KHM: Muhammadiyah Harus Tetap Jaga Komitmen Manhaj Ekologinya

 KHM: Muhammadiyah Harus Tetap Jaga Komitmen Manhaj Ekologinya

Kader Hijau Muhammadiyah

HIDAYATUNA.COM – Organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan Muhammadiyah adalah salah satu Ormas terbesar di Indonesia. Sebagai salah satu Ormas terbesar, Muhammadiyah telah banyak berkontribusi membangun stabilitas bangsa serta memberikan manfaat bagi masyarakat. Sumbangsih Muhammadiyah yang sangat menonjol adalah pemikiran lingkungan dan ekologi.

Keseriusan Muhammadiyah dalam menggarap manhaj pemikiran ekologi dan lingkungan ini dibuktikan dengan adanya Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 44 tahun 2000 yang berkomitmen untuk memakmurkan bumi serta tidak merusak alam dan terbitnya Risalah Islam Berkemajuan bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah ke-48 tahun 2022.

Pada Muktamarnya yang ke-48 Muhammadiyah sungguh-sungguh mengajak masyarakat dunia untuk menyerukan dan mengawal berbagai regulasi yang dapat membahayakan lingkungan dan kehidupan umat manusia.

Manhaj pemikiran ekologi dan lingkungan Muhammadiyah ini seharusnya mampu menjadi landasan untuk menolak secara tegas aturan pemerintah yang memperbolehkan ormas keagamaan khususnya Muhammadiyah mengelola tambang melalui PP Nomor 25 tahun 2024 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

“Secara kelembagaan Muhammadiyah harus tegas Menolak aturan konsesi tambang karena berpotensi merusak hajat keseimbangan kehidupan.” Pernyataan Kader Hijau Muhammadiyah dalam press rilisnya.

Kader Hijau Muhammadiyah sebagai manifestasi dakwah Muhammadiyah dalam rangka membentuk masyarakat ekologis untuk menjaga kelestarian lingkungan di muka bumi, meminta Muhammadiyah untuk kembali ke khittah perjuangan ekologi dengan menolak tawaran konsesi tambang.

Konsesi tambang khususnya mineral dan batu bara telah merampas tanah rakyat, penggusuran masyarakat adat, pencemaran lingkungan, kerusakan lingkungan, kemiskinan warga lokal, hingga menyebabkan trauma mendalam. Jika Muhammadiyah menerima konsesi tambang dikhawatirkan akan digunakan sebagai alat pemerintah untuk mengontrol masyarakat.

Berdasarkan Catahu Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) tahun 2014-2019 ada 71 konflik yang terjadi. Konflik itu terkait keberadaan tambang emas (23 kasus), batubara (23 kasus), dan pasir besi (11 kasus). Sementara pada tahun 2022 terdapat 2.078 perusahaan tambang kehilangan izin usaha pertambangan karena tidak melaksanakan kewajibanya menutup lubang galian bekas tambang

Dari catatan itu, diharapkan Muhammadiyah tidak tergiur bisnis tersebut dan lebih memilih menata organisasi dengan profesional yakni mengelola organisasi secara mandiri, menyerukan kepada seluruh Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang hingga Ranting dan seluruh elemen masyarakat untuk memperkuat barisan agar pemerintah membatalkan peraturan yang rawan menyebabkan kerugian sosial dan ekologi.

 

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *