Ini yang Harus Anda Lakukan Jika Mendapat Undangan Natal

 Ini yang Harus Anda Lakukan Jika Mendapat Undangan Natal

Senangnya Ikut Terlibat Mempersiapkan Perayaan Natal (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Menjelang hari besar umat Kristiani, banyak pertanyaan menarik yang bikin galau umat Muslim jika mendapat undangan menghadiri perayaan Natal. Mengingat dalam Islam, hukum mendatangi undangan adalah wajib. Lantas bagaimana hukum mendatangi undangan perayaan Hari Natal dari saudara Umat Kristiani?

Sejak ulama klasik, persoalan memasuk rumah ibadah agama lain selalu menjadi perdebatan. Tak sedikit pula muslim yang mempertanyakan  kebolehan salat di tempat ibadah agama lain. Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga menggelisahkan diri saya.

Mengingat, saya kerap memasuki gereja dengan kepentingan tertentu, salah satunya menghadiri undangan perayaan Hari Natal. Salat di gereja pun, saya pernah melakukannya namun hal itu tidak lantas membuat akidah saya roboh bahkan sampai pindah keyakinan. Na’udzubillah.

Undangan Natal itu pernah saya dapatkan sekitar dua atau tiga tahun yang lalu saat masih bergabung dalam sebuah komunitas umat beragama yang anggotanya terdiri dari lintas agama. Sudah menjadi rutinitas orang-orang dalam komunitas tersebut akan bergantian mendatangi perayaan hari raya umat agama lain.

Tentu saja hanya sekadar untuk menjalin silaturahmi dan menghormati. Lantas bagaimana pendapat para ulama mengenai hal tersebut?

Islam Mewajibkan Menghadiri Undangan

Dalam hal ini saya akan mengutip pendapat dari buku Kondangan ke Gereja karya Ahmad Zarkasih. Menurut buku tersebut, hukum menghadiri undangan menurut agama Islam ada tiga pendapat, yaitu wajib, sunah, dan fardhu kifayah.

Hukum yang mewajibkan menghadiri undangan tersebut disepakati oleh jumhur ulama, yaitu dari madzhab Malikiyah, Syafi’iyyah, dan juga Hanabilah. Hadis yang dijadikan pijakan adalah hadis riwayat Imam Musim berikut:

“Jika kalian diundang ke walimah, maka jawablah (datanglah).” (HR. Muslim)

  • Sunah Menghadiri Undangan

Sementara hukum sunah datang dari ulama-ulama Hanafiyah. Menurut mereka menghadiri undangan (walimah) bukanlah sebuah kewajiban melainkan kesunahan. Meskipun sunah, ada ulama Hanafiyah yang menyebut hukumnya sunah muakkadah.

Imam Ibnu ‘Abdin yang merupakan ulama Hanafiyah mengatakan menghadiri walimah sangatlah dianjurkan jika memang diundang.

Sementara itu, ada pendapat ketiga yang menyatakan menghadiri undangan hukumnya fardhu kifayah. Pendapat ini diungkapkan oleh sebagian ulama Syafi’iyyah, salah satunya Imam Mawardi dalam Kitab Al Hawi Alkabir.

Beliau menjelaskan alasannya, yaitu karena tujuan undangan walimah adalah untuk menyebarluaskan kabar gembira tentang pernikahan. Agar tidak ada orang yang berburuk sangka bahwa hubungan sepasang penganti itu perzinaan.

Bolehkah Hadir di Undangan Perayaan Natal?

Lantas bagaimana undangan tersebut jika datang dari umat non-muslim? Ditambah undangan tersebut adalah undangan perayaan hari raya mereka, bolehkah umat muslim menghadirinya?

Banyak pendapat para ulama yang membahas tentang pertanyaan tersebut, mulai dari sunah, mubah (boleh), makruh, hingga ada yang melarang. Ulama yang melarang menghadiri undangan perayaan dari umat agama lain salah satunya diungkapkan oleh Ibnu Qayyim rahimahullah.

Beliau menjelaskan bahwa orang non-muslim tidak boleh menampakkan hari raya mereka di tengah kalangan umat muslim. Menurutnya, kaum muslim pun dilarang turut serta baik membantu dan hadir dalam perayaan itu. Pendapat ini banyak disepakati oleh para ulama empat madzhab.

Sementara itu, ada pendapat yang membolehkan menghadiri undangan perayaan Natal dari umat Kristiani. Hal ini didasarkan pada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi pernah diundang makan di rumah tetangganya orang Yahudi.

“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallu’alaihi wasallam pernah diundang oleh orang Yahudi untuk makan, dan beliau Saw. menjawabnya.” (HR. Bukhari).

Niat Berbuat Baik dan Jalin Silaturahmi

Kebolehan menghadiri undangan perayaan Natal juga diatur dengan syarat tidak ada maksiat di dalamnya. Sebab jika di dalamnya ada perbuatan maksiat maka para ulama sepakat bahwa itu haram.

Hal ini seperti tercantum dalam sebuah hadis: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah duduk pada hidangan yang ada khamr-nya.” (HR. Tirmidzi)

Lebih lanjut, Imam Mawardi dari ulama Syafi’iyah menerangkan wajib menghadiri undangan non-muslim (dzimmi), dalam hal ini maksudnya walimah. Hal ini seperti perintah Rasulullah Saw., “jawablah undangan pengundang, karena pengundang merupakan orang yang berharap.”

Apalagi di Indonesia umat Islam hidup berdampingan dengan umat agama lain, jadi sudah pasti sangat sering akan mendapat undangan dari sahabat non-muslim. Terutama saat perayaan hari besar, karena sebagai sahabat karib tentu mereka ingin berbagi kebahagiaan dengan orang lain.

Dalam syariat agama Islam pun juga dianjurkan untuk berbuat baik kepada siapapun tanpa membedakan latar belakang agama. Terlebih jika umat Kristiani juga bersikap baik kepada umat Muslim.

Memenuhi Undangan Perayaan Natal sebagai Dakwah

Dalam Al Quran Surat Al Mumtahanah ayat 8-9 Allah Swt berfirman:

“Allah tidak melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarangmu berkawan dengan orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusirmu dari negerimu, dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang dzalim.”

Nabi shallallu’alaihi wasallam juga memerintahkan umatnya untuk berbuat baik kepada seluruh umat manusia, bukan hanya kepada sesama muslim. Menjawab undangan dari orang non-muslim merupakan bagian dari bentuk berbuat baik kepada mereka.

Tentu akan menjadi pahala jika kehadiran memenuhi undangan perayaan Natal diniatkan sebagai dakwah untuk menunjukkan bahwa Islam memiliki akhlak mulia dan menghargai perbedaan. Perlu diingat, kehadiran seorang muslim di undangan perayaan Natal boleh saja dilakukan dengan syarat tidak mengikuti ritual keagamaan mereka.

Sebab, Islam juga memiliki batasan toleransi yang jelas. Islam tidak bertoleransi dalam urusan akidah. Hal ini tertuang dalam firman Allah Swt Surat Al Kafirun ayat 1-6.

Arini Sa’adah

Freelance Writer

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *