disisakan satu untuk diletakkan di sudut sawah bersama dengan cokbakal. Disamping membuat cokbakal, sawah yang akan dipanen tersebut juga harus dikelilingi sebanyak tujuh kali disertai dengan menyebarkan beras yang telah dicampur dengan kunyit ke sekeliling sawah. Setelah tujuh kali putaran kemudian tanaman padi yang terletak di semua ujung sawah tersebut diikat. Hal itu dilakukan agar rejeki dalam panen tersebut tidak lari.

Arti dari berbagai persyaratan dari cokbakal tersebut tidak tersurat secara pasti. Masyarakat hanya percaya bahwa itu sudah suatu ketetapan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka terdahulu. Jika kembali kepada alasan kenapa diharuskan membuat cokbakal, yaitu karena roh nenek moyang meminta bagiannya kepada seseorang yang memiliki hajatan, maka persyaratan yang ada pada cokbakal itu adalah berbagai perlengkapan masak dan kebutuhan makan manusia. Bahkan dalam segi kelengkapan dari cokbakal ini ada satu keringanan yang diberikan kepada seseorang yang memiliki hajatan, yaitu jika mereka tidak mampu memenuhi semua persyaratan cokbakal tersebut, maka mereka dapat menggantinya dengan uang.

Menurut pendapat mereka, dengan digantikannya uang itu maka roh nenek moyang dapat membeli sendiri persyaratan cokbakal yang tidak tersedia. Dengan itu maka roh nenek moyang tidak menjadi murka kepada pemilik hajatan karena akibat dari tidak lengkapnya persyaratan cokbakal tersebut. Jadi secara implisit, arti dalam masing-masing persyaratan cokbakal itu sebenarnya tidak ada, melainkan karena semua persyaratan cokbakal itu merupakan kebutuhan makan roh nenek moyang.

Setiap masyarakat yang memiliki hajatan tertentu dituntut untuk membuat cokbakal yang ditujukan kepada roh leluhur. Hal itu sudah menjadi suatu kewajiban yang harus dipenuhi apabila mereka tidak ingin mendapat bencana atau masalah terkait dengan acara mereka tersebut. Bahwasannya seseorang ingin mendapatkan yang terbaik dari hajatan yang dimilikinya. Seseorang tidak mungkin melakukan acara hajatan setiap hari, oleh karena itu mereka menginginkan yang terbaik dari acara tersebut. Mereka tidak ingin mendapat resiko dari hajatan tersebut sehinga persyaratan apapun akan mereka usahakan untuk memenuhinya seperti pembuatan cokbakal itu. Jika pengadaan cokbakal itu tidak dipenuhi maka roh leluhur akan marah dan mengganggu si pemilik hajatan serta jalannya acara hajatan tersebut.

Sesuai dengan adat ini, ada suatu cerita nyata yang terjadi di desa Pojokrejo kecamatan Kesamben kabupaten Jombang. Di desa tersebut terdapat suatu keluarga yang tidak percaya dengan adanya persyaratan membuat cokbakal dalam acara pernikahan. Saat mereka mengadakan hajatan untuk pernikahkan putrinya, mereka tidak memperdulikan kebiasaan di desa itu untuk membuat cokbakal. Para tetangga merasa resah dan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan menimpa keluarga tersebut, karena mereka percaya bahwa cokbakal adalah suatu syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam acara pernikahan. Ternyata kekhawatiran para tetangga itu terbukti. Empat puluh hari setelah acara itu dilaksanakan, ternyata ibu si pengantin putri tersebut hilang dan tidak tahu kemana perginya.

Keluarganya mencarinya ke semua tempat tapi tetap saja tidak menemukannya sampai sekarang. Berbagai usaha telah dilakukan oleh para keluarga dan tetangga untuk menemukan ibu yang hilang tersebut. Selain mencarinya ke beberapa tempat seperti ke rumah kerabat, tempat keramaian bahkan di sungai berantas di dekat rumahnya, karena masyarakat memperkirakan ibu tersebut bunuh diri terjun ke sungai. Bahkan sampai-sampai suaminya pergi ke dukun guna menanyakan dimana keberadaan istrinya itu. Dukun tersebut memberikan persyaratan untuk dipenuhi agar bisa mengetahui dimana hilangnya ibu tersebut, yaitu dengan cara menyembelih kambing. Setelah kambing itu disembelih kemudian hatinya dilihat karena kata dukun tersebut terdapat petunjuk dalam kambing tersebut, tapi nyatanya dugaan dukun itu salah karena tidak ada petunjuk di hati kambing itu.

Berbagai persyaratan sudah dilakukan, tapi ibu tersebut masih belum juga ditemukan. Usaha terakhir yang mereka lakukan adalah mengumpulkan beberapa orang kampung yang kemudian memukul beberapa peralatan dapur dengan diiringi nyanyian-nyanyian, dan diantaranya syair nyanyian itu berbunyi “bluk bluk neng”. Nyanyian itu diucapkan berkali-kali yaitu tepatnya pada waktu malam hari. Dari semua usaha yang telah dilakukan itu tetap saja tidak membuahkan hasil dan ibu itu tetap tidak ditemukan.

Dari kejadian itu masyarakat mengambil kesimpulan bahwa hilangnya ibu itu karena kemarahan roh nenek moyang kepada dirinya, karena keluarga tersebut tidak memberikan bagian berupa cokbakal kepada roh nenek moyang dalam acara pernikahan itu, sehingga salah satu dari keluarga tersebut diambil oleh roh nenek moyang sebagai ganti dari cokbakal yang tidak mereka buat. Jadi dari segi mistik adanya cokbakal itu sangat penting demi lancarnya suatu acara.

Ditinjau dari segi pendidikan, pembuatan cokbakal mengandung arti yang dalam. Pengertian pendidikan itu sendiri menurut Ki Hajar Dewantara adalah tuntunan dalam hidup yaitu menuntun segala kekuatan kodrat agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Dengan kata lain pendidikan merupakan latihan mental, moral dan fisik (jasmani) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dari tanggung jawab dalam masyarakat. Untuk itu cokbakal mengandung arti dimana kita sebagai generasi pewaris telah berbuat yang bertujuan untuk menghormati jasa leluhur kita yang terdahulu. Seharusnya kita bersyukur karna kita telah hidup di masa sekarang, sebab di zaman dahulu sangatlah sulit dalam memperjuangkan hidup, seperti yang telah diceritakan sebelumnya dalam perjuangan Syekh Subakir dalam membuka hutan di pulau Jawa. Untuk itu kita harus selalu senantiasa menghormati jasa-jasa leluhur kita terdahulu.

Pembuatan cokbakal juga mengandung unsur sedekah. Seperti dalam pembuatan cokbakal saat panen (wiwit). Orang yang akan menanam tanamannya di sawah akan membuat cokbakal yang nanti sebagian akan dibagikan kepada orang-orang yang bekerja di sawah. Pembuatan cokbakal dengan memberikan makanan itu bertujuan untuk mendapat berkah atas amal tersebut. Selain itu kita juga diharamkan untuk bersifat bakhil, seperti yang disebutkan dalam hadits :

أَسْمَاءُ بِنْتُ أَبِي بَكْرٍ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لِي شَيْءٌ إِلَّا مَا أَدْخَلَ عَلَيَّ الزُّبَيْرُ بَيْتَهُ أَفَأُعْطِي مِنْهُ قَالَ أَعْطِي وَلَا تُوكِي فَيُوكَى عَلَيْكِ

Dari Asma’ binti Abu Bakar RA, dia berkata,

“Saya telah berkata, ‘Wahai Rasulullah SAW, saya tidak memiliki sesuatu apapun kecuali apa yang telah Zubair berikan pada rumah tangganya, apakah aku memberikan sebagiannya? ” Beliau bersabda, “Maka infakkanlah, dan janganlah kamu bakhil, sehingga Allah akan mempersempit rezeki-Nya kepadamu. “(shahih, Muttafaq Alaih).

Dari pernyataan hadits diatas sudah jelas, bahwa kita dianjurkan untuk beramal dan menginfakkan sebagian harta kita walaupun hanya sedikit, selain itu dengan kita beramal maka Allah akan memberikan imbalan kepada kita berupa rezeki yang setimpal. Maka tidak salah jika seseorang membuat cokbakal dalam panen bertujuan untuk mengharap agar hasil panennya bisa berlimpah.

Dalam islam, sedekah merupakan ibadah yang sangat dianjurkan, dimana kita bisa saling membantu orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan.

Selain itu dalam hadits juga telah disebutkan bahwa pahala sedekah atau amal jariah merupakan salah satu dari ibadah yang pahalanya akan tetap mengalir walaupun orang yang mengerjakannya sudah meninggal dunia. Hadits tersebut berbunyi:

وَ قَا لَ عَلَيْهِ السَّلاَ مُ : اِ ذَ مَا تَ ا بْنُ اَ دَ مَ اِ نْقَطَعَ عَمَلُهُ اِ لاَّ مِنْ ثَلاَ ثٍ صَدَ قَةٍ جَا رِ يَةٍ اَ وْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَ لَدٍ صَا لِحٍ يَدْ عُوْ لَهُ

Artinya : Nabi SAW. bersabda:

“Apabila manusia mati, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mau mendoakan kedua orang tuannya.”

Selain nilai pendidikan, tradisi pembutan cokbakal ini juga mengandung nilai sosial, pengertian dari sosial adalah segala sesuatu mengenai masyarakat, peduli terhadap kepentingan umum. secara tidak langsung pembuatan cokbakal ini dapat menumbuhkan rasa persaudaraan bersama di lingkungan masyarakat. Bukti konkritnya adalah saat pembuatan cokbakal dalam memanen padi di sawah. Dalam panen tersebut, cokbakal tidak hanya diletakkan di salah satu tepi sawah melainkan sebelumnya juga harus diberi doa bersama-sama dengan tetangga atau para pekerja yang ada di sawah. Dengan itu maka hubungan sosial antara mereka dapat terjalin.

Jika dilihat dari segi agama yaitu suatu keyakinan dan kepercayaan kepada tuhan dan akidah, tidak ada satupun dalil maupun syariat islam yang menyebutkan tentang keharusan pembuatan cokbakal. Memang terdapat suatu upaya yang dianjurkan islam agar manusia senantiasa menghormati dan mengenang jasa para leluhur mereka, tapi metode yang diajarkan bukan dengan cara membuat sesaji yang berupa cokbakal melainkan dengan doa-doa yang khusus ditujukan kepada roh nenek moyang kita. Cokbakal bukanlah suatu sumber bagi manusia yang secara mutlak dapat menghindarkannya dari suatu musibah ataupun kesulitan.

Apapun yang akan terjadi pada manusia adalah atas dasar kehendak dari Allah SWT. Allah berfirman Q.S An-Nahl [16]: 40

اِنَّمَا قَوْ لُنَا لِشَيْ ءٍ اِذَا أَرَدْ نَهُ أَنْ نَقُوْ لُ لَهُ كُنْ فَيَكُو نُ

Artinya: “Jika kami menghendaki sesuatu kami bersabda ‘terjadilah’ maka ia pun terjadi.”

Oleh sebab itu, cokbakal dalam pandanagn islam tidak memberikan sedikitpun pengaruh terhadap kehidupan seseorang. Jika kita berlaku baik maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan pula. Tapi kita juga harus berusaha agar tidak mendapat keburukan dalam hidup kita.

Seperti yang telah disebutkan dalam quran surat Ar-Ra’ad [13]: 11

اِ نَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْ مٍ حَتَّى يُغَيَرُوْ مَا بِأَ نْفُسِهِمْ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tiada mengubah keadaan nasib suatu kaum kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”

Biasanya mayoritas para pekerja disawah atau buruh tani identik dengan golongan masyarakat yang keadaan ekonomiya berada di bawah, dan tidak jarang mereka membawa pulang makanan yang diberikan dalam cokbakal itu kepada keluarganya di rumah, sehingga dalam perspektif ini cokbakal dapat berfungsi membantu orang-orang yang kurang mampu khususnya para pekerja di sawah tersebut.

Cokbakal juga mengandung unsur yang mendukung nilai hiburan. Walaupun tujuan utama dari pembuatan cokbakal tidak untuk menghibur masyarakat atau yang lain. Arti dari hiburan sendiri sebenarnya adalah segala sesuatu perbuatan yang menghibur hati. Dalam kaitannya dengan pengertian itu, berarti tidak hanya musik atau pertunjukan drama yang dapat dikaitkan sebagai suatu hiburan, cokbakal juga dapat dikatakan sebagai salah satunya. Keadaan dimana seseorang bisa merasakan senang, puas dan bahagia dapat pula dikatakan bahwa seseorang tersebut telah terhibur. Seperti misalnya saat seseorang telah lama tidak bertemu dengan temannya dan tiba-tiba dia datang bertamu dan bersilaturahmi maka akan menimbulkan suatu kesenangan dan kebahagiaan diantara keduannya. Jadi dapat dikatakan bahwa kedua teman tersebut telah mendapat hiburan.

Seperti halnya dengan pembuatan cokbakal. ketika cokbakal dibuat pada acara panen, terdapat acara berkumpul oleh para pekerja di sawah untuk makan bersama dan berdoa agar panennya mendapat hasil yang berlimpah. Saat berkumpul tersebut terdapat perasaan senang dari semuannya, disela-sela berkumpulnya itu mereka bisa saling bercanda sambil makan makanan dari bagian cokbakal tersebut. Si pemilik sawah juga merasa senang bahwa tanaman yang ditanamnya sudah bisa dipanen yang nanti hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitu pula dengan para pekerjanya juga merasa senang karena bisa makan secara gratis yang sudah disiapkan oleh pemilik sawah. Dengan senang hati mereka makan bersama dan sesekali diselingi dengan candaan riang diantara mereka. Dari sini dapat dilihat bahwa pembuatan cokbakal juga mengandung nilai hiburan.

Referensi:

  • Danandjaja, James, Folklor Indonesia Ilmu gossip, Dongeng, dan Lain-lain, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997
  • Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahnya Juz 1-30 Edisi Baru, Surabaya: Mekar Surabaya, 2004
  • M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994
  • Paus A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 2001
  • Sunarto, Achmad, Bekal Juru Dakwah, Surabaya: Al-Hidayah, 1998

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *