Kiai Ma’ruf Amin: Cara Berpikir Sempit Hambat Peradaban Islam
HIDAYATUNA.COM – Wakil Presiden Kiai Ma’ruf Amin mengatakan pola pikir sempit dapat menjadi penghambat dan kontra produktif. Terhadap upaya membangun kembali peradaban Islam. Hal itu pula yang menjadi salah satu penyebab negara berpenduduk Muslim banyak mengalami ketertinggalan.
Kiai Ma’ruf Amin saat membuka Seminar Internasional di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Kamis (11/2) mengungkapkan cara berpikir masyarakat kita juga masih tergolong under developed country. Sekaligus mengalami ketertinggalan dalam bidang ekonomi, pendidikan, iptek dan bidang lainnya.
Wapres meminta umat Islam menjauhi cara berpikir sempit dan tidak terbuka pada perubahan. Pola berpikir demikian, lanjut Kiai Ma’ruf, merupakan hambatan perkembangan peradaban saat ini.
“Karena itu, saya tidak ingin umat Islam, ikut dalam arus berpikir sempit. Seperti fenomena yang muncul belakangan ini,” kata Kiai Ma’ruf dilansir dari Republika.
Kiai Ma’ruf mencontohkan, cara berpikir sempit yang nyata saat ini, salah satunya tidak percaya dengan Covid-19 dan teori-teori konspirasi. Tanpa mencoba untuk memahami fenomena dengan akal sehat dan memanfaatkan ilmu pengetahuan.
Mengedepankan Cara Berpikir Rasulullah
Kiai Ma’ruf pun mengajak umat saat ini untuk menggunakan cara berfikir yang dikedepankan Rasulullah. Yakni moderat, dinamis, namun tetap dalam koridor manhaji dan tidak ekstrem. Kiai Ma’ruf meyakini pola pikir seperti itu akan membawa umat kembali berjaya saat zaman kejayaan Islam sebelumnya.
“Pelestarian dan penerapan cara berpikir tersebutlah yang kemudian melahirkan peradaban Islam yang menjadi peradaban dunia, terutama pada zaman kejayaan Islam dari tahun 800 sampai 1258 Masehi,” katanya.
Pada masa tersebutlanjut Kiai Ma’ruf, peradaban Islam menjadi supremasi peradaban dunia. Bahkan, pada masa tersebut Islam menyumbangkan berbagai ilmu pengetahuan yang menjadi dasar peradaban modern saat ini. Seperti ilmu kedokteran, fisika, aljabar, astronomi, dan sebagainya.
Menurutnya, cara berpikir itu tidak memaknai sesuatu dengan tekstual. Namun, cara berpikir moderat dan dinamis juga jangan dimaknai dengan menyerahkan sepenuhnya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan mengabaikan motivasi agama. Yakni dalam memandang dan menyikapi setiap persoalan yang muncul dalam kehidupan keseharian.
“Maksudnya di sini tidak berpikir secara liberal. Dengan demikian cara berpikir Islami itu tidak tekstual dan tidak liberal,” katanya.
Kiai Ma’ruf pun turut mendorong umat Islam memperkuat cara berfikir wasathiyah secara istiqamah. Peran masjid pun sangat penting, yakni sebagai tempat paling baik untuk melakukan penguatan cara berfikir wasathiyah tersebut.
“Karena tidak ada umat Islam yang lepas dari pengaruh masjid. Sehingga dalam jangka panjang hal itu bisa menjadi embrio membangun kembali peradaban Islam dan menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik atau khaira ummah,” pungkasnya.