Potret Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia

 Potret Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia

Potret Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sebagai negara dengan mayoritas masyarakat muslim, pendidikan Islam tentunya menjadi salah satu bidang yang mendapatkan perhatian khusus dari khalayak muslim.

Pendidikan Islam berkembang dari zaman ke zaman. Jika dulu pendidikan Islam hanya terbatas pada lembaga pendidikan non-formal saja, namun kini juga sudah tersedia dalam lembaga formal.

Lantas, apakah pendidikan Islam harus diselenggarakan dalam ruang-ruang formal?

Tentu saja tidak. Bahkan dalam berbagai macam pendidikan lainnya juga tidak harus digelar di lembaga formal.

Islam sejak awal perkembangannya di Indonesia tidak luput dari bidang pendidikan yang bermula dari kontak antara mubaligh dan masyarakat pribumi.

Dari situlah terbentuk komunitas-komunitas muslim yang kemudian membentuk beberapa hal, seperti masjid sebagai tempat peribadatan dan majelis pendidikan (seperti pesantren meupun surau).

Seiring berjalannya waktu, ide pembaruan atau tajdid yang telah berembus di Timur Tengah sekitar abad ke-19 juga mulai masuk ke Indonesia.

Ide pembaharuan tersebut berakar dari ketidakpuasan masyarakat muslim terhadap sistem pendidikan Islam yang ada pada saat itu.

Terutama dari segi materi pembelajaran, seperti adanya keinginan untuk memasukkan materi pengetahuan umum ke dalam kurikulum pendidikan Islam.

Sedangkan dari segi metode juga tidak lagi hanya menggunakan metode sorogan dan bandongan, tetapi juga memasukkan metode-metode baru yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia sampai saat ini dapat kita lihat melalui tiga periode.

Pertama, periode awal sejak kedatangan Islam ke Indonesia sampai masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam awal abad ke-20.

Kedua, pada periode ini mulai ditandai dengan lahirnya madrasah.

Ketiga, pendidikan Islam yang telah terintegrasi ke dalam sistem pendidikan nasional sejak lahirnya Undang-undang nomor 2 tahun 1989, serta peraturan pemerintah yang berkenaan dengan pendidikan.

Potret pendidikan Islam di masa awal masuknya ke Indonesia dapat dilihat dari proses pendidikan pada zaman Kerajaan Samudera Pasai pada 1354 M.

Pada saat itu, sang raja mengadakan halaqah setelah salat Jumat sampai waktu ashar.

Di sana para ulama berdiskusi tentang berbagai persoalan publik baik persoalan sosial maupun keagamaan.

Diskusi-diskusi tersebut biasa dilakukan di istana bagi anak-anak raja, masjid-masjid, rumah-rumah guru dan surau-surau untuk masyarakat umum.

Di situlah awal mula terbentuknya lembaga pendidikan Islam. Pendidikan agama Islam di kerajaan Samudera Pasai semakin berkembang pesat.

Di antaranya bahkan berhasil menjadi pusat studi Islam di asia Tengggara.

Selain di Samudera Pasai, Kerajaan Malaka dan Kerajaan Aceh juga menjadi salah satu pusat studi Islam pada saat itu.

Sistem pengajaran bagi setiap muslim sama seperti negara-negara muslim yang lain, yakni dengan pengajian Al-Qur’an, mempelajari tajwid, juz ‘Amma, fikih, tasawuf dan menerjemahkan bahasa Arab kedalam bahasa melayu.

Komunitas Muslim Indonesia pada awal abad ke-19 belum mengenal sistem pendidikan modern seperti yang dilakukan Belanda pada saat itu.

Sistem pendidikan Islam di Indonesia masih bersifat tradisional.

Hingga abad ke-20, Indonesia hanya mengenal satu jenis pendidikan saja dari apa yang disebut dengan berbagai bentuknya (masjid, langgar, surau, pesantren).

Lalu dengan memanfaatkan lembaga-lembaga masjid, surau dan langgar, secara bertahap dimulailah pengajian umum mengenai tulis baca Al-Qur’an dan hal-hal mengenai keagamaan.

Sebagaimana kita ketahui bahwa masjid besar dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah dan penyebaran Islam secara lebih intensif dan menjadi salah satu perangkat pemerintahan yang harus ada pada setiap kerajaan Islam.

Selain itu, di tempat-tempat sentral dalam suatu daerah didirikan masjid di bawah seorang badal untuk menjadi sumber ilmu dan pusat pendidikan Islam.

Walaupun demikian, patut diduga bahwa masjid atau tempat ibadah lainnya yang lebih kecil telah didirikan bersamaan dengan  terbentuknya komunitas-komunitas muslim tersebut, sebelum berdirinya kerajaan Islam.

Mengingat bahwa masjid, surau atau langgar merupakan sarana penting yang dibutuhkan untuk ibadah dan dalam rangka mendukung pengembangan masyarakat muslim.

Tradisi pendidikan Islam yang dilakukan oleh komunitas muslim di Indonesia juga terselenggara di pesantren.

Pesantren merupakan salah satu tradisi luhur dalam pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia.

Istilah ini mulai muncul sekitar tahun 1960-an terutama di Jawa dan Madura yangmana sebelumnya ‘pondok’ lebih populer dibanding istilah ini.

Menurut Zamarkhasyi Dhofier, ia menduga bahwa istilah pondok berasal dari pengertian asrama-asrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu atau istilah pondok yang berasal dari bahasa Arab, funduq, yang berarti hotel atau asrama.

Sedangkan istilah ‘pesantren’ itu sendiri berasal dari kata dasar santri yang mendapat imbuhan pe dan an. Jadi, pesantren adalah tempat tinggal para santri.

Dalam perkembangan selanjutnya, setelah Indonesia merdeka dan disusul dengan adanya Departeman Agama, lembaga-lembaga pendidikan dasar Al-Qur’an mengalami penyempurnaan kurikulum, sistem pendidikan dan beberapa aspek lainnya, yang pada akhirnya muncul sebuah istilah lembaga pendidikan baru yang disebut Madrasah Diniyah.

Pada awal abad ke-20, dapat dikatakan bahwa pada periode ini mulailah pertumbuhan madrasah dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia.

Pertumbuhan madrasah di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari gerakan pembaharuan Islam di Indonesia dan adanya respons pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda.

Munculnya gerakan pembaruan di Indonesia pada awal abad ke-20 dilatarbelakangi oleh kesadaran dan respon atas semangat pembaruan yang yang dilantangkan di Timur Tengah.

Sejarah modernisasi pendidikan Islam di Indonesia juga mencatat proses cikal bakal berdirinya perguruan tinggi Islam di Indonesia.

Pertama, ide mendirikan perguruan tinggi Islam merupakan salah satu mata rantai sejarah perjuangan umat Islam Indonesia sejak awal abad ke-20 M.

Wujud konkret dari kesadaran itu tampak pada pembaruan sistem pendidikan Islam yang dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam pada masa itu.

Seperti Muhammadiyah (1912) di Yogyakarta, Jam’iyat al-Khairat (1905) di Jakarta, Sarekat Islam (1912) di Solo, AlIrsyad (1915) di Jakarta.

Meskipun tidak seragam dalam menerapkan pembaruan, organisasi-organisasi Islam ini secara umum memperkenalkan sistem pendidikan yang baru di lingkungan masing-masing.

Sejak tahun 1930-an, gagasan untuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi Islam semakin santer dibicarakan.

Pada tahun 1938, Dr. Satiman Wirjosandjojo melalui majalah Pedoman Masyarakat nomor 15 Tahun IV mencetuskan ide untuk mendirikan mubaligh yang cakap dan berpengetahuan luas.

Hingga akhirnya pada akhir masa penjajahan Belanda, ide pendirian lembaga pendidikan tinggi Islam tersebut belum benar-benar bisa terealisasikan.

Di Solo, sempat berdiri Islamiche Medelbare School (IMS) namun perguruan itu hanya dapat hidup sampai tahun 1941 dan bubar (ditutup) karena pecahnya Perang Dunia II.

Pendirian universitas Islam yang telah dicoba direalisasikan oleh organisasi-organisasi Islam pada akhir masa pemerintah Belanda, hanya menjadi janji yang sering dikemukakan oleh Jepang kepada umat Islam sejak minggu-minggu pertama pendudukan Jepang di Jawa.

Namun, kenyataannya selalu diulur-ulur. Tuntunan MIAI tidak pernah berhasil sampai organisasi ini dibubarkan pada 24 Oktober 1943.

Kedua, sejarah Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di Indonesia semula pada awal tahun 1945 ketika Masyumi memutuskan untuk mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta.

Keputusan Masyumi ini merupakan kelanjutan dari usaha-usaha yang telah dicoba oleh MIAI sejak awal tahun 1943.

Berbeda dengan MIAI yang mendapatkan tekanan dari pihak Jepang. Masyumi lebih beruntung memiliki kedekatan dengan Jepang.

Pada awalnya, STI didirikan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada orang-orang yang telah mempelajari Islam secara meluas dan mendalam.

Serta telah memperoleh standar pengetahuan umum yang memadai seperti dituntut oleh masyarakat dewasa ini.

Ketiga, dalam perkembangannya para tokoh Muslim timbul pemikiran untuk meningkatkan efektivitas dan fungsi STI yang kemudian melahirkan kesepakatan untuk mengubah STI menjadi sebuah universitas.

Pada November 1947, dibentuk panitia perbaikan STI dan dalam sidangnya pada Februari 1948 sepakat untuk mendirikan Universitas Islam Indonesia (UII).

Peresmian UII dilaksanakan pada 10 Maret 1948 di Ndalem Kepatihan Yogyakarta bersmaan dengan Dies Natalis STI ke-3.

Dengan perubhan STI menjadi UII, tujuan yang semua dimaksudkan untuk memberikan pendidikan yang baik bagi para calon ulama akhirnya bergeser titik beratnya pada fakultas-fakultas non-agama seperti Teknil, Ekonomi, Hukum dan Kedokteran.

Meskipun tetap berlandaskan pada nilai-nilai agama atau semangat keagamaan.

Keempat, pemerintah RI menawarkan kepada pengelola UII untuk menegrikan universitas itu, namun tidak langsung disetujui.

Pengelola UII dapat menerima tawaran tersebut, namun dengan syarat pengawasannya harus berada di bawah Kementrian Agama.

Demikian potret singkat mengenai perkembangan pendidikan Islam di Indonesia. []

Lutfi Maulida

Saat ini aktif di Komunitas Puan Menulis dan Komunitas Santri Gus Dur Yogyakarta. Perempuan yang menyukai bacaan, film/series dan kuliner. Dapat disapa melalui Instagram @fivy_maulidah dan surel lutfimaulida012@gmail.com

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *