Etika-etika Melamar Gadis Pujaan
HIDAYATUNA.COM – Melamar gadis pujaan bukan tidak bisa sembarangan. Dalam Islam ada etika-etika yang mesti diperhatikan.
Melamar gadis pujaan dalam literatur Islam dikenal dengan istilah khitbah. Khiṭbah merupakan wasilah untuk memperkenalkan pasangan lelaki dan perempuan yang akan melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Dalam melamar gadis pujaan, bukan semata-mata hanya penyampaian tujuan untuk meminang dan menikah.
Lamaran atau khitbah ini diisi dengan saling tukar informasi dari kedua belah pihak. Misalnya, terkait pekerjaan calon suami-isteri, pendidikan, atau harapan-harapan seperti akan memilih berapa jumlah anaknya nanti, dimana akan bertempat tinggal?
Setelah menikah, apakah bertempat tinggal di rumah baru atau pilih membersamai orang tua dan lain sebagainya.
Bahkan sangat baik disampaikan hal-hal yang perlu diketahui oleh calon. Misalnya, terkait kesehatan, apakah salah satu calon mempunyai riwayat sakit diabetes atau penyakit kronis lainnya.
Persoalan ini jangan malah dirahasiakan. Justru sebaiknya disampaikan di awal, sebelum terjadi akad nikah.
Adapun etika melamar gadis pujaan secara fiqh adalah sebagai berikut.
Pertama, pinangan kepada gadis atau kepada janda yang sudah habis masa ‘iddah-nya boleh dinyatakan secara terang-terangan.
Kedua, pinangan kepada wanita yang masih dalam masa ‘iddah.
Masa ‘iddah karena talak bain atau pasca kematian suaminya tidak boleh dinyatakan secara terang-terangan.
Pinangan kepada mereka hanya boleh dinyatakan secara sindiran saja.
Ketiga, dilarang melamar perempuan dalam masa ‘iddah talak raj’i (pendapat Jumhur ulama).
Keempat, dilarang meminang perempuan yang sedang dipinang orang lain.
Sementara itu, berdasarkan ayat dalam surat al-Baqarah : 235, bahwa ketentuan perempuan yang dipinang harus memenui syarat-syarat sebagai berikut, tidak terikat oleh akad perkawinan dengan lelaki lain, tidak berada dalam masa ‘iddah talak raj’i, dan tidak sedang dipinang orang lain.
Hal ini berdasarkan Hadits Nabi SAW berikut ini:
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيْعَ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَلاَ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ، حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِب
Artinya: “Nabi saw melarang seseorang membeli barang yang sedang ditawar (untuk dibeli) oleh saudaranya, dan melarang meminang perempuan yang telah dipinang sampai orang yang meminangnya itu meninggalkannya atau mengizinkannya.”
Islam membedakan adab khiṭbah pada gadis dengan perempuan janda. Selain itu, orang melamar hendaknya tidak mengumumkan ke orang banyak.
Bagaimana pun khiṭbah itu berbeda dengan pernikahan. Apabila di tengah perjalanan baru diketahui ada persoalan, khiṭbah boleh dibatalkan, dan tidak berlanjut ke jenjang pernikahan.
Khiṭbah itu belum ada ikatan resmi yang ditandai dengan akad nikah sehingga tidak bisa disamakan hukumnya dengan pernikahan.
Hal itu berdasarkan Hadits Nabi saw. Dari Ummu Salamah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Kumandangkanlah pernikahan dan rahasiakanlah peminangan”.
Dalam kamus bahasa Arab, antara istilah “khiṭbah” dibedakan dengan istilah “zawâj” (menikah).
Demikian juga dalam adat di Indonesia dibedakan antara mereka yang sudah menikah dengan yang bertunangan.
Hanya secara hukum dia tidak diperkenankan untuk menerima lamaran dari orang lain.
Namun hubungan kedua calon itu sendiri tetap sebagai orang asing yang diharamkan ber-khalwat atau hal-hal yang sejenisnya.
Untuk itulah, pertunangan hendaknya tidak usah diumumkan. Memandangkan antara pertunangan dan pernikahan ada jeda waktu yang kadang tidak pasti.
Dikatakan tidak pasti, karena pertunangan ini ada kalanya berlanjut hingga ke pernikahan, tetapi juga tiada larangan apabila tidak dilanjutkan hingga ke pernikahan.
Hal itu apabila di masa pertunangan ini ditemukan hal-hal yang tidak dikehendaki atau ternyata menjadi halangan untuk menuju akad pernikahan.
Namun, dalam ‘penggagalan’ khiṭbah tersebut ada etikanya.
Sesama umat Islam dilarang saling menyakiti dan harus disampaikan alasan yang rasional mengapa tidak dilanjutkan ke pernikahan.
Termasuk memperhatikan adat kekeluargaan dan masyarakat setempat yang berbeda-beda.
Hal itu bisa dilakukan dengan cara dimusyawarakan terlebih dahulu kepada pihak-pihak yang terkait, disampaikan dengan bahasa yang lugas, santun, tidak berbelit-belit, tidak boleh membeberkan aib orang lain dan menghindari pemutusan silaturrahim.
Inilah etika-etika melamar gadis pujaan dalam Islam yang harus diperhatikan.