Menyusun Kembali Cita-cita Kebangkitan Dunia Islam

 Menyusun Kembali Cita-cita Kebangkitan Dunia Islam

Arasy Allah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Peradaban Islam mengalami masa keemasan di abad delapan sampai abad sebelas. Perkembangan keilmuan begitu pesat, berbagai kajian dan penerjemahan berbagai karya dilakukan secara besar-besaran.

Ilmu pengetahuan sangat digandrungi, buku-buku memiliki nilai yang sangat tinggi. Para pembesar dan saudagar mengumpulkan karya-karya pengetahuan kemudian mendirikan perpustakaan.

Islam pada masa itu sangatlah terbuka dan percaya diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang dating berbagai budaya, suku, bahasa bahkan agama. Interaksi terjadi antara orang-orang berbeda latar belakang dilakukan dalam berbagai kesempatan dan tempat.

Perpustakaan masjid menjadi sentral kegiatan ramai didatangi bukan hanya oleh umat muslim tetapi juga orang lain dengan berbagai latar belakang. Islam berkembang dengan menyerap pelbagai ilmu pengetahuan lalu mengembangkannya dengan tetap secara gagah mempertahankan identitas ke Islaman fondasi dan menjadi pengendali utama.

Pada zaman keemasan itu, kita mengenal namanya Perpustakaan Bayt Al Hikam yang didirikan tahun 839 masehi disinyalir memiliki 400 ribu lebih koleksi. Perpustakaan ini menjadikan Baghdad sebagai pusat perkembangan keilmuan Islam di dunia waktu itu.

Sementara itu disisi lain dari segi politik Islam terus melakukan ekspansi dan perluasan wilayah bahkan sampai ke daratan Eropa. Islam merupakan agama yang sangat visioner, Rasulullah pada masa-masa Islam awal bahkan sudah menyampaikan bahwa Islam akan mampu menaklukan konstantinopel sebagaimana hadis berikut:

إنكم ستفتحون القسطنطينية، فأفضل قائد هو قائد جيش الفتح، والجيش هو أفضل الجيوش

“Kalian akan menaklukan Konstantinopel, Pemimpinnya adalah sebaikbaik pemimpin dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara”. (HR. AlHakim)

Optimisme dan visi yang disampaiak oleh Rasulullah inilah yang menjadi salah satu modal utama perkembangan Islam sehingga mencapai masa kejayaan. Bagimana tidak, Rasulullah menyampaikan hal tersebut ketika pemeluk agama Islam masih sangat sedikit dan tentu saja jauh dibanding sekarang.

Tantangan dunia Islam

Dewasa ini, kita menyaksikan dan mengalami bahwa dunia Islam telah mengalami kemunduran sejak sembilan abad yang lalu. Sementara itu, kebangkitan dunia Islam belum dapat diprediksi meskipun ada beberapa kalangan meyakini bahwa sudah muncul tanda-tanda kebangkitan Islam. Optimisme sangatlah penting untuk dipelihara dan dipupuk terus menerus, namun tentunya harus dibarengi dengan ikhtiar.

Harapan kebangkitan dunia Islam saat ini dihadapkan dengan berbagai tantangan baik internal maupun eksternal. Umat Islam belum mampu merumuskan visi bersama untuk menyusun roadmap dalam mengejar ketertinggalan, justru sebagian diantaranya malah hidup dalam bayang-bayang nostalgia dan uforia zaman keemasan.

Pandangan bahwa khilafah sebagai solusi memajukan Islam begitu lantang digaungkan, sambil menyisakan berabagi prolem dan pertanyaan mendasar yang tak kunjung bisa dituntaskan. Pandangan demikian, tentu tidak sepenuhnya salah namun dengan masuk terlalu dalam ke dalam uforia, apalagi tidak dibarengi dengan wawasan komprehensif justru bisa menghambat kemajuan Islam sendiri.

Alih-alih menyadari realitas dan mencari solusi, yang terjadi justru sebaliknya, yaitu mengutuk serta menyalahkan sitem tertentu, dianggap sebagai penmyebab kemunduran Islam. Belum lagi perseteruan di antara umat Islam masih sering terjadi.

Masalah yang biasa diperdebatkan biasanya berkutat dengan amaliyah yang jika ditilik dari fatwa serta ijtihad para ulama merupakan khilafiyah. Di mana setiap muslim boleh memilih diantara salah satu pendapat ulama untuk diikuti. Parahnya lagi persoalan demikian sampai pada taraf saling lempar ujaran kebencian dan saling mengkafirkan.

Umat muslim butuh persatuan untuk meraih kemajuan sebagaimana dawuh KH Wahab Hasbullah: “Tidak ada senjata yang lebih tajam dan lebih sempurna selain persatuan.” Salah satu bukti bahwa persatuan sebagai senjata terkuat yaitu keberhasilan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan. Dibanding sibuk mengurusi perbedaan lebih baik fokus terhadap persamaan, toh, semua juga berharap mendapat ridha Allah.

Tantangan lain yang menghambat kebangkitan dunia Islam adalah kebodohan yang menuntun kepada kemiskinan. Kebodohan menyeret kita kepada paham sempit dan tidak berani untuk terbuka percaya diri menghadapi hegemoni kemajuan yang datang dari dunia Barat dan negara-negara adidaya.

Dampak dari kebodohan ini ialah iman kita terkikis dan bergeser. Kita melupakan bahwa Allah-lah yang berkehendak atas segala sesuatu, mengkhawatirkan keadaan itu berarti meragukan kehendak Allah.

Menyemarakkan majelis kajian, diskusi dan penelitian menjadi susatu hal yang penting bagi umat Islam sekarang ini. Menjadikan majelis-majelis ilmu sebagai prioritas, juga dibarengi dengan upaya membumikan ajaran-ajaran Islam. Agar tidak hanya menjadi ritus semata kemudian dilupakan ketika mengurusi persoalan dunia.

Di lain sisi, peperangan dan perebutan kekuasaan masih terus terjadi. Berbagai negara di timur tengah yang notabene merupakan bagian dari dunia Islam terjebak dalam perang saudara sejak beberapa tahun kebelakang. Arab Spring telah meluluhlantahkan peninggalan peradaban dan menyebabkan banyak sekali korban.

Mengetahui kenyataan ini, kita harus sama-sama mau untuk mawas diri, menyingkirkan ego sektoral dan golongan untuk merajut persatuan. Kemudian Menyusun visi bersama untuk membangun peradaban secara lebih terbuka berdasarkan kepada keimanan dan nilai-nilai kemanusiaan.

Tawaran Islam cinta yang didengungkan oleh para ulama menjadi pilihan realistis dewasa ini. Dengan rasa cinta kita mampu berbicara dari hati kehati tanpa saling mencurigai.

Sebagai umat muslim kita harus bisa menghadapi segala tantangan dengan kacamata rahmah. Bahwa Islam hadir untuk seluruh alam untuk membimbing, merawat dan mencapai kemajuan serta mancapai keridhaan Allah.

Mari kita renungi dan insyafi kemudian mengambil bagian untuk menggerakkan roda kebangkitan Islam dari masing-masing bidang yang tengah kita geluti. Wallahu a’lam.

Dawamun Niam Alfatawi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *