Salat Raghaib dan Khair ulan Sya’ban Bid’ah? Ini Penjelasannya
HIDAYATUNA.COM – Bulan Sya’ban adalah bulan dan dianjurkan untuk memperbanyak salat sunah, doa, puasa dan ibadah yang lainnya. Di bulan ini Allah SWT. melimpahkan segala kebaikan untuk menyambut bulan ramadan.
Sebagaimana Rasulullah Saw. melakukan puasa di kebanyakan hari-hari bulan Sya’ban, bahkan sebulan penuh kemudian dilanjutkan puasa ramadhan. Lalu ibadah yang menuai perselisihan di kalangan ulama yaitu salat raghaib dan salat khair.
Dalam kitab al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah ala Mazhabi al-Imam asy-Syafi, Imam Ahmad ibnu Hajar Al-Haitaimi menukil pendapat Imam Nawawi. Ia menulis salat raghaib yaitu salat sebanyak 12 rakaat yang dilaksanakan di antara salat magrib dan isya pada malam jumat pertama dari bulan Sya’ban.
Kemudian salat seratus rakaat disebut salat khair di malam paruh bulan Sya’ban adalah bidah yang buruk. Imam Nawawi dalam hal ini juga mewanti-wanti agar tidak terjebak terhadap anjuran salat raghaib dan salat khair yang disebutkan oleh sebagian ulama.
Misalnya di dalam kitab Qutu al-Habib, Ihya’ Ulumiddin, dan bahkan banyak hadis yang menjelaskannya karena semua itu batil. Ditambah lagi, hadis-hadis tersebut bukan hanya dho’if tetapi oleh Imam Nawawi dikategorikan maudhu’.
Rasulullah Melarang Salat Raghaib dan Khair?
Sebagaimana dilansir dari Bincangsyariah.com, Izzuddin bin Abdissalam menyusun kitab monograf yang mengkonter pendapat Syekh Taqiyyuddin bin Shalah. Sebelumnya ia juga melarang salat tersebut.
Syekh Taqiyyuddin di dalam kitabnya menyampaikan dalil, Allah SWT. berfirman:
“Bagaimana pendapatmu tentang orang (Abu Jahal) yang melarang seorang hamba (Muhammad Saw) ketika mengerjakan salat?” [QS. Al-Alaq: 9-10].
Beliau pun menentang dan tidak setuju dengan ayat tersebut. Hanya saja sebenarnya yang beliau larang dalam salat ini adalah sebagaimana yang dilarang oleh Rasulullah Saw. [Al-Hawi lil Fatawa karya imam as-Suyuthi, juz. I, hal. 256] dalam Bincangsyariah.com.
Biarpun demikian, kalangan salaf dan tabi’in di penduduk Syam melakukan salat tersebut di dalam suatu perkumpulan. Seperti Khalid bin Ma’dan, Lukman bin Amir, dan yang lainnya tidak jarang pula melaksanakannya secara berjemaah.
Abdurrahman bin Muhammad bin Husain Ba Alawi menyebutkan bahwa
(مسألة): صلاة الرغائب من البدع المنكرة كما ذكره ابن عبد السلام وتبعه النووي في إنكارها، وهي جائزة بمعنى لا إثم على فاعلها، والجماعة فيها جائزة أيضاً، نعم لو صلاها معتقداً صحة أحاديثها الموضوعة أثم.
“Salat raghaib itu termasuk bid’ah munkarah, sebagaimana yang disebutkan oleh syekh Izzuddin bin Abdissalam dan Imam Nawawi. Namun, orang yang melakukan salat itu tidaklah berdosa. Kendatipun demikian, kalau ia melakukan salat itu seraya meyakini ke-absahan hadis-hadis maudhu’ tersebut maka ia berdosa”. [Ghoyatu Talkhis al-Murad min Fatawa ibn Ziyad, juz. 1, hal. 21]