Masjid Dituding Tempat Penyebaran Paham Radikal, Ketum DDI: Tuduhan Keji
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah (DDI) Pusat Mohammad Siddiq menangkal tudingan yang menyatakan bahwa masjid, pesantren, dan kampus menjadi tempat bertumbuh suburnya penyebaran paham radikal.
“Itu tuduhan yang keji dan palsu. Justru ketiganya merupakan tiga pilar dakwah yang membuat NKRI semakin kokoh,” kata Ketua Umum DDI Pusat Mohammad Siddiq dalam konferensi pers di sela Simposium Nasional bertema Optimalisasi Tiga Pilar Da’wah (Masjid, Pesantren, dan Kampus) Guna Memperkokoh NKRI Menuju Indonesia Maju yang Diridhoi oleh Allah SWT di Auditorium Kahar Muzakkir Kampus Universitas Islam Indonesia (UII) di Sleman, Senin (6/1).
Simposium ini digelar dalam rangka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) DDI untuk yang pertama kalinya di di Gedung Asrama Haji Yogyakarta, Sleman, DI Yogyakarta, pada 7-8 Januari 2020. Simposium yang dibagi menjadi tiga panel diskusi juga membahas soal isu radikalisme.
Siddiq menyampaikan, Dewan Dakwah ingin meluruskan tuduhan itu melalui simposium yang dihadiri para praktisi dakwah yang sehari-hari berkecimpung di masjid, pesantren, dan kampus. Ia berharap dapat ditemukan strategi yang tepat, akademis, dan konstitusional dalam melakukan dakwah.
“Juga ingin melihat lebih jernih, apakah tuduhan radikalisme itu fakta atau fitnah yang diada-adakan,” kata Siddiq.
Kebetulan, Ketua DDI DI Yogyakarta Cholid Mahmud melanjutkan, keberadaan masjid, pesantren, dan kampus berkembang cukup pesat di Yogyakarta. “Bisa jadi tempat saling tukar pengalaman di Yogyakarta. jadi model pengembangan dakwah ke depan,” kata Cholid.
Cholid Mahmud menilai, isu radikalisme yang dimunculkan selama ini lebih banyak mengandung muatan politis ketimbang substansi yang mestinya dibahas dan diselesaikan.
“Perdebatan radikalisme di televisi gak jelas definisinya. Berapa orang sih yang terpapar radikalisme di Indonesia?” tanya Cholid.
Ia menjelaskan, dalam berbagai keyakinan, ada umat mempunyai kecenderungan berpikir secara radikal. Tapi persentasenya kecil. Bahkan secara mainstream, pikiran radikal tak disukai banyak orang. Tetapi tak bisa serta merta ditemukan ada tiga orang berpikir radikal di satu kampus, kemudian kampus itu dicap sebagai kampus radikal.
“Kalau tuduhan itu berdasarkan penelitian harus dijawab dengan penelitian juga,” kata Cholid.
Sedangkan cara yang diklaim efektif untuk menyadarkan muslim yang terpapar radikalisme, menurut Cholid adalah dengan memberi pemahaman yang betul. Bahwa Islam itu anti radikalisme dan intoleransi bukan bagian dari Islam.
“Bahkan melakukan kebaikan yang berlebihan tak boleh, apalagi keburukan. Yang baik-baik itu yang moderat,” kata Cholid. (AS/HIDAYATUNA.COM)