Sungguh Mengharukan Perjalanan Muslimah dari Keluarga Ateis Menemukan Islam
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Meski dari kelurga ateis, dimana bapak dan ibunya tidak percaya Tuhan, namun dari pasangan ini justru lahir seorang perempuan asal Amerika bernama Karima (23) justru menjadi muslimah yang taat dan sangat mencintai Islam. Itulah bukti bahwa Allah SWT memberikan hidayah kepada semua hambanya.
Sebelum menemukan Islam, Karima pernah menyebut seluruh agama yang ada di muka bumi ini adalah ciptaan manusia. Hal ini karena memang sejak kecil ia tak mengenal agama dari keluarganya.
Dirinya berkisah bahwa seluruh keluarga besarnya sama sekali tidak percaya pada agama. “Ibu saya selalu merendahkan agama yang terorganisir, sedangkan ayah saya adalah seorang ateis penuh,’’ ungkap Karima dikutip dari Republika, Selasa (11/8/2020).
Perjalanan dimulai saat Karima berusia 16 tahun. Saat itu ia seperti sedang mendapatkan secercah cahaya perihal keberadaan Tuhan setelah ia mengenal Islam. Dimana kala itu saat di bangku SMA, ia mendapat tugas kelas tentang sejarah.
Ia ditugasi untuk meneliti sebuah salah satu ritus besar agama Islam yakni Idul Adha. Karena tuntutan penelitian, ia pun mempelajari secara mendalam terkait sejarah awal mula perayaan Idul Adha. Dari situlah kemudian dirinya semakin penasaran dengan apa yang ia pelajari.
Dari informasi yang berhasil ia kumpulkan tentang sejarah Idul Adha, ia semakin antusias untuk mencari tahu perihal Islam. Hingga suatu ketika ia berada pada satu titik penting dan kemudian merasa sangat jatuh cinta pada Islam.
Selama ini, ia hanya mendengar hal-hal mengerikan saja tentang Islam. Sebaliknya ia belum pernah bertemu Muslim sebelumnya. “Jadi itu mengejutkan saya,’’ jelasnya.
Saat itulah hatinya tergerak ingin masuk Islam. Namun ada kendala besar yang menghalanginya. Bahkan ia sempat mengkomparasikan ajaran kebaikan Islam dengan ajaran agama-agama lain.
Menyadari tak ada satupun yang mendorong dirinya untuk masuk Islam, Karima justru semakin giat dan antusias untuk mempelajari Islam. ‘’Sampai suatu waktu, saya berjalan pulang dari sekolah, mengeluarkan transliterasi syahadat dan tulisan tangan saya. Saya mengatakannya (syahadat) di depan Gereja Mormon,’’ ujarnya.
Ia mengaku sangat gugup saat melafalkan kalimat tersebut. Namun ia tak bisa menutupi jika ternyata setelah melafalkan kalimat syahadat itu justru membuatnya merasa senang dan bahagia.
Keluarga Karima sendiri sebenarnya tak terlalu peduli dengan jalan hidup yang akan dipilih putrinya nanti. Namun saat mengetahui ia masuk Islam, bapak ibuknya yang merupakan ateis itu justru menentang keputusan dia menjadi mualaf.
Karima mengenang, saat ibunya mengetahui ia menjadi Muslim, ia merobek Al-Quran miliknya. Bahkan, sang ayah yang lebih tak percaya anaknya menjadi Muslim, menyebutnya dengan berbagai umpatan buruk.
“Saya tidak bisa ibadah di depan mereka untuk waktu yang lama, tapi saya tidak pernah melepaskan keyakinan saya pada Islam,” kenangnya.
Waktu berselang, sang ibu ia sebut semakin lembut seiring berjalannya waktu, meski masih belum setuju pada keputusannya. Hal itu berbeda dengan ayahnya, yang masih menentang kepercayaan Islam. “Tapi jujur, jika Allah menghendaki, dia bisa menjadi Muslim yang lebih kuat dari saya suatu hari nanti!” tandasnya.