Muhasabah Cinta
HIDAYATUNA.COM – Islam merupakan agama yang dipenuhi oleh rasa cinta. Dasar-dasar dalam hukum serta perjuangan dakwah baginda Nabi Muhammad Saw. dijalani melalui perjuangan cinta kepada Allah, kecintaan Nabi kepada umatnya serta ajaran Islam sebagai pesan cinta untuk seluruh umat manusia. Oleh sebab itu, semakin dalam penghayatan spiritual seseorang terhadap ajaran agama Islam, semakin kuat rasa cintanya kepada sesama.
Cinta dalam ajaran islam telah dikenal sejak zaman Nabi Adam As. dan Siti Hawa diciptakan. Makna cinta dalam Islam sendiri sangatlah suci. Cinta haruslah didasari oleh kasih sayang dan dibuktikan dengan perbuatan. Serta segala sesuatu yang kita cintai di bumi ini haruslah karena Allah Ta’ala. Sangat tidak baik, bahkan berbahaya jika kita mencintai hanya karena nawa nafsu.
Kalau menurut Plato, terminologi cinta terbagi atas 3 yaitu eros, philia dan agape, maka dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an disebutkan beberapa terminologi cinta, antara lain al-hubb, al-‘isyq, al-syagaf, al-widd, al-ta’alluq, dan lain-lain. Istilah-istilah itu menggambarkan berbagai bentuk dan kualitas cinta; mulai dari cinta paling biasa sampai cinta kepada Allah (mahabbah).
Tentu saja Kedudukan cinta yang paling tinggi adalah cinta kepada Allah Ta’ala, sang pencipta langit dan Bumi. Allah ‘Azza wa Jalla. Sebab Allah adalah Tuhan yang menciptakan manusia beserta makhluk-makhluk lain, yang memberikan kehidupan dan nikmat di dunia, serta senantiasa menjaga alam dan seisinya. Maka itu, sudah menjadi kewajiban setiap umat manusia untuk mencintai Allah Ta’ala.
Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 165:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِۙ وَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًاۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ .
Artinya: Di antara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat keras azab-Nya, (niscaya mereka menyesal).
Keutamaan cinta kepada Allah sifatnya adalah primer, sementara cinta hamba bersifat sekunder. Primer secara substantif berarti utama atau inti. sedangkan sekunder berarti tidak substansial. Allah Ta’ala adalah Pemilik unconditional love yang paling sejati. Jika Tuhan Maha Mencinta maka kita perlu mencontoh ketulusan cinta Tuhan. Sekalipun ada makluk-Nya yang khianat dan membangkang seperti Iblis, mereka tetap mendapat rahmat Allah.
Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa yang perlu dipahami sebelum membahas hakikat cinta adalah pengetahuan dan penemuan sang pecinta. Menurutnya, cinta tidak akan tergambar, atau minimal tidak akan ada dalam sosok seseorang jika ia tidak mengetahui pada sosok yang ingin dicinta. Karenanya, semua benda benda mati tidak bisa dikatakan sebagai pecinta, karena tidak memiliki indra untuk menemukan apa pun yang layak untuk dicinta.
Proses pengetahuan dan penemuan menjadi penting untuk menemukan cinta secara hakiki. Tentu nilai cinta tidak akan sama antara satu dengan lainnya, semua tergantung seberapa besar pengetahuan dan penemuannya dalam pengembaraan Si Pencinta menemukan hakikat cinta dan kepada siapa akan mencinta. Menurut Imam Ghazali, rumusnya setiap hal yang ketika menemukannya merasa nyaman dan tenang maka ia akan dicinta (mahbub).
Pun setiap sesuatu ketika menemukannya merasa tersakiti dan bingung maka ia akan dibenci (mahbub). Dan setiap sesuatu yang sama sekali tidak berdampak bahagia dan luka, tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang dicinta maupun dibenci. Maka dari itu, niatkanlah segala sesuatu yang kita tuju melalui proses cinta semata hanya karena Allah. Karena cinta kepada Allah merupakan pintu menuju keberkahan, dan keberkahan adalah hakikat dari cinta abadi.