Investasi Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam
Investasi berasal dari kata invest yang artinya menanam atau menginvestasikan uang atau modal. Jika konsep menanam ini kita terapkan dalam bidang pertanian, seperti seorang petani yang menanam tumbuh- tumbuhan, dia berharap agar bibit tanamannya akan tumbuh dan berbuah dengan bagus. Sehingga dapat memperoleh keuntungan dari tanaman tersebut. Begitu juga dalam masalah investasi. Jika seorang investor menanamkan sejumlah dananya kepada usaha tertentu, tentu saja investor mengharapkan dananya akan tumbuh berkembang dan berbuah menjadi keuntungan.
Islam sebagai suatu agama yang melihat aktivitas usaha investasi sebagai perwujudan akan keberadaan manusia sebagai penguasa di muka bumi (khalifah fil ard) serta implementasi makna ibadah kepada Sang Pencipta, sangat mencela adanya sumberdaya yang tidak dimanfaatkan dengan baik. Al- Qur’an secara tegas telah melarang manusia untuk melakukan segala macam penimbunan harta, sebagaimana firman Allah swt.:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Artinya: “…dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah: 34)
Dalam hal ini yang dimaksud adalah apabila seseorang ingin melakukan investasi hendaknya memperhatikan etika norma dan moral yang mana dilarang dan yang mana diperbolehkan oleh agama, Selain itu juga harus tunduk serta mematuhi undang-undang positif yang mengatur keberadaan investasi yang tidak bertentangan dengan Al-quran, Al- hadits, ijmak dan qiyas yaitu Undang- Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Konsep Islam menunjukkkan bahwa semua harta benda dan seluruh alat produksi pada hakekatnya adalah mutlak milik Allah, sedangkan manusia hanya sebatas mendapatkan amanah untuk mengelolanya agar bermanfaat untuk kehidupannya.
Seseorang yang akan melakukan investasi hendaklah memperhatikan syarat-syarat yang dilarang dan yang diperbolehkan dalam berinvestasi sehingga bermanfaat baginya untuk dunia dan akhirat, seperti yang terkandung dalam Al-Quran, hadits, ijma’ dan qiyas.
Investasi di negara-negara penganut ekonomi Islam menurut Metwally, dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
- Ada sanksi terhadap pemegang aset yang kurang atau tidak produktif (hoarding idle asset)
- Dilarang melakukan berbagai bentuk spekulasi dan segala macam judi, dan
- Tingkat bunga untuk berbagai pinjaman sama dengan nol.
Sehingga, seorang muslim boleh memilih tiga alternatif atas dananya, yaitu:
- Seseorang diperbolehkan memegang kekayaannya dalam bentuk uang kas (idle cash)
- Seseorang diperbolehkan memegang tabungannya dalam bentuk aset tanpa berproduksi, misalnya deposito, realestate, perhiasan (permata) dan lain sebagainya, atau
- Menginvestasikan tabungannya seperti memiliki proyek-proyek yang menambah persediaan kapital nasional
Ahmad Gozali menguraikan alasan penting investasi, yaitu:
- Karena pertumbuhan aset atau kenaikan penghasilan tidak seimbang dengan perkembangan keluarga, termasuk jumlah anak yang harus dibiayai pendidikannya
- Karena nilai aset kita akan tergerus oleh inflasi. Yaitu penurunan nilai mata uang yang ditandai, salah satunya dengan kenaikan harga barang dan kebutuhan sehari-hari. Selain inflasi gaya hidup juga mempengaruhi nilai aset kita;
- Karena diri kita tidak selamanya muda dan sehat, sehingga suatu saat kita harus pensiun bekerja. Untuk keperluan itu, dibutuhkan sejumlah dana agar kita bisa menutupi biaya hidup di hari tua nanti;
- Karena kita ingin meninggalkan keluarga dan anak cucu dalam keadaan kuat secara ekonomi.
Sumber:
- Investasi Syari’ah Karya Jusmaliani
- Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf Relevansinya dengan Ekonomi Kekinian Karya M. Nazori Majid