Mengenal Sayyid Muhammad al-Maliki
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, masyarakat Indonesia tidak asing dengan tokoh-tokoh Islam yang memiliki pengaruh di Timur Tengah. Ada yang dari Pakistan, Mesir, Yaman, Arab Saudi dan lainnya.
Salah satu tokoh itu bernama Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki. Lahir di Makkah pada tahun 1947 M atau bertepatan dengan 1367 H.
Jika dilihat dari tahun kelahirannya, beliau lahir ketika kerajaan Saudi masih dipimpin raja pertamanya, Abdul Aziz bin Abdul Rahman al-Saud.
Dari segi silsilah, beliau merupakan putera dari keluarga ahlu al-bait yakni mereka yang dari garis keturunan tersambung hingga Rasulullah saw. Di Indonesia biasa kita mengenalnya dengan sebutan habib.
Ayahnya bernama Sayyid Alawi bin Abbas bin Abdul Aziz al-Maliki Al-Hasani. Sesuai gelarnya, keluarga beliau tersambung ke rasulullah melalui Hasan bin Ali r.a. dan merupakan pengikut salah satu dari empat mazhab sunni terkemuka, yakni Malikiyah.
Akan tetapi, tidak sedikit di kemudian hari pengikutnya yang berasal dari mazhab Syafi’iyah.
Sayyid Alawi sendiri merupakan ulama besar yang disegani pada masanya. Ia mengajar di Masjidil Haram dan bahkan Raja Faisal kerap meminta saran dan nasihat darinya.
Sayyid Alawi dan ayahnya merupakan khatib dan da’i di Makkah. Beliau wafat tahun 1971 M.
Sejak kecil, Sayyid Muhammad sudah akrab dengan majelis ilmu. Dalam hal ini, ayahnya merupakan guru utama dan pertamanya.
Dari ayahnya, beliau belajar ilmu nahwu, fiqih, tafsir, hadits, dan hapalan Qur’an. Di usianya yang masih sangat muda.
Bahkan oleh ayahnya diperintahkan untuk mengajarkan materi yang telah dipelajarinya.
Selain kepada ayahnya, Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki juga berguru kepada ulama lainnya baik di dalam maupun luar Arab Saudi.
Di antara guru beliau adalah Syaikh Muhammad Yahya bin Syaikh Aman, Syaikh Muhammad al-Arabi al-Tabbani, Syaikh Hasan bin Sa’id al-Yamani dan Syaikh Muhammad al-Hafidz al-Tijani.
Ilmu keagamaan yang dipelajarinya berbeda dengan mainstream ajaran yang diperkenalkan dan diresmikan kerajaan Arab Saudi yakni salafi wahhabi yang cukup dekat dengan mazhab Hanbali.
Sayyid Muhammad, sebagaimana ayah dan kakeknya lebih cenderung ke mazhab Maliki.
Namun karena pola dan penyampaian ajarannya yang moderat, beliau relatif diterima oleh kerajaan Saudi.
Walaupun demikian, murid-murid dan pengikutnya dibebaskan untuk mempelajari dan megikuti mazhab selain Malikiyah.
Terbukti dari banyaknya murid beliau yang berasal dari Indonesia dan bermazhab Syafi’iyah.
Dalam aktivitasnya sebagai ulama, beliau mendirikan ribath di Utaibiyyah, tetapi karena alasan strategis akhirnya berpindah ke Rushaifah.
Di sanalah beliau membina para muridnya dari berbagai negara, tidak terkecuali dari Indonesia.
Selain mengajar, beliau juga aktif berdakwah dan mengisi halaqah atau seminar baik di dalam maupun luar Arab Saudi.
Pernah menjadi dewan juri MTQ internasional pada tahun 1399 H, 1340 H, dan 1341 H.
Dan pada 1424 H menjadi pemateri dalam seimar nasional yang diadakan di Makkah dengan tajuk “Fanatisme berlebihan dan Proporsional; Pandangan Metodologi Umum.”
Sekali lagi, karena pandangannya yang moderat itulah beliau relatif diterima oleh kerajaan.
Tidak heran jika pada tahun 1975 beliau ditunjuk oleh Raja Khalid al-Saud mewakili Raja untuk bertemu Presiden Soeharto.
Itu merupakan kunjungan pertamanya ke Indonesia dan relatif singkat. Barulah kemudian pada kunjungan kedua kalinya di tahun 1980-an, dengan durasi yang lebih lama, beliau dapat berkeliling Indonesia.
Sejak tulisannya berjudul mafaahim yajibu an tushohah muncul dan beredar yang berisi tentang kritik ajaran wahabiyah dari situlah mulai muncul polemik dan perubahan sikap kerajan terhadapnya.
Sejak saat itu pula Sayyid Muhammad al-Maliki berfokus pada pengajaran dan ribath-nya.
Santrinya yang berasal dari Indonesia tidak sedikit. Beberapa di antaranya adalah Habib Abdulkadir Alhadad, Habib Hud Baqir Alatas, Habib Saleh bin Muhammad Alhabsji, Habib Naqib Bin Syechbubakar, Novel Abdullah Alkaff, KH Abdurahman Nawi, KH Ihya Ulumuddin, KH Abdul Wahid Zuhdi, Wakil Rois Syuriyah PWNU Jateng.
Sedangkan karyanya yang terkenal berupa Mafahim Yajibu an Tushahhah (Faham-faham yang wajib diluruskan), Manhajus-Salah Fi Fahmin-Nushush Baina Nazhariyyah wat-Tathbiq (Metode Ulama Salaf dalam Memahami Teks; antara Teori dan Praktek), Huwallah (Dialah Allah), Qul Hadzihi Sabili (Katakan, Inilah Jalanku), At Tahdziru Minal Mujazafah Fit-Takfir (Waspada dari Mengklaim Kafir secara Gegabah) dan masih banyak lagi. []