Memahami Urgensi Manajemen Dakwah Sebagai Instrumen Penting Syiar Islam
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Aktivitas dakwah yang digaungkan oleh para nabi dan rasul tidak akan pernah berhenti meskipun pengutusan para rasul dan nabi dalam menyampaikan risalah ketuhanan telah terhenti.
Para ulama yang menjadi warasat al-anbiyaa bertanggung jawab penuh untuk melanjutkan dakwah para nabi dan rasul sesuai dengan tingkat pengetahuan dan kemampuan mereka.
Dalam satu hadis Rasulullah bersabda yang artinya: “sampaikanlah olehmu walau satu ayat.” Hadis ini menunjukkan bahwa kewajiban dakwah tersebut juga menjadi kewajiban bagi umat Islam secara keseluruhan tanpa melihat status pendidikan, ekononmi, politik dan lainnya.
Di dalam Al-Qur’an telah banyak ditemukan ayat-ayat yang berkaitan dengan kewajiban untuk melaksanakan dakwah, di antaranya firman Allah berikut ini:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلْمُدَّثِّرُ
قُمْ فَأَنذِرْ
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
Artinya:
“(1) Hai orang yang berkemul (berselimut),
(2) Bangunlah, lalu berilah peringatan!
(3) dan Tuhanmu agungkanlah!
(4) dan pakaianmu bersihkanlah.” (Q.S. Al- Muddatstsir ayat 1-4)
Ayat di atas menunjukkan pentingnya dakwah dalam perspektif agama Islam. Kata “dakwah” di dalam Al-Qur’an diungkapkan Allah dengan menggunakan kata-kata yang berbeda-beda.
Kata atau istilah yang digunakan tersebut di antaranya yakni tabligh, nashihat, tarbiyah, tabsyir dan tanzhir dan lainnya.
Sebagai contoh, dalam penggunaan kata tanzhir dan tabsyir, tanzhir adalah peringatan azab yang pedih, sementara kata tabsyir berarti janji-janji Allah terhadap orang-orang beriman dan beramal saleh.
Sebagaimana yang sudah diketahui bahwasannya ajakan atau seruan atau peringatan di dalam Al-Qur’an tidak hanya menggunakan kata dakwah atau tabligh saja tetapi menggunakan kata-kata yang komplet dan sesuai dengan tujuan dan kondisi mad`u yang dihadapi.
Bertujuan untuk mendudukkan apakah satu ayat dalam Al-Qur’an dapat dikategorikan sebagai ayat-ayat dakwah maka penting mengembalikannya pada definisi dakwah yang digunakan.
Bahwa definisi tersebut harus mencakup berbagai kandungan dakwah seperti adanya nilai perintah, anjuran, menyampaikan, memperkenalkan, ajakan, larangan, nasehat, hal-hal yang ma`ruf dan yang munkar.
Pengertian Manajemen Dakwah
Manajemen dakwah adalah terminologi yang terdiri dari dua kata, yakni manajemen dan dakwah.
Kedua kata ini berangkat dari dua disiplin ilmu yang sangat berbeda sama sekali. Istilah yang pertama, berangkat dari disiplin ilmu yang sekuler, yakni ilmu ekonomi.
Ilmu ini diletakkan di atas paradigma materialistis. Prinsipnya adalah dengan modal yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Sementara itu istilah yang kedua berasal dari lingkungan agama, yakni ilmu dakwah.
Ilmu ini diletakkan di atas prinsip, ajakan menuju keselamatan dunia dan akhirat, tanpa paksaan dan intimidasi serta tanpa bujukan dan iming-iming material. Ia datang dengan tema menjadi rahmat semesta alam.
Secara sederhana, manajemen adalah upaya mengatur dan mengarahkan berbagai sumber daya, mencakup manusia (man), uang (money), barang (material), mesin (machine), metode (methode), dan pasar (market).
Namun, secara khusus definisi manajemen, seperti yang dikedepankan oleh G.R. Terry dalam bukunya Principle of Management, bahwa manajemen ialah proses yang khas terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan menggunakan tenaga dan sumber daya lainnya.
Definisi di atas memberikan gambaran bahwa manajemen itu mengandung arti proses kegiatan.
Proses tersebut dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan menggunakan sumber daya lainnya.
Seluruh proses tersebut ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Maluyu S.P. Hasibuan menjelaskan bahwa manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Jadi manajemen itu adalah suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.
Sedangkan menurut Brantas adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang kearah tujuan-tujuan organisasi atau maksud-maksud nyata.
Sama dengan istilah manajemen, istilah dakwah pun diberi definisi macam-macam oleh para ahli.
Dakwah secara bahasa (etimologi) merupakan sebuah kata dari bahasa arab dalam bentuk masdar.
Kata dakwah berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan yang bermakna: memanggil, mengundang, ajakan, himbauan dan hidangan.
Menurut Abdul Aziz, secara etimologis dakwah berarti memanggil, menyeru, menegaskan atau membela sesuatu, perbuatan atau perkataan untuk menarik manusia kepada sesuatu, memohon dan meminta, atau doa.
Artinya proses penyampaian pesan- pesan tertentu berupa ajakan, seruan, undangan, untuk mengikuti pesan tersebut atau menyeru dengan tujuan untuk mendorong seorang supaya melakukan cita-cita tertentu.
Oleh karena itu, dalam kegiatannya ada proses mengajak, disebut da’i dan orang yang diajak disebut mad’u.
Sedangkan pengertian dakwah secara istilah (terminologi) diantaranya dapat mengambil isyarat dari Al-Quran surat An-Nahl ayat 125:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl ayat 125)
Berdasarkan ayat diatas, dipahami bahwa dakwah adalah mengajak manusia kepada jalan Allah (Sistem Islam) secara menyeluruh.
Baik dengan lisan, tulisan, maupun dengan perbuatan secara ikhtiar (upaya) muslim mewujudkan ajaran-ajaran Islam dalam realitas kehidupan pribadi (syahsiyah), keluarga (usrah) dan masyarakat (jama’ah) dalam semua segi kehidupan secara menyeluruh sehingga terwujud khairul ummah (masyarakat madani).
Sedangkan penafsiran M. Quraish Shihab di dalam Tafsir Misbah terkait surat An-Nahl ayat 125 ini yaitusementara ulama memahami bahwa ayat ini menjelaskan tiga macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah.
Terhadap cendekiawan yang memiliki intelektual tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah dengan hikmah, yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka.
Terhadap kaum awam diperintahkan untuk menerapkan mau’izhah, yakni memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana.
Sedangkan terhadap Ahlal-kitab dan penganut agama-agama lain yang diperintahkan menggunakan jidal ahsan/perdebatan dengan cara yang terbaik, yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.
Manajemen dakwah Islam sendiri merupakan sebuah sarana yang bisa memberikan berbagai kemudahan.
Dengan adanya sarana sehingga membuat aktivitas dakwah menjadi lebih dinamis, cepat dalam bertindak (responsif) namun terencana, terukur, dan terorganisasi.
Juga dilakukan oleh sumber daya manusia atau SDM yang tepat, dan memberikan dampak yang besar terhadap organisasi dan lingkungan.
Bukan justru sebaliknya, menjadi rumit dan menghambat dinamisasi aktivitas dakwah, atau bahkan menimbulkan masalah baru.
Semua tahapan dakwah yang sudah kita lakukan haruslah diukur keberhasilannya dengan mengevaluasi. Maka dari itu menajemen dakwah sangat diperlukan untuk para pendakwah agar dapat berjalan dengan lancar apa-apa yang sudah didakwahkan. []