Pemikiran Modernisasi Pendidikan Azyumardi Azra
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Berita meninggalnya Prof. Dr. Azyumardi Azra (18/09) mengejutkan banyak kalangan di tanah air, terutama di kalangan akademisi.
Hal itu dikarenakan sumbangsihnya yang sangat besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Salah satu concern kajiannya adalah mengenai pendidikan Islam.
Azyumardi Azra lahir di Padang Pariaman, Sumatera Barat pada tanggal 04 Maret 1955. Lulusan fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah ini memiliki segudang pengalaman dan gelar semasa hidupnya.
Tidak heran jika begitu banyak bidang yang dikajinya terutama rumpun ilmu-ilmu sosial humaniora.
Salah satu bidang yang ditekuninya dan kemudian banyak diulas oleh para akademisi lainnya adalah terkait gagasannya mengenai modernisasi pendidikan Islam.
Banyak hasil kajian baik berupa jurnal, skripsi maupun tesis yang mengulas pemikiran Prof. Azra di bidang modernisasi pendidikan Islam.
Salah satu karya tersebut adalah tulisannya Muhammad Irsan Barus dalam Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat Volume II, No. 01, Maret 2017 yang berjudul Modernisasi Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra.
Di situ diterangkan bahwa bagi Azyumardi Azra, pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pemenuhan fungsi manusia sebagai khalifah di bumi.
Di saat yang sama, pendidikan juga harus diorientasikan pada tujuan kebahagiaan di dunia dan akhirat secara seimbang.
Berangkat dari kenyataan demikian, maka modernisasi mutlak diperlukan agar fungsi-fungsi kekhilafahan umat manusia (terutama umat Islam) serta tujuan kebahagiaan dunia-akhirat dapat tetap terwujud dalam konteks modernitas.
Modernisasi di sini berarti mengupayakan pendidikan Islam menjadi sesuai dengan realitas dan tuntutan modern.
Ada tiga lokus utama modernisasi pendidikan Islam yang ditawarkan Azyumardi Azra. Pertama, modernisasi tujuan.
Modernisasi pada tahap ini bermaksud meluruskan kembali esensi bertujuan dalam konteks penyelenggaraan pendidikan dalam dunia Islam.
Bagi Azyumardi Azra, dalam sejarahnya, umat Islam pernah mengalami kejayaan di mana pendidikan menjadi penopang utamanya.
Akan tetapi, pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang tidak bernuansa dikotomis antara kepentingan duniawi dan ukhrowi.
Pendidikan Islam yang mengintegrasikan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu profan pernah secara masif dan terlembaga pada abad pertengahan.
Dalam perjalananya, pemisahan terjadi. Pendidikan Islam sempat mengalami favoritisme di abad-abad di mana Eropa tumbuh dan maju sebagai bangsa yang modern.
Kedua, modernisasi kurikulum. Pada level ini, kurikulum pendidikan perlu menyertakan islamic sudies dan ilmu-ilmu sosial agar dapat membantu memahami dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendera umat Islam.
Pada saat yang sama, ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi (IPTEK) harus dimasukkan agar kompatibel dengan arus modernitas.
Ketiga, modernisasi kelembagaan. Modernisasi pada level ini dimaksudkan pada segi-segi penataan praktek pendidikan. Baik dari sisi regulasi maupun infrastruktur.
Lembaga yang mendukung dan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan praktik pendidikan Islam perlu digalakkan agar modernisasi pendidikan Islam berjalan sesuai harapan.
Namun demikian, modernisasi kelmbagaan di sini juga harus tetap dikontekstualisasikan dengan kondisi sosiologis masyarakatnya.
Azyumardi Azra dikenal menentang islamisasi ilmu pengetahuan. Baginya, ilmu pengetahuan bersifat universal.
Karenanya, tidak perlu diislamkan kembali. Kecurigaan-kecurigaan terhadap pengetahuan Iptek yang berasal dari Barat perlu dihindari.
Umat Islam mau tidak mau harus bersikap inklusif dalam menyikapi perkembangan Iptek.
Begitulah sikap yang pernah diambil para ilmuwan muslim abad pertengahan, yang juga kita kenal sebagai era keemasan. []