Fiqih Klasik vs Fiqih Kontemporer

 Fiqih Klasik vs Fiqih Kontemporer

Al-Karaji: Ahli Matematika dan Insinyur Hidrolik Islam Abad Ke-10 (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Mengkaji Fiqih Kontemporer itu mengasyikkan buat saya karena saya bisa menyaksikan dinamika dan perbandingan hukum yang berubah mengikuti perubahan zaman. Ada sedikit kemiripan dengan fiqih perbandingan Mazhab, yaitu sama-sama membanding-bandingkan perbedaan hukum dan syariat.

Bedanya kalau perbandingan mazhab kita membandingkan hasil-hasil ijtihad ulama di masing-masing mazhab pada zaman klasik (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali). Sedangkan dalam fiqih kontemporer, kita membandingkan antara hasil ijtihad ulama masa klasik empat mazhab itu dengan realitas masa modern dengan segala perubahannya.

Allah SWT. sebagai sumber hukum dan pembuat syariat ternyata berpola dinamis. Di mana di setiap zaman selalu melakukan banyak perubahan hukum dan syariat.

Semua itu bisa kita baca dengan mudah kalau kita mencermati kisah-kisah para nabi dan umat terdahulu dalam Alquran dan Hadis.

1. Pernikahan Nabi Adam

Banyak yang tidak sadar bahwa hukum dan syariat yang berlaku pada zaman Nabi Adam sangat jauh berbeda dengan zaman-zaman berikutnya.

Contohnya adalah dalam masalah pernikahan, ternyata Adam jadi suami Hawa tidak lewat proses pernikahan seperti yang kita kenal. Tidak ada wali, saksi, ijab-qabul apalagi mahar. Tiba-tiba keduanya punya anak begitu saja.

Kalau ditanya, tanggal berapakah walimah Nabi Adam, saya yakin tidak pernah ada yang tahu. Jangan-jangan memang tidak ada walimah.

Kalau pun ada walimah, terus tamunya siapa? Team Nasyidnya siapa? Kateringnya pakai yang mana? Gedungnya sewa dimana? Kartu undangan? Nilai maharnya?

Gelap semua kan. Bayangkan seorang nabi menikah tidak ada walimahnya. Berarti tidak sesuai sunnah dong?

2. Pernikahan Anak-anak Adam

Yang lebih parah adalah ketika Nabi Adam ngunduh mantu dan besanan. Ternyata rada rancu kalau kita bandingkan dengan syariah kita sekarang.

Sebab anak laki-laki Nabi Adam ternyata menikahi anak perempuan  Nabi Adam sendiri. Malah dua pasang.

Kalau dilihat pakai kaca mata syariah kita, tentu haram sekali perkawinan sedarah. Inses itu konon bikin keturunan cacat. Anaknya pun anak haram.

Kalau anak yang lahir dari  dua pasang anak Adam dianggap anak haram, kita umat manusia sedunia jadi anak haram semua dong?

Ah, santai saja, tidak usah repot mikirian begituan. Pokoknya tentang saja, karena syariat yang berlaku pada nabi Adam memang beda 180 derajat dengan syariat yang turun untuk umat sesudahnya.

Apa yang haram bagi kita, boleh jadi halal bagi mereka. Atau bisa juga sebaliknya.

3. Pernikahan Nabi Sulaiman

Nabi Sulaiman adalah seorang nabi sekaligus seorang raja. Konon beliau punya 100 orang istri, sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadis.

عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قالَ إنَّ سليمان قال لأطوفن الليلة على مئة امرأة تلد كل امرأة غلاما يقاتل في سبيل اللَّهَ

Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bahwa Sulaiman berkata,”Aku akan keliling dalam satu malam kepada seratus istri. Masing-masing akan melahirkan anak yang nantinya akan berperang di jalan Allah.

Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar (w. 292 H) dalam kitabnya, Musnad Al-Bazzar, jilid 16 halaman 201.

Sedangkan menurut Perjanjian Lama, istri Sulaiman sampai 1000 orang. Terdiri dari 700 wanita merdeka dan 300 budak.

4. Pernikahan Para Nabi

Para nabi terdahulu memang tidak dibatasi jumlah istrinya. Konon ayahnya Sulaiman yaitu nabi Daud beristri 9 orang. Dan Nabi Muhammad SAW sendiri pun disebutkan beristri 9 orang.

Ini hanya satu ilustri sederhana bagaiman hukum dan ketentuan syariat pernikahan mengalami perbedaan di setiap nabi dan zaman.

Tentu semua itu adalah kehendak Allah SWT sendiri, bukan maunya kita. Toh, semua itu telah Allah SWT ceritakan sendiri di dalam Alquran atau lewat hadis-hadis nabi.

Untuk kita sendiri haram hukumnya  berhukum dengan hukum yang berlaku untuk nabi terdahulu, khususnya kalau Nabi Muhammad SAW sudah menetapkan hukum khusus untuk kita.

Haram menikah dengan lebih dari 4 wanita, meskipun Nabi SAW sendiri beristri 9 orang. Apalagi sampai menikahi 100 bahkan 1.000 wanita, haram total buat kita.

 

Ahmad Sarwat

Pendiri Rumah Fiqih Indonesia

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *