Dalam Islam, Mimpi Bisa Menjadi Isyarat atau Petunjuk
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Dalam kehidupan sehari-hari, setiap melakukan aktivitas tidur tak jarang seseorang pernah bermimpi. Entah itu mimpi menyenangkan maupun tidak.
Dalam konteks psikologi, mimpi bisa ditafsirkan dengan melalui sifat dan karakter si pemimpi.
Mimpi merupakan sebuah keadaan dimana manusia mengalami suatu keadaan yang memberikan gambaran kehidupan lain.
Dalam syariat Islam, mimpi bisa menjadi sebuah isyarat atau petunjuk yang diberikan oleh Allah Swt kepada hambanya.
Hal itu sama juga yang pernah kita alami ketika mimpi yaitu bisa berupa berita baik ataupun berita buruk.
Islam juga menyatakan bahwa dalam kandungan mimpi akan memiliki makna tersendiri. Tapi, ada pula yang berupa mimpi kosong atau sekedar permainan syetan kepada manusia saja.
Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits yang menjelaskan tentang karakter mimpi. Contoh kecilnya yaitu di dalam al-Qur’an kandungan surat Ash-Shaffaat (37) ayat 102, yang mengisahkan tentang mimpi Nabi Ibrahim ketika beliau diutus oleh Allah untuk menyembelih putranya sendiri yang bernama Ismail.
Selain itu, ada juga di dalam al-Qur’an kandungan surat al-Fath (48) ayat 27, yang mengungkapkan mimpi Rasulullah Saw sebelum terjadinya Perjanjian Hudaibiyah.
Hal yang semacam ini tidak hanya terjadi kepada para nabi. Tapi, para shahabat pun pernah mengalami mimpi yang menggunakan takwil. Dan pada akhirnya mimpi itupun terbukti akan kebenarannya.
Tetapi, dalam mimpi para shahabat-shahabat sudah tentu tidak seperti mimpi-mimpi yang terjadi pada nabi.
Karena mimpi yang dialami nabi sudah terbukti sangat terang dan tak perlu menggunakan penakwilan lagi. Mengapa seperti itu?
Sebab mimpi nabi merupakan wahyu dari Allah. Sedangkan mimpi para shahabat hanyalah mimpi baik yang belum memenuhi taraf maqom seperti nabi.
Sehingga, tidak ada salahnya apabila mimpi yang terjadi kepada para shahabat memerlukan takwil.
Seperti contohnya yaitu mimpi yang pernah dialami oleh shahabat nabi yang bernama Abu Bakar.
Mimpi beliau yaitu menaiki tangga bersama Rasulullah, tetapi dalam mimpi tersebut mereka berselisih dua anak tangga.
Dan dalam takwilnya, Abu Bakar menyatakan bahwa kematiannya akan datang dua tahun setelah Rasulullah saw, dan itu benar-benar terjadi. []