Perhatikan 4 Aspek Ini dan Hijrahlah dengan Ramah

 Perhatikan 4 Aspek Ini dan Hijrahlah dengan Ramah

Menelaah Kembali Makna Hijrah

HIDAYATUNA.COM – Hijrah menjadi fenomena yang banyak digandrungi generasi masa kini. Meski sibuk dengan berbagai persoalan duniawi, namun hijrah menjadi alternatif paling solutif dalam menjalankan kehidupan.

Hijrah tentu hal yang sangat baik, hanya saja jangan sampai meninggalkan kodrat kemanusiaan. Mengingat banyak sekali di luar sana mereka yang mengaku hijrah kemudian justru tidak mencerminkan perilaku Islam secara penuh.

Hijrah sendiri secara istilah diartikan sebagai ‘pindah ke hal-hal yang baik dan meninggalkan hal-hal buruk’. Tanpa harus dilabeli dengan kata ‘hijrah’, sesungguhnya manusia itu selalu dituntut untuk hidup lebih baik daripada sebelumnya.

Fenomena ini menarik ketika banyak sekali influencer, para artis yang memiliki banyak followers turut hijrah. Kemudian mereka melakukan berbagai kegiatan sosial keagamaan yang bermanfaat dengan publikasi yang dahsyat sehingga diketahui publik.

Kehadiran mereka ini memberikan kontribusi terhadap orang sekitar dengan saling memberikan kebahagiaan kepada yang lain. Bahkan hingga menginspirasi yang lainnya untuk melakukan hal yang sama dengan kata ‘hijrah’. Sayangnya banyak sekali yang belum bisa memahami secara utuh makna hijrah dalam beragama dan kemanusiaan ini. Hingga melahirkan fenomena baru yang terkadang malah menodai niat hijrah itu sendiri dari para oknum.

Lalu bagaimana selayaknya kita memaknai hijrah? Apalagi ketika merasa paling baik diantara yang lain? Dalam buku yang ditulis oleh Habib Husain Ja’far yang berjudul “Tuhan Ada di Hatimu”.

Ada 4 aspek yang harus dilakukan oleh umat Islam ketika berkomitmen untuk hijrah.

1. Aspek Sufistik Tasawauf

Dalam aspek ini, sejatinya hijrah dilakukan senantiasa atas penghambaan dirinya menuju Allah. Aspek batin adalah aspek paling utama dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Idealnya, hijrah dimulai dari spiritualitas yang simpulnya berada di hati karena rumusnya adalah tubuh mengikuti hati, bukan hati mengikuti tubuh. Berkerudung misalnya harus dari komitmen hati. Bukan asal mengerudungi kepala saja agar dipandang religius atau sekadar menutupi aib. Tetapi hatinya tidak memiliki komitmen sama sekali pada kerudung.

Pada fase ini, tidak salah ketika banyak terjadi pada orang-orang yang berjilbab tapi masih melakukan perbuatan yang bisa merusak citra kerudung. Padahal, tujuan berkerudung untuk memperbaiki diri. Maka ketika sudah berkerudung jangan sampai mengolok-olok teman yang masih belum mengenakan kerudung.

Pun bagi teman-teman yang mendapati temannya hijrah namun melakukan hal semacam ini. Teruslah membersamainya, jangan dijauhi apalagi dimusuhi. Sebab ia sedang mencari jati dirinya, menemukan dirinya dengan cara berbeda. Tetap rangkul ia, maka akan tercipta hubungan ke-salingan yang sama-sama memberikan manfaat.

2. Aspek Kultural

Hijrah berarti mengakulturasi Islam yang datang dari Arab sesuai dengan nilai setempat. Selama nilai-nilai tidak bertentangan dengan aspek substansi ajaran Islam. melihat konteks ke-Indonesiaan yang begitu beragam dengan berbagai budaya, tak lantas kita membawa semua budaya Arab ke Indonesia.

Bahkan jika kita melihat dakwah yang diajarkan oleh Walisongo, mereka  melakukan dakwah dengan berbagai ragam cara yang sesuai dengan budaya dan konteks setempat. Sebab hal tersbut mudah diterima oleh masyarakat dan tidak menimbulkan kontroversi.

3. Aspek Filosofis

Hijrah membawa umat Islam dari keterbelakangan menuju kemajuan. Maka, menjadi sesuatu yang kurang benar apabila kita hijrah justru mengenyampingkan persoalan keilmuan. Padahal, langkah kita di masa depan adalah bagaimana menjadi muslim yang bisa sejalan dengan kemajuan teknologi para ilmuwan Barat. Dengan begitu umat Islam tidak terbelakang akibat kebodohan yang belum ada obatnya.

Selayaknya kita yang sedang hijrah, kita harus mampu menjawab tantangan zaman dengan mencari ilmu, memiliki pengetahuan yang luas serta menguasai teknologi. Hal ini bertujuan agar keilmuan umat muslim semakin maju, bukan sebaliknya.

4. Aspek Sosial

Dalam hal ini, hijrah bukan hanya sekadar hubungan vertikal dengan Allah Swt. Tetapi lebih dari itu, aspek sosial yakni hubungan sesama manusia juga harus dijaga. Jangan sampai ketika hijrah, kita bermusuhan dengan teman yang berbeda dengan kita. Apalagi memusuhi teman yang tidak memakai kerudung karena merasa diri paling benar diantara yang lain.

Merasa benar diatas orang ain tentu sebuah kekeliruan baru yang memunculkan kejenuhan sosial. Sebab perilaku semacam ini banyak sekali kita temui dari berbagai kalangan generasi hijrah.

Itulah 4 aspek yang harus Anda perhatikan ketika hendak hijrah. Jangan lupa, hijrahlah dengan ramah! Semoga Allah merahmati langkah kita dalam berhijrah.

Muallifah

Mahasiswa S2 Universitas Gajah Mada, Penulis lepas

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *