Mewaspadai Klaim Siasat Pecah Belah Warga NU

 Mewaspadai Klaim Siasat Pecah Belah Warga NU

KH Hasyim Asy’arie & NU (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Semua warga NU pasti tahu bahwa Jam’iyyah Nahdlatil ‘Ulama merupakan organisasi yang didirikan oleh Hadlrotussyaikh Hasyim Asy’arie.  Demikianlah yang populer dan tidak ada yang membantahnya sehingga hal ini dijadikan celah oleh sebagian orang masa kini.

Hal itu untuk melakukan klaim bahwa mereka adalah pengikut setia NU ala Kiai Hasyim Asy’arie. Ini dilakukan untuk mengidentifikasi diri dan kelompoknya sebagai kelompok yang layak diikuti.

Bukan kelompok lain yang kemudian diberi berbagai sebutan yang berasosiasi miring. Entah pro Liberal, pro Syiah, pro Komunis atau sebutan lainnya, bahkan ada yang sampai disebutkan sebagai Khowarijnya NU, Mu’tazilahnya NU dan ada yang dikafirkan juga.

Dalam sejarah berdirinya NU, seluruh Ulama pada waktu itu sepakat untuk mendaulat Hadlrotussyaikh Hasyim Asy’arie sebagai Rois Akbar NU. Kiai Hasyim sendiri juga sangat tawadu, menghormati semua ulama yang ada pada masanya.

Ulama-ulama yang juga ikut berperan penting dalam mendirikan Jam’iyyah Nahdlatil Ulama. Diantaranya ialah KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH Maksum Lasem, KHR Asnawi Kudus, KH Abdul Faqih Maskumambang.

Kemudian KH Ridlwan Abdullah, KH Mas Alwi Bin Abdul Aziz, KH Ahmad Dahlan Ahyat, KH Abdullah Ubayt, KH Abdul Halim Leuwimending, dan Syaikh Ahmad Ghonaim Al Mishri. Juga terdapat nama-nama pendiri lainnya seperti KH Ridlwan Semarang,  KHR Muntaha Bangkalan, KH Samsul Arifin Situbondo, dan banyak lainnya.

Memilih dan Mengikuti Ulama Sesuai Maqom

Para Guru Mulia pendiri NU-rahimahumullah-ini dipastikan NU tulen dan otentik 100% ke-NU-annya. Tidak akan terbantahkan dengan teori apa pun dan semuanya dimuliakan oleh warga NU dari generasi ke generasi.

Nah, dalam cerita yang berkembang di kalangan keluarga, santri maupun para generasi sepuh NU, terdapat cerita yang begitu populer. Bahwa masing-masing Ulama Pendiri NU kerap terdapat perbedaan pendapat maupun fatwa.

Namun, tidak pernah ada permasalahan akan hal ini.  Bahkan menjadi cerita yang terjalin begitu indah sehingga kita sebagai generasi masa kini, bisa mengambil hikmah bahwa perbedaan pendapat antar ulama adalah rahmat bagi umat.

Kita sebagai umat Islam warga NU yang menjadi pengikut ulama tinggal mencari dan mengikuti pendapat maupun fatwa ulama yang paling mudah dan paling bisa kita ikuti. Sesuai dengan maqom dan kapasitas kita, indah sekali bukan?

Dikisahkan, bagaimana perbedaan KH Hasyim Asy’arie yang melarang kenthongan. Sedangkan KH Abdul Faqih Maskumambang memperbolehkannya. Tidak ada konflik apalagi saling menjatuhkan diantara kedua Ulama Besar ini.

Demikian juga bagaimana perbedaan tajam antara KHR Asnawi Kudus yang mengharamkan segala yang berbau penjajah Belanda. Sedangkan KH Abdullah Ubayt melah menjadi pengisi acara pengajian rutin Radio resmi milik Belanda.

Bagaimana dengan NU-nya Kiai-Kiai Lain?

Tak kalah serunya ialah perdebatan antara KH Wahab Hasbullah dengan KH Bisri Syansuri dalam menyikapi banyak hal misalnya masalah kurban, pesantren putri, hingga drumband Muslimat. Bahkan LESBUMI juga sangat hangat dibicarakan diantara kedua Guru Mulia.

Jika kita kembali pada kisah-kisah hikmah ini, pasti kita menjadi paham sekali bahwa NU bukanlah jalan kebenaran tunggal tanpa perbedaan. Pertanyaan untuk orang masa kini yang begitu bersikukuh mengklaim bahwa mereka mengikuti NUnya Kiai Hasyim Asy’arie:

Lalu bagaimana dengan NU-nya Kiai Wahab, NU-nya Kiai Bisri, NU-nya Kiai Asnawi, NU-nya Kiai Abdul Halim, NUnya Kiai Ridlwan dan para Guru Mulia lainnya? Bukankah semuanya adalah pendiri NU dan semuanya muktabar untuk diikuti?

Ketika diklaim lebih lanjut bahwa mereka adalah pengikut NUnya Kiai Hasyim, bukan NUnya Gus Dur. Ini jauh lebih aneh lagi sebab, Kiai Hasyim sudah wafat tahun 1947, sSekitar 75 lalu. Artinya, kalau hari ini ada orang berusia kurang dari 80 tahun mengklaim hal ini, pertanyaannya: kapan mereka bertemu Kiai Hasyim?

Klaim sepihak ini pernah membuat banyak generasi muda NU penasaran. Beberapa sahabat sowan kepada santri-santri yang langsung pernah menimba ilmu dari Kiai Hasyim Asy’arie.  Apa dhawuh beliau-beliau?

KH Muhid Muzadi salah satu santri langsung Kiai Hasyim dhawuh: Gus Dur itu Kiai Hasyim Muda. Kecerdasan dan perilakunya persis dengan Kiai Hasyim dulu.

Jadilah Warga NU yang Cerdas dan Tidak Mudah Terprovokasi

Ketika orang masa kini mengatakan bahwa Gus Dur telah menyimpang dari ajaran Kiai Hasyim. Sementara murid langsungnya Kiai Hasyim mengatakan bahwa Gus Dur adalah Kiai Hasyim Muda, maka siapakah yang akan kita percaya?

Kita harus menjadi warga NU yang cerdas, tidak mudah terprovokasi. Tidak mudah termakan berita apa pun yang berusaha melemahkan cinta kita kepada NU, yang berusaha melemahkan cinta kita kepada para ulama NU. Berusaha melemahkan cinta kita kepada para punggawa NU.

Itu hanya siasat untuk memecah belah kita Umat Islam mayoritas supaya mudah dihancurkan. Singa Aswaja, KH Marzuki Mustamar pernah berkata bahwa NU yang dulu dengan yang sekarang itu sama, yang berbeda-beda hanya fitnahnya saja.  Beda jaman, beda kepemimpinan beda pula fitnahnya.

Jauh hari, Kiai Wali Gus Dur sudah mengingatkan semua kalangan, di NU tidak ada kepentingan bersama, yang ada adalah cita-cita bersama. Mari kita senantiasa merapatkan barisan, bergandengan tangan dan saling mendoakan. Supaya kita senantiasa solid dan bisa melangkah bersama melewati berbagai badai dan tsunami sejarah yang hendak mengaburkan cinta kita kepada Jam’iyyah NU,  Ulama NU,  dan para Punggawa NU.

Semoga kelak kita dikumpulkan bersama orang-orang yang kita cintai di bawah panji-panji Nahdlatil ‘Ulama tercinta.

Shuniyya Ruhama

Pengajar Ponpes Tahfidzul Quran Al Istiqomah Weleri-Kendal

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *