Mengenal Dihyah Al-Kalabi, Penyebab Turunnya Q.S. Al-Jumu’ah Ayat 11
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Nama lengkapnya adalah Dihyah bin Khalifah bin Farwah bin Fadhalah bin Zaid bin Imru’ul Qais bin Al-Khazraj.
Namun orang-orang memanggilnya dengan nama Dihyah Al-Kalabi, yang artinya “komandan militer” (ra’is al-jund) dari marga Al-Kalabi, salah satu marga di Yaman.
Nama Dihyah al-Kalbi tidak sepopuler sahabat-sahabat lain. Karena itulah, data-data mengenai dirinya tidak banyak ditemukan.
Menurut keterangan dari Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman Al-Dzahabi dalam Siyar A’lam Al-Nubala menyebutkan bahwa Dihyah adalah menantu Abu Lahab bin ‘Abdul Mutthalib dengan putrinya yang bernama Durrah.
Dihyah adalah sahabat paling tampan di antara sahabat-sahabat Nabi yang lain. Wajah, jenggot, perawakan dan usianya menyerupai Malaikat Jibril.
Beberapa kali Jibril menyerupai wajahnya jika datang menemui Rasulullah dalam bentuk menyerupai seorang laki-laki.
Kronologi Masuk Islamnya Dihyah al-Kalabi
Sejak masih berstatus non-Muslim, Dihyah al-Kalabi sudah dikenal di kalangan wanita-wanita Arab sebagai laki-laki yang sangat tampan.
Menurut Ibnu Sa’ad dalam al-Thabaqat al-Kubra, Dihyah mengucapkan kalimat syahadatain sebelum terjadinya perang Badar (tahun 2 H).
Hanya saja ia absen pada perang tersebut, dan baru terdaftar sebagai tentara pada perang Uhud.
Sebelum Dihyah menjadi mu’allaf, Rasulullah sangat mengaharapkan keislamannya karena ia memiliki 700 keluarga yang berada di bawah kekuasaanya.
Dalam harapan tersebut, Rasulullah selalu berdo’a, “Ya Allah, karuniakanlah Islam kepada Dihyah al-Kalabi.”
Allah mengabulkan do’a Rasulullah. Ketika Dihyah hendak menjadi mu’allaf, Allah menurunkan wahyu kepada beliau beberapa saat sete;ah salat subuh, “Muhammad, Aku telah memasukkan cahaya Islam di hati Dihyah al-Kalabi. Nanti, dia akan datang ke rumahmu.”
Ketika Dihyah telah sampai di rumah Rasulullah, tiba-tiba ia menangis lantaran teringat pembunuhan yang ia lakukan terhadap 70 anak perempuannya sendiri hanya karena malu anak-anak perempuannya punya suami dan suami-suami tersebut menjadi menantunya.
Mendengar pengakuan itu, Rasulullah semapt bingung. Namun beberapa saat kemudian turunlah wahyu melalui malaikat Jibril,
“Wahai Muhammad, perintahkan kepada Dihyah. ‘Demi keagungan dan kemuliaan-Ku, sesungguhnya jika engkau membaca lailaha illa Allah Muhammadur Rasulullah, maka Aku akan mengampuni dosa kekafiranmu dan dosa makianmu kepada-Ku selama 40 tahun.
Lalu bagaimana aku tidak mengampunimu karena telah membunuh anak-anak perempuanmu, sedang mereka adalah milikmu sendiri.”
Rasulullah pun menangis dan diikuti oleh sahabat-sahabat beliau yang menyaksikan kejadian itu.
Kronologi Turunnya QS. Al-Jumu’ah:11
Disebutkan dalam kitab al-Durr al-Mantsur karya Imam Jalaluddin al-Suyuthi bahwa suatu saat, Madinah mengalami krisis pangan dan moneter.
Saat itu, orang-orang sedang berkumpul di masjid untuk melaksanakan salat Jum’ah. Mereka mendengarkan khutbah Rasulullah dengan khusyu’ dan seksama.
Tiba-tiba suara gaduh terdengar dari luar masjid.
Orang-orang meninggalkan khutbah Rasulullah dan satu persatu keluar masjid untuk melihat apa gerangan yang terjadi di luar.
Bahkan menurut hitungan Jabir bin ‘Abdillah sebagaimana riwayat Bukhari dan Muslim yang tersisa di dalam ruangan masjid hanya ada dua belas orang, diantaranya saya (Jabir), Abu Bakar dan ‘Umar.
Namun Rasulullah tetap meneruskan khutbahnya dan memperingatkan mereka seraya bersabda,
“Seandainya mereka satu persatu keluar dan tidak ada yang tersisa satu pun di ruangan masjid ini, maka mereka akan binasa terbakar api nereka.”
Di luar masjid suara tabuhan rebana terdengar nyaring menyambut kedatangan Dihyah bin Khalifah Al-Kalabi yang baru datang dari Syam membawa barang dagangnnya, mulai dari gandum, tepung, makanan dan segala keperluan sehari-hari.
Orang-orang segera berbondong-bondong ke tempat suara itu (di Ahjar Al-Zait, salah satu pasar di Madinah) meskipun hanya sekedar melihat saja.
Menurut keterangan dari Qatadah, peristiwa seperti ini terulang sebanyak tiga kali dan saat itu Dihyah belum menjadi muslim.
Peristiwa inilah yang menyebabkan turunnya surah Al-Jumu’ah ayat 11:
وَإِذَا رَأَوۡاْ تِجَٰرَةً أَوۡ لَهۡوًا ٱنفَضُّوٓاْ إِلَيۡهَا وَتَرَكُوكَ قَآئِمٗاۚ قُلۡ مَا عِندَ ٱللَّهِ خَيۡرٞ مِّنَ ٱللَّهۡوِ وَمِنَ ٱلتِّجَٰرَةِۚ وَٱللَّهُ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ ١١
Artinya:
“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhatbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah sebaik-baik pemberi rezki.” (Q.S. Al-Jumu’ah ayat 11)
Menurut catatan Abu Nu’aim Al-Ishfahani dalam Ma’rifat Al-Shahabah dan Ibnu ‘Abd Al-Barri dalam Al-Isti’ab fi Ma’rifat Al-Ashab bahwa saat datang dari luar negeri untuk kepentingan bisnis, Dihyah Al-Kalabi sering membawa oleh-oleh untuk dihadiahkan kepada Rasulullah.
Begitu juga Rasulullah terkadang juga membalas kebaikan Dihyah dengan memberi hadiah.
Seperti dalam penuturannya, “Aku membawakan hadiah jubah dari wol dan sepasang sandal untuk Rasulullah. Beliau selalu memakainya sampai rusak dan tidak layak pakai lagi.”
Dalam kesempatan lain, ia berkata,
“Ketika aku datang dari Syam, aku membawakan buah-buahan, kacang tanah, buah badam dan kue untuk Rasulullah. Lalu aku meletakkannya di hadapan beliau.”
Meskipun sibuk berdagang, Dihyah al-Kalabi tidak pernah absen dalam berbagai peperangan bersama Rasulullah.
Ia juga pernah dipercaya menjadi duta umat Islam untuk kaisar Romawi, Heraclius.
Setelah Syam dikuasai umat Islam, Dihyah tinggal di Damaskus hingga meninggal pada 60 H atau 680 M pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan. []